Tugas PTIK

Posted by : Wardanakun.blogspot.com Kamis, 28 Agustus 2014

Kamu Spesial Ay
Inspired by : @achanJKT48 / Ayana Shahab


“Kamu harus banyak minum susu mulai dari sekarang” Suara perintah yang halus terdengar di sebelah kanan telingaku.

“Ngomongin apa sih kamu ini?”

Aku tidak tahu apa maksudnya dia berkata seperti itu. Dia masih memelukku erat, dekapannya hangat, mengelus punggungku dengan tatapan yang sayu.

Riki, pacar pertamaku yang setahun setelahnya dia meninggal.

~~~
Ini adalah cerita tentang seorang gadis yang belum lama melewati kehidupan sehingga hanya memiliki segelintir pengalaman.

Nama lengkapku Ayana Shahab, hidup di lingkungan keluarga kecil yang sederhana. Aku punya seorang kakak yang sangat mandiri namun memiliki karakter bertolak belakang denganku, Sakina adalah sosok gadis kecil yang berani dan tangguh.

“Hoshh..hoshh.. Tadi pertandingan bola volleynya menyenangkan ya. Lawan kita sangat kuat, hampir saja kita kalah” Ucapku sambil membuka baju olahraga

“Permainanmu selalu bagus, Ayana. Ketua tim yang sangat peduli pada anggotanya. Seandainya tadi kamu tidak memberi smash keras di akhir, beuh kita pasti akan draw dan kembali bermain lagi sampai 4 kali” Yona memperagakan gerak pukulan tangan ke bawah

“Haha.. bukan hanya aku tapi semuanya, kita bekerja sama dan berusaha semampu kita, benar kan?”

“Tapi tadi aku lihat kamu mengerak-gerakan tanganmu secara aneh, apa ada yang terjadi?” Tanya Sendy, dia sudah lebih dulu selesai mengganti pakaian

“Kerasa sakit di lengan kanan. Mungkin aku terlalu keras melempar bola, tidak usah dipusingkan” Jawabku, tersenyum

“Oh. Kalau ada masalah aku akan bantu mengobatinya”

“Tidak apa-apa Sen”

“Oke oke. Babak final kita yang menang, aku tidak bisa percaya bisa mengalahkan kakak kelas yang badannya gede-gede itu” Sendy membuka loker, mengambil sepatu

“Hadiah perlombaan katanya mesti diambil oleh pihak dari kelas pemenang” Tambah Yona

“Kita aja yang datang ke panitia, kasihan Ayana kecapekan”

“A-aku sungguh tidak kenapa-kenapa, Sendy―”

“Stt.. udah kamu mendingan pergi ke kelas, istirahat sebentar sebelum kita pulang. Setelah aku dan Yona menerima bingkisan hadiahnya, kita akan ke kelas untuk menjemputmu”

“Ya udah kalau gitu”

Yona dan Sendy  keluar dari ruang ganti

Aku masih duduk di lantai. Memutar-mutar tulang lengan atasku “Hah― besok juga pasti tidak akan sakit lagi”

***
Semakin hari rasanya tubuhku semakin berubah, beban yang seharusnya ditumpu oleh dua sisi lebih mendominasi ke kanan. Aku mencoba untuk berfikir positif. Sampai suatu hari Sakina melihatku aneh, bertanya “Nee, Ayana punggungnya besar sebelah?”

Aku tidur sekamar dengannya, dia melihatku keluar dari kamar mandi masih menggunakan handuk putih. Kalimat darinya selalu terngiang di kepalaku, aku melihat diriku sendiri di depan cermin.

“Hm, dibagian depan tidak masalah” Aku memeriksa seluruh bagian tubuhku dari ujung rambut sampai ujung kaki, kubalikkan tubuhku membelakangi kaca. “Eh―” Benar apa yang dikatakan Sakina, punggungku yang sebelah kanan membesar. Apa ini memar? Tidak mungkin seperti ini bentuknya, memar pasti warna ungu karena darah membeku. Saat membungkukkan badan tonjolan itu jadi sangat jelas, gerakan ini cukup sulit aku lakukan dari sejak kecil padahal sangat mudah bagi orang lain.

Di meja makan keluargaku berkumpul untuk makan malam. Faisal juga ada di rumahku sekarang, dia bersekolah di SMK48 tempatku belajar, sementara waktu dia meninggalkan paman Hizashi yang tinggal di kampung.

“Ayah, aku merasa tubuhku tidak seimbang saat duduk dan berjalan” Beberapa minggu menepis pertanyaan yang muncul dalam benakku, aku memutuskan untuk bercerita pada ayah.

“Kamu sedang sakit, Ayana?” Tanya Faisal. Dia sedang melahap sayuran dan kacang kedelai buatanku

“Aku merasa sehat, tidak pusing ataupun flu”

“Mungkin kamu kurang tidur. Ayah sudah bilang untuk tidak terlalu larut malam kalau belajar” Ayahku memang sering berceramah jika aku masih membaca buku pelajaran sampai puluhan bab di jam malam.

“Punggungku tidak rata..” Aku ragu mengucapkannya

“Apa maksudmu?” Faisal berhenti sejenak, menghentikan aktifitasnya yang sedang makan

“Besok kita akan cek ke dokter supaya tahu apa yang salah dengan tubuhmu” Ayahku menatap intens padaku, terlihat satu wajah kekhawatiran

“Iya ayah”

Sehari setelahnya aku pergi ke sebuah klinik terdekat dengan rumah. Disana ada salah satu guruku yang sempat mengajar di SMK48.

“Oh, Ayana Kamu sudah besar ya sekarang.” Sambutan pertemuan diucapkan oleh Melody

“Bu Melo bekerja disini?”

“Iya. Aku dipindah-tugaskan ke klinik karena kekurangan dokter. Oya kamu sakit apa?”

Kutatap wajah Ayahku sebentar, dia hanya berkata “Ceritakan saja, jangan malu”

“Begini Bu. Aku merasa tulang punggungku tidak beres, punggung bagian kanan lebih menonjol”

“Coba sini aku lihat” Melody berpindah tempat “Berdirilah dan buka pakaian atasmu”

Aku menuruti perkataannya. Ayahku pergi ke luar ruangan sebentar atas pintaku, karena aku tidak mau dilihatnya tanpa pakaian.

“Ayana, apa dulu kamu pernah jatuh?” Suara yang keluar terdengar kaget

“Sering sih, aku pernah jatuh dari pohon mangga dan ayunan. Kenapa bu?”

“Pakai lagi bajumu” Dia mengambil buku-buku dari rak yang tersusun di dekat jendela ruangan

“Ini adalah skoliosis, kelainan pada tulang belakang sehingga membuatnya bengkok ke salah satu arah, kanan atau kiri. Pembengkokan ini bisa disebabkan karena genetik, kecelakaan yang membuat trauma pada tulang, kebiasaan duduk yang tidak benar dan otot yang lemah. Beberapa dari penderita tidak diketahui penyebabnya apa.”

Aku pernah mendengar kelainan itu saat belajar ipa. Tapi aku tidak bisa membayangkan ternyata benar-benar ada bahkan itu terjadi pada diriku sendiri.

“Apakah ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit ini, dok?” Tanya Ayahku

“Ini bukan penyakit tapi sebuah kelainan, tidak ada obat atau cara apapun yang dapat menyembuhkannya. Derajat kelengkungan akan semakin bertambah sejalan dengan pertumbuhan tulang dan bertambahnya usia” Melody memberi satu buku bersampul merah padaku “Bacalah, disana ada banyak penelitian dan pengetahuan tentang skoliosis”

“Lalu bagaimana cara untuk menghentikan derajatnya? Bukankah jika derajat itu semakin besar maka tulang Ayana akan semakin membengkok?”

“Benar. Jika derajatnya belum sampai 40 dia bisa menjalani chiropatic atau exorcise khusus penderita skoliosis untuk menguatkan otot punggung supaya lambat bertambah derajat, pilihan lainnya adalah memakai brace besi untuk menyanggah punggung supaya tetap tegak. Tapi jika sudah lebih dari 40 derajat jalan satu-satunya adalah operasi tulang belakang, memasukkan besi spin dan baut supaya tulangnya tidak kembali membengkok. Derajat dari skoliosisnya bisa dikoreksi bahkan berkurang beberapa puluh derajat namun tidak lurus sempurna seperti manusia normal karena jika dipaksakan akan menyebabkan kematian” Jelas Melody

‘Mati?’ Aku tidak mau berkata apapun, cukup hanya mendengarkan kalimat dokter yang sudah menyesakkan dada

Ayah merangkul bahuku, menguatkan.

“Operasi tulang belakang termasuk operasi bedah besar yang pastinya memiliki beberapa resiko, tapi hasilnya tidak diragukan lagi akan memberi perbedaan jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku lihat Ayana belum terlalu parah sekarang, saranku lakukan renang beberapa kali seminggu supaya otot dan tulangmu kuat, semangat Ayana” Dia tersenyum memberi dukungan padaku

“Kamu dengar Ay, kamu pasti bisa melewati semua ini”

~~~
Aku memutuskan untuk memakai brace besi yang sangat pengap dan berat dipakai selama 23 jam sehari. Awalnya terasa ripuh, tidak nyaman dan memalukkan, tubuhku seperti sebuah robot yang berkulit daging. Hari-hari di sekolah yang dulu normal sekarang berubah drastis.

“Hey lihat dia pakai jaket panas-panas gini”

“Tubuhnya kok gede banget, dari dulu Ayana kan kerempeng”

Mata setiap orang berpusat padaku, koridor yang tehubung dengan kelasku terasa sangat jauh padahal dulu aku bisa melewatinya hanya beberapa menit saja.

“Ayana… kamu sudah masuk sekolah lagi nee. Udah baikan?” Tanya Wardana, sahabatku. Pria yang selalu tersenyum riang dan patah semangat

“I-iya, War. Aku ketinggalan beberapa materi, nanti bisa minta tolong pinjam bukumu?” Kusimpan tas ranselku ke kolong meja

“Ah, catatanku tidak lengkap, tulisanku juga jelek seperti cacing kepanasan” Dia menolak permintaanku karena malu. Wardana memang nakal dan sering membolos saat jam pelajaran

“Makannya udah kelas tiga yang serius belajar jangan main game terus” PLAKK. Sendy menampar kepala belakang Wardana “Aku punya catatan beberapa materi kemarin, kamu mau pinjam?” Tawar Sendy

“Hai! Terima kasih banyak, Sen..”

“Dengan senang hati, temanku yang baik” Ujung bibirnya menaik

Tidak kusangka mereka masih mau berteman dengan orang ‘cacat’ sepertiku.

Di sekolahku tersedia satu kolam renang di dalam ruangan dekat gymnasium. Aku menyempatkan diri untuk berenang sendiri disana karena murid-murid bebas menggunakannya kapan saja.

“Sudah sore, tapi tanggung kalau aku pulang setelah masuk ke kolam renang” Cetusku. Aku memang selalu pergi sendiri karena tidak mau punggung cacatku ini dilihat oleh banyak orang apalagi oleh temanku

Air biru pantulan keramik tumpah ke sisi kolam. Aku masuk ke dalam air, menggerakkan tubuhku yang cukup lihai di cabang olahraga satu ini, berharap tulangku bisa lurus setelah beberapa bulan melakukan terapi renang.

1 Jam tanpa henti aku berenang dari start sampai ujung kolam, lenganku sudah tidak kuat mengayuh air, punggungku protes menimbulkan rasa pegal yang luar biasa. Pasokan oksigen dalam paru-paru menurun.

‘Celaka! Aku tenggelam’

Kolam yang luas itu memiliki kedalaman 3 meter. Tubuhku semakin menenggelamkan diri tertarik gravitasi bumi.

‘Ya Tuhan, jika aku mati disini aku tidak ingin menjadi hantu sekolah. Aku rela mati karena tidak ada gunanya juga aku hidup dengan ketidaksempurnaan yang ada pada tubuhku’

Kututup mataku, kurelakan tubuhku masuk semakin dalam ke kolam. Tidak ada yang akan menolongku disini, sendiri..

JEBURR.. Seseorang masuk ke kolam tergesa-gesa. Untuk apa dia disini? Dia bergerak sangat cepat dalam air seperti perahu yang ditambah motor super jet.

“Hey bangun, hey..” Dia menepuk-nepuk pipiku.

Seperti yang pernah diajarkan oleh guru hal yang dilakukan untuk membantu menyadarkan orang tenggelam adalah menekan perutnya supaya air yang terminum bisa keluar.

“Euh.. euh..” Dia perlahan menekkan perutku dengan telapak tangannya yang besar

“Kamu masih belum sadar juga” Dia belum menyerah untuk membantuku

“Terpaksa..” Dia mengangkat sedikit leherku, memberi udara tambahan kedalam mulutku.

Beberapa menit kemudian aku merasa mual, ingin muntah. Mimpiku yang tadi sangat gelap sekarang terlihat sangat terang.

“Uhukk― uhukk―” Aku mencoba untuk membangunkan tubuh ke posisi duduk.

“Syukurlah. Masih sakit?” Tanya pria itu

“Ka-kamu siapa? Aku tadi kenapa?” Masih linglung setengah sadar

“Aku datang kesini untuk berlatih renang tapi pas masuk aku lihat kepala orang ada di dalam air” Dia mengambil tas ranselnya dari tepi

“Hah aku tenggelam?”

“Cepat ganti baju sebelum kamu masuk angin” Dia menutupi tubuhku yang hanya memakai baju renang tipis dengan handuk berlambang kipas.

“I-iya. Makasih~” Aku segera berlari ke ruang ganti

~~~
“Ayana, kamu tidak ikut pelajaran olahraga?” Tanya Sendy yang akan meninggalkan kelas

“Tidak, mulai sekarang dokter melarangku melakukan olahraga berat” Jawabku lemas

“Kenapa? Padahal dulu kamu paling jago di semua cabang olahraga mulai dari basket, volley, lari marathon, lompat jauh..”

“Yang bisa aku lakukan hanya berjalan” Kupotong kalimatnya yang terlalu melebih-lebihkan

“Ayana.. apa separah itukah penyakitmu?”

“A-ah, hanya tidak boleh olahraga saja kok. Ini tidak separah penyakit AIDS atau kanker, kamu tidak perlu khawatir. Sudah pergi sana, nanti guru Bambang marah” Aku menyuruhnya untuk pergi meninggalkanku sendiri

“Bener nih?”

“Iya, kamu seperti yang tidak hafal sifatku saja Sen”

“Baiklah. Istirahat saja Ayana sampai pelajaran selanjutnya” Sendy melambaikan tangan perpisahan

Membosankan, aku tidak bisa loncat-loncat seperti saat masih kecil. Tiba-tiba wajah pria kemarin terlewat dalam pikiranku. ‘Aku lupa menanyakan siapa namanya, dia pasti murid di sekolah ini juga’

Karena sangat jenuh tinggal sendiri di kelas kosong, akhirnya aku berjalan-jalan menghirup udara segar pagi hari melewati beberapa koridor. Sesekali menengok ke dalam kelas lain, melihat aktifitas belajar mereka dari balik jendela.

“Dia..” Aku ingat rambut yang mencuat-cuat ke atas membentuk potongan rambut raven. Aku mendekatinya yang sedang duduk di kursi taman

“Permisi.. kamu yang kemarin menolongku, kan?” Aku langsung bertanya padanya yang membelakangi wajahku

Dia menoleh “Oh kamu. Iya itu aku” Dia bergeser “Duduklah”

“Iya.” Jawabku pendek. Aku duduk disamping kirinya

“Bukannya sekarang jadwal olahraga untuk kelas 3-A?”

‘Darimana dia tahu kelasku?’ Tanyaku dalam hati “A-aku tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga karena punggunggku―” Berhenti, aku tidak mau mengucapkannya ke orang asing yang baru saja aku kenal

“Punggungmu kenapa?” Saiko menengok ke belakang tubuhku

“Ngga kenapa-kenapa.. hehe”

“Itu pakai brace, pasti ada kelainan” Ucapnya ringan

“Hey, aku jadi ta-takut sama kamu” Aku berdiri menjauh

“Kenapa takut? Aku bukan alien atau hantu”

“Ka-karena kamu selalu tahu tanpa diberitahu. Kamu tahu aku kelas 3-A dari siapa dan tentang punggunggku..”

“Haha.. aku ketua OSIS di sekolah ini tahun kemarin jadi pasti tahu wajah-wajah murid kelas lain meskipun tidak saling mengenal. Duduklah, kita bisa mengobrol sebentar”

‘Tampangnya sih baik’ Aku masih tetap menapaki rumput “Namamu siapa? sejak kemarin kita kenal tapi tidak saling memberitahu nama”

“Saiko Syujin, salam kenal. Kamu Ayana, ka?”

“Tuh kan belum juga dikasih tahu” Bibirku mengerucut

“Kamu lucu sekali sih, pipimu makin mengembang kalau manyun seperti itu” Saiko tertawa lepas

“Jangan tertawa, ngga lucu” Aku berjalan pergi meninggalkannya karena marah

“Tunggu, Ayana” Saiko berlari kearahku “Sore ini bisakah kita pulang bareng?”

‘Apa-apaan sih dia? Pasti seorang paparazzi nyasar dari amerika’

“Gimana? Boleh atau tidak?” Saiko mengambil tanganku sambil memohon

“Terserahlah..” Kulepas genggaman itu

“..”

***
“Ayana ajarin aku matematika  bab 11 ya, ada yang masih tidak aku mengerti”Yona menahan balpoinnya diatas kepala, wajahnya terlihat kebingungan

“Boleh. Tapi nanti besok saja, aku harus pulang dulu. Sampai jumpa besok, Yona! Bye bye..”

“OKE..”

Sambil berjalan aku membaca buku tebal materi pembelajaran yang baru saja dijelaskan oleh Pak Hatori.

“Rumusnya yang ini berarti―”

“KEJUTAN!!!” Seseorang mengagetkan tubuhku dari belakang

“Jangan menyentuh punggungku!” Aku membalikkan wajah, tambah kaget melihat sosok dibelakangku

“Eh, maaf. Aku tidak sengaja”

“Kamu lagi, hadeuh..” Mengambil nafas panjang

“Ada yang ingin aku beritahu padamu” Dia mengekorku dari belakang

“Tentang apa?”

“Waktu kamu tenggelam kemarin, aku terpaksa harus menciummu untuk memberi nafas buatan, sepertinya kamu tidak akan sadar tentang itu”

“WHAT?!” Kuhentikan langkah kakiku “Kamu bilang menciumku?”

“Iya”

BUKKK.. Pipi kanannya aku tinju dengan kepalan tanganku “Berani-beraninya kamu mencuri bibirku, aku belum pernah kissu dengan orang lain bahkan dengan almarhum pacarku!”

“Aww.. seharusnya kamu berterima kasih karena sekarang masih bisa hidup karenaku. Kamu malah menonjok seenaknya” Bentak Saiko

“Kamu tidak perlu menolongku kemarin, aku ingin mati saat itu”

“Jadi kamu mau bunuh diri di kolam renang?” Tanya Saiko, mengelus pipinya yang sekarang memerah

“Tanganku keram tidak bisa mengayuh di tengah kolam. Lebih baik aku mati karena hidup pun percuma saja, buang-buang waktu dengan tubuh abnormal seperti ini” Aku menunjukkan jariku ke brace yang aku pakai

“Kamu penderita skoliosis kan? Jangan menyerah pada keadaan”

“Aku tidak suka menyerah, aku hanya tidak mau menyusahkan ayahku..” mataku terasa panas ingin sekali mengeluarkan air mata

Saiko menarik tubuhku ke dalam dekapannya “Banyak yang sedang sekarat ingin hidup tapi kamu yang masih bisa hidup ingin mati. Manusia yang paling malang adalah mereka yang tidak mau mensyukuri pemberian Tuhan”

Sejenak perkataannya masuk akal “Lepaskan” Aku mendorong tubuhnya sampai menjauh “Aku bilang jangan menyentuh punggungku”

“Kamu sensitive sekali diraba dibagian punggung saja udah marah apalagi dibagian tubuhmu yang lain”

“Stt.. brisik!! Dasar otak cabul!”

“Kamu nenek lampir, marah-marah aja”

Saking gemasnya aku menggigit bibirku sendiri. ‘Tenang Ayana, anggap saja dia seorang bayi berumur 6 bulan’ Mengusap dada

“Kamu malu dengan skoliosismu?” Tanya Saiko, sangat tebal

“Ya, aku malu. Aku wanita cacat, siapa yang mau dekat denganku”

“Hn, jadi kamu tidak percaya diri dengan tubuhmu?”

“Kenapa sih kamu banyak tanya, cerewet”

“Aku mau jadi pacarmu” Tegas Saiko, mata onyxnya mengisyaratkan isi hati sebenarnya

“Haha.. lelucon mu ga lucu, garing”

“Aku menyukaimu, Ay. Sejak aku mencium bibirmu”

“Arrgggh… aku jijik mendengarnya” Kututup kedua telingaku, aku masih keras kepala tidak akan percaya pada pria berkepala pantat ayam ini

“Kamu berkata begitu karena tidak tahu rasanya berciuman, mau kita praktekkan?”

“Saiko Syujin! Berhenti ga, atau aku teriak maling”

“Aku akan berhenti ngomong sampai kamu jawab YA”

“Ya!”

CUPH.

‘Saiko.. saiko.. jangan membawaku lebih jauh lagi’ Tanpa sadar aku menutup mataku

“Hem, Ayana kamu belum mahir berciuman” Ucap Saiko setelah beberapa kali melumat bibir kecilku

Aku menutup mulut dan berjalan cepat ke depan, wajahku memerah seketika

“Aku tahu kamu tidak akan menolak ciumanku” Saiko menarik tas gendong yang mengait di lenganku

Mencuri kembali satu ciuman singkat namun padat dan jelas dilihat oleh orang sekampung yang sedang berlalu lalang dijalan

“Gimana rasanya, manis kan?” Wajah Saiko menyeringai “I love you, Ayana. Do you love me?”

Aku berlari, tidak sadar bahwa brace menempel dibadanku, aku punya skoliosis yang jangan sampai semakin parah karena berlari.

Di rumah..
“Sial!” Aku menggerutu sepanjang jalan menuju kamar

“Ayana, kamu kok baru pulang? Faisal udah dari sejam yang lalu sampai di rumah” Ayahku sedang menonton berita di ruang keluarga, melihat wajah kusutku seperti baju yang belum disetrika

“Ada badai di jalan”

“Badai?” Matanya mengecek ke luar jendela. NGIK NGIK.. “Cuaca cerah kok dibilang berbadai”

~~~
Berangkat sekolah di pagi buta supaya tidak bertemu dengan pria jadi-jadian ayam itu. Kelasnya berbeda dua ruangan dengan kelas 3-A yang pastinya membuatku harus melewatinya sebelum menuju ke ruanganku

“Ah, gerbangnya masih dikunci?” Jam 6 pagi, jalanan masih sepi. Matahari belum sepenuhnya muncul dari arah Timur.

“Penjaga sekolahnya gimana ini, ga rajin banget”

Aku duduk di trotoar tepi jalan, membuka buku pelajaran sambil menunggu gerbang dibuka.

“Hari ini katanya guru Hatori akan membahas kisi-kisi soal ujian sekolah..”

“Tidak seperti biasanya ada murid yang datang jam segini” Terdengar suara yang sudah beberapa hari ini mengisi telingaku

“He-hey, kamu kok a-ada disini?”

“Aku yang pegang kunci sekolah, jadi harus datang lebih awal dari murid lain. Tapi kamu mengalahkanku hari ini, darling” Saiko mengambil kunci dari saku celananya

“Darling?! Dadar guling kali, haha..”

“Kita kan sudah resmi pacaran kemarin, panggil aku ‘honey’ ya Ay” Dia membuka pintu gerbang dan mempersilahkanku masuk duluan “Doozo..”

“Hih, lebay” Aku pergi jauh darinya

“Darling sudah sarapan?” Tanya Saiko, berteriak dari luar teras

‘Tuh dia tahu juga kalau aku belum sarapan, makhluk apa sih dia?

 “Kita makan dulu di taman, aku bawa banyak tomat di tasku”

Aku berhenti, kembali berjalan mundur kearahnya “Makan tomat di pagi hari bukan adat Indo bodoh!”

“Kalau kamu tidak mau memakannya, aku minta suapin aja” Matanya mengedip beberapa kali

Terlintas satu ide “Ah― oke oke. Kamu duduk”

Saiko segera duduk ditempatnya, muncul ekor bergoyang-goyang di belakang tubuh.

‘Aku akan mengerjaimu di depan banyak orang supaya tidak ada lagi yang menerimamu sebagai ketua OSIS’ Ucapku dalam hati

“Nih,, ambil” Kulempar satu buah tomat ke udara

Saiko menangkapnya dengan mulut.

“Hebat. Sekali lagi..”

“Eh Saiko kok jadi kayak orang bodoh seperti itu” Naomi dan kawan-kawan se geng baru sampai di gerbang sekolah

“Dia diperlakukan seperti seekor anjing”

‘Haha.. rasain tuh, Saiko!’

Saiko sekarang bersikap cool lagi, kembali ke keadaan semula. Membuka kerah kemejanya, merancung-rancungkan rambut hitamnya

“Wah, Saiko kakkoiii!!!” Penilaian Naomi kini berubah

‘Sebentar, kalian tadi bilang kalau saiko aneh sekarang malah―”

“Ohayou Naomi, Kinal, Rona” Saiko memasang wajah so cute di depan mereka

“Ohayou Saiko.. Ganteng banget sih hari ini”

“Dia memang setiap hari selalu tampan, benar kan?”

“He-em” Kinal mengangguk

Aku benci melihatnya yang digilai para wanita.

Di jam istirahat para siswa berkumpul di sisi lapangan basket. Anak-anak yang masih di kelas melihat satu pertunjukkan dari jendela, berteriak sorak sorai.

“Ayana, kesini! Kamu harus lihat..” Sendy menyeret tanganku untuk ikut bergabung bersama mereka

“Ngga mau, kalau ada piring terbang UFO turun ke sekolah kita, baru aku akan lihat” Bantahanku yang sangat kekanak-kanakan

“Ini lebih dari gemparnya melihat UFO. Ayo cepat” Sendy masih memaksaku

Sampai akhirnya aku kalah

“Geser sedikit, permisi” Sendy membantu memberi jalan dikerumunan banyak orang

Terlihat disana Saiko membawa kertas bertuliskan ‘私は日向が大好き’ (Watashi wa Hinata ga Daisuki)

“SAIKO BodoHHH!” Aku mengambil kertas itu dari tangannya

“Jangan dirobek, aku sungguh menyukaimu sejak pandangan pertama” Saiko kembali merebut canvas besar dari tanganku

“Cie cie―” Sorak para murid yang melihat

“Kamu membuatku malu!”

“Biar orang lain tahu bahwa Ayana adalah milik Saiko”

“Tapi ngga gini juga caranya.. kamu tahu, aku cacat, aku tidak cantik dan tidak sempurna” Air mataku mengalir mengingat kelainanku

“Kata siapa kamu cacat? Kamu spesial, Ayana. Aku melihat kekuranganmu, tapi kamu yang paling sempurna bagiku”

Aku diam, apakah yang dia ucapkan bukan sebuah omong kosong atau hanya rayuan pria playboy saja

“Terima cintanya Ayana..” Sorak Yona dan Sendy

“Terima.. Terima.. Terima..”

“Aku cinta pada Ayana seutuhnya bersama kekurangannya” Saiko memelukku di depan umum

“KYAAAA~~” Para fans Saiko jingkrak-jingkrak ingin dipeluk juga

“Aku tidak bisa jatuh cinta se-ekspres yang kamu rasakan”

“Kita bisa lebih dekat, hanya menunggu waktu” Saiko meniup lubang telingaku

“Hihi, geli―” Tawaku, cekikikan

“Kamu spesial bagiku..”

Dear diary
Ricky, akhirnya aku tahu kenapa kamu memintaku untuk selalu minum susu. Karena tulangku, ya kan? Aku pasti akan menepati janjiku untuk menjaga tulang belakang ini meskipun tak sempurna seperti yang lain, tapi sekarang ada Saiko yang menopang setengah bebanku sehingga tulangku tidak rewel lagi pada takdir, dia yang mengalihkan semua kegelisahanku menjadi sempurna.
I miss you my first love, and thanks for the miracle


THE END

Ditunggu Kritik dan Sarannya J Thanks for read

By : Admin Natalia Fans

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Wardana Kaneki - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -