Tugas PTIK

Archive for Agustus 2014

Fanfiction JKT48 : Dimana Kamu Veranda

Dimana Kamu Veranda
Inspired by @VeJKT48 / Jessica Veranda



...

"Semakin dewasa Natalia tambah kawaii neh" Goda Yukiko, dia menatap ke arah Natalia yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.


Natalia adalah seorang gadis berambut hitam mengkilap, dia selalu memakai aksesoris tambahan di rambutnya baik itu bando, jepitan atau dikuncir dua.


Di perjalanan saat menuju Sekolah, Natalia bercanda kecil dan mengobrol dengan teman sekelasnya. Tahun ini sudah memasuki semester terakhir untuk kelas 3 Sekolah Menengah Pertama Sudirman.


"Ahaha.. aku tidak pernah berfikir seperti itu" Balasnya, tersenyum tipis


"Pasti Natalia udah punya pacar kan? Hemm"


"Be-belum tuh, sampai saat ini tidak ada satupun pria yang dekat denganku"


"Masa? Tapi kamu kelihatan akrab sekali dengan Ricky, hah.. *sigh* Dari penampilan sudah cocok, sekelas juga iya, setiap hari pulang bareng, apa lagi yang kurang coba?" Yukiko memutar otaknya untuk berfikir keras


"Kami berdua sebatas teman saja"


Jalan tanjakan untuk menuju sekolah perlahan membuat nafasnya tersengal-sengal ditambah pula dengan topik pembicaraan 'berat' yang membuat dadanya sesak.


"Ricky sangat populer di sekolah tapi tidak pernah ada gosip punya pacar, yang cocok dengannya hanya Natalia. Hehe"


'Aku juga berpendapat sama, hanya aku yang tahu kebiasaan Ricky, hanya aku yang selalu berada di dekatnya, hanya aku yang ada di depan matanya..'


Natalia pov


Kelas 1 SMP aku mencoba untuk bergabung dengan banyak klub di sekolah untuk memperbanyak teman karena aku tidak ingin merasa kesepian dan dikucilkan. Belajar memakai make-up dari majalah, berdandan dan modis. Aku puas nama Natalia bisa terkenal sampai ke kelas 3 ketika aku mendapatkan juara lomba kostum se-Sudirman. 'Kamu cantik sekali memakai kostum pengantin tadi' - 'Tidak kusangka ada juga adik kelas termanis sepertimu, Natalia' dan blablabla~


Aku pikir mereka tulus untuk berteman denganku namun kenyataanya adalah TIDAK.


"Hiks.. hiks.. a-aku kecewa karena dia merebut Shinichi dariku.." Suaranya terpatah-patah karena sesegukan.


"Ha? kamu bilang cowokmu digaet oleh Natalia?" Mata Yona membulat penuh.


Natalia hendak masuk ke dalam kamar mandi tapi langkahnya terhenti saat dia mendengar namanya disebut oleh seseorang. Dia mencoba mengambil suara-suara itu dengan telinganya secara seksama. Berdiri di samping tembok, menempelkan daun telinganya


"Iya, jam istirahat tadi dia meminjam buku PR Shinichi sambil pegangan tangan lama banget. Natalia munafik, dia tidak ingin menjalin hubungan dengan pria lain demi keteranan dikelilingi oleh para siswa..hiks" Ayana menceritakan jelas pada Yona, tubuhnya kini dipeluk. Air mata mengalir deras dari kedua kelereng matanya.


"Kita dekat dengan Natalia karena setiap ada kerja kelompok para murid cowok mau melihat kita. Sekarang aku tidak ingin berteman dengannya lagi bisa-bisa pacarku juga direbut"


Dalam hati aku bersyukur bisa tahu niat buruk kedua wanita itu tapi disisi lain aku marah, siapa yang ingin dipuja-puja oleh pria? Mereka sendiri yang menggodaku, kalian salah paham dan aku juga terlalu berharap menerima arti teman dari kalian.


Kakiku terasa ringan menjauh dari tempat itu, aku menangis. Perasaan wanita benar-benar rapuh, senyuman yang selalu aku berikan hanya perisai belaka, aku ingin mereka tidak pernah menemukan kekurangan sekecil apapun yang ada pada diriku.


Sampai di kelas aku duduk di bangku, sendiri. Bebas mencaci maki dan mengeluarkan semua unek-unek dalam hati.


"BODOH! kalian pikir lebih cantik dariku?Shinichi anak membosankan itu ga selevel dengan seleraku" Dicabik-cabik roti buaya yang dia beli dari Jakarta :p


Kesal, aku ingin memukul seseorang.


SREG..


Seorang pria berambut raven berpakaian baju olahraga baseball membuka pintu kelas.


"Eh.." Natalia menoleh kaget


Pria itu mematung di lawang pintu "Daijobu ka?" bertanya seraya membuka topi yang menempel di kepalanya.


"Ricky.. Haiii" Natalia menyunggingkan senyuman 'Aku malu!' "Ada keperluan apa Ricky ke kelas, bukannya sedang latihan main baseball?"


"Iya, a-aku ingin mengambil barangku yang ketinggalan" Tubuhnya kini bergerak ke arah bangku paling ujung di kelas, di sisi jendela. Tangannya mengodok kolong meja mencari sesuatu "Ahaha, ternyata benar lupa tidak dibawa tadi"


DEG. Dadaku berdegup kencang, dia sangat baik padaku meskipun make-up di wajahku luntur akibat air mata.


"Na~ aku akan kembali ke lapangan, kamu yakin baik-baik saja?" Ricky terlihat khawatir, dia memang selalu bersikap baik pada siapapun yang berada disekitarnya


"Hem" Aku mengangguk


"Hn, baiklah kalau begitu. Jaaa~"


Kini dia sudah keluar dari ruangan, aku bodoh. Kenapa tadi aku tidak bilang aku sedang dalam masalah


Suara pintu digeser terdengar untuk kedua kalinya "Natalia, kamu tidak apa-apa kan?"


Ricky menghampiriku, dia bahkan menghiraukan pertandingan baseball antar kelas yang sedang berlangsung untuk menemaniku. Mataku semakin terasa panas, aku tidak bisa menahan jeritan yang ingin aku keluarkan.


"HUAA..."


"Nat-Natalia tenanglah."


Sejak saat itu pikiranku hanya tertuju pada satu orang yaitu Ricky Levi. Haha.. aku beruntung, dia memperlakukanku berbeda dari wanita lain.


"Rick, apa tidak masalah jika kita berdua pulang sekolah bersama? A-aku ingin dibonceng dibelakang sepedamu" Permintaanku selalu dia kabulkan.


Satu tahun berlalu tidak ada perubahan yang signifikan, dia masih tetap ramah, membuatku semakin jatuh hati padanya. Cinta yang belum pernah aku utarakan sampai sekarang, aku belum berani mengatakan hal itu karena hubungan kita yang sudah sangat dekat tidak ingin hancur hanya karena perasaan terpendamku.


"Tidak, tidak mungkin.."


Apa yang sedang dia lakukan bersama wanita kampungan itu? Ricky tersenyum lebar saat di dekatnya, dia tak pernah menampakkan kegembiraan dihadapanku!


Ricky berjongkok didepan bangku teman sekelasnya saat sore hari setelah pelajaran selesai. Anak sulung keluarga Miharja yang baru saja mendaftar di kelas 2-C sebagai murid pindahan baru duduk disebelah bangku Ricky. Namanya adalah  Veranda, dia belum pernah berbicara pada siapapun meskipun sudah 3 minggu berlalu belajar di Sudirman SMP


Aku sudah membulatkan tekad, tidak ada waktu lagi sampai Ricky berpindah ke lain hati.


"Ricky aku ingin berbicara sesuatu"


"Hn?" Dia menurunkan kaki dari pedal sepeda.


Hari terakhir bisa berada di sekolah SMP Sudirman aku manfaatkan untuk berterus terang. "Aku menyukaimu, Rick!" Suara lantang dan keras pasti bisa didengar oleh obyek. Kupejamkan mata karena tak ingin melihat ekspresi yang dia buat setelah mendengar pengakuan ini.


'Kenapa kamu diam? jawablah!' Dengusku dalam hati.


Tap tap tap


Kaki teguh itu berlari ke depan, GRAP. Kurasakan tubuhnya menggapaiku dan memelukku erat


"Maaf Nat. Aku tidak bermaksud membuatmu jatuh cinta padaku, aku melakukan kebaikan untukmu karena aku peduli padamu, sebagai sahabat"


Tangannya terasa bergetar, aku bisa merasakan itu dibalik punggungku.


"Nah~ buka matamu" Suruh Ricky perlahan melepaskan pelukan hangatnya


Kutarik kelopak mata, terlihat wajah bercahaya dari hadapanku


"Jangan menangis lagi, Nat.."


Bagaimana bisa aku tidak menangis karena kalimat yang kamu ucapkan membuatku semakin ingin menarikmu kedalam pelukanku lagi?


"Akankah kita tetap dekat setelah festival pelepasan murid kelas 3 nanti?"


Ricky menggaruk belakang kepalanya seraya berkata "Tentu, karena kita berteman. Sou, sudah sore mari kita pulang"


"Tidak. Aku masih ada keperluan lain, bye bye" Tersirat senyum kebohongan yang sudah beratus kali aku lakukan



***
"Le-lebih baik aku tidak memberikannya sekarang"

DING DONG DING DONG DING DONG


Suara lonceng tanda bahwa pelajaran akan dimulai.


Fx SMA tahun 2011. Veranda melanjutkan ke sekolah umum di daerah Jakarta, dia akan lebih leluasa berbicara pada beberapa orang yang saat SMP dulu satu sekolah dengannya. Veranda bukanlah tipe orang yang mudah bergaul, dia gadis pemalu dan irit mengeluarkan kata-kata serta suara gagap adalah khasnya. setelah besar nanti Veranda cocok menjadi istri admin :p


Pagi tadi dia berdiri mematung di depan gerbang menunggu seseorang. Kegalauan muncul dari wajahnya, menengok kesana-kemari namun pria yang ditunggu tak menapakkan batang hidung.


Sepucuk surat yang dia tulis memakan waktu 6 jam untuk berpikir kini sudah diberi sampul hati, tahap terakhir adalah memberikannya pada orang itu lalu semuanya akan selesai setelah mendapatkan jawaban. Tidak peduli dia akan diterima ataupun tidak namun yang pasti dia tidak bisa hidup dalam kebimbangan di tahun baru ini.


"Hah, kamu beruntung. Setiap kali aku mengajak Natalia berkencan hanya pukulan keras yang aku dapatkan, keesokan harinya aku pasti masuk rumah sakit penuh perban" Dede berjalan menyandarkan kepalanya ke lipatan tangan yang dikalungkan dibelakang kepala, seperti kebiasaannya


"Kamu terlalu cerewet, dia akan merasa tidak nyaman berada di dekatmu jadi menyerah sajalah" Ejek Ricky.


Mereka berdua mulai berteman setelah saling mengenal di upacara MOS (Masa Orientasi Siswa) beberapa waktu lalu.


Muncul Amarah disekitar tubuh si pirang "Bukan Dede Ko namanya kalau mengambil kembali ucapan dan menyerah begitu saja"


"Jangan banyak mengeluh kalau dia menggamparmu lagi" Ucap Ricky.


"Mungkin tipe sepertinya lah yang akan menyerah" Dede mendelik, mata saphirenya memutar saat melewati pintu gerbang


"Tipe seperti.." Ricky ikut menatap ke sudut taman


Dia tahu siapa orang yang dimaksud oleh Dede


"Selamat pagi ,Veranda" Si rambut raven malah mendekat, meninggalkan Dede yang tadi sejajar disampingnya


"Hey Ricky kamu mau kemana, pelajaran pertama hari ini adalah matematika dari guru Anko yang.."


"Pergilah duluan, aku akan menyusul" Lengannya diangkat lalu bergoyang 'dadah'


"Se-se-se-lamat pagi Rick" Suara Veranda mencicit saat mendapati kepala Ricky tengah berpusat padanya


BRET


Surat yang digenggam oleh Veranda diambil paksa "Hn, sebuah surat cinta, untuk siapa nih?"


Veranda was-was rahasianya akan diketahui. "T-tolong jangan dilihat isinya"


"Apa ini? Kamu bercanda. Haha.." Selembar kertas yang ada di dalam amplop telah dibaca, Ricky tertawa lepas


"Kenapa kamu tertawa?! Ap-apa ada yang lucu?"


Ricky berhenti terbahak, dia tidak bermaksud untuk mengejek surat itu.


"Kenapa?" Tangan Veranda menarik renda-renda roknya


"Dear Dede Koo, . Kamu pikir kalimat itu cukup untuk membuat pengakuan pada seseorang?"


"Hiks..hiks.."


"Boo-doh. Kamu sungguh bodoh berbeda saat kamu menghadapi ujian sekolah"


"Aku hanya tidak tahu apa yang harus aku tulis, Rick"


Mereka berdua hening sesaat.


"A-ano tolong jangan beritahu Dede kalau aku suka padanya" Veranda memohon, tanganya mengambil kembali surat cinta itu


"Untuk apa kamu terus membuntutinya kalau kamu tidak berani mengungkapkan perasaanmu?" Ricky mengadahkan kepalanya ke daun-daun rindang pohon besar


"Aku bi-bisa mati karena gugup saat aku berada di dekatnya"



***

Veranda pov

Tidak ada yang tahu kalau aku sering mengobrol dengan Ricky di belakang sekolah. Dia masih tetap populer meskipun sudah memasuki kelas 2 SMA. 2 Tahun di Fx High School aku bisa sekelas dengannya. Dia adalah orang pertama yang memperlakukanku dengan baik, membimbingku menjadi satu kepribadian berani walaupun tetap pemalu.


Suatu hari aku merasa perasaanku pada Dede semakin memudar, aku tidak dekat dengannya dan dia pun berbalas menjauh. Yang aku dengar dia sekarang berpacaran dengan Natalia, primadona sekolah. Hah, aku tidak akan bisa bersaing dengan tampang pas-pasan yang dianugrahkan oleh
Tuhan padaku .

"Ma-maaf aku boleh duduk makan siang disini?"


"KYAAAA~~"


Apa hal yang sudah aku lakukan, mengapa mereka ketakutan saat melihat wajahku?


"Jangan dekat-dekat, hantu!"


Begitulah sentak teman sekelasku.


"Maaf.." Kutundukkan tubuh serendah-rendahnya lalu berlari.


"Ihh, ternyata memang benar mata si Ve putih merah, menyeramkan" dino bergidik ngeri


"Tidak, kalau dilihat dari dekat matanya sangat bercahaya dan ada segaris warna lavender tanpa pupil" Ucap seseorang dari belakang


"Ricky.."


"Dia orang yang baik" Ricky membela Veranda, dia kembali pergi ke meja makannya di kantin


"Lho kok Ricky bisa melindungi hantu sekolah itu?" Berbisik ke telinga Dino


"Iya ya padahal mereka tak pernah saling berbicara di depan umum"


"Veranda, apa kamu nyaman dengan keadaan kita yang seperti ini?"


Ricky mengajakku bertemu di perpustakaan. Tempat yang paling kita sukai karena tidak ada suara berisik yang menggangu. Aku tahu berteman dengannya secara sembunyi-sembunyi pasti membuatnya merasa aneh, ini tidak wajar. Apalagi aku bisa sedekat ini dengannya karena perasaan cinta ku yang tak terbalaskan pada Dede.


"Bagaimanapun cara kita bisa saling berbicara belum pernah aku pikirkan terlalu serius, bukan masalah juga jika mengobrol hanya berdua saja dengan Ricky"


Dulu aku memanggilnya -kak karena dia tidak familier dalam lingkunganku. Seiring berjalannya waktu aku tak bisa membedakan panggilan untuknya karena dia tak berpaut jauh umur dariku, hanya 5 bulan.


Sambil membuka lembaran buku, dia membalas "Hn"


Dua huruf konsonan yang berhubungan erat dengan individual Ricky. Aku selalu tersenyum saat dia mulai tak bisa memilih kalimat lagi.


[Dalam kehidupan sehari hari Ricky belum pernah bertemu Veranda, cumin sekali itupun udah lama ^_^]

Rasa nyaman berada di dekatnya dan terlindungi dari sosok-sosok jahat yang memandangku sebelah mata, entah bagaimana ceritanya kita berdua bisa bersama sampai sekarang karena terlalu banyakhistory
 diantara aku dan dia.

"Kamu tidak pernah membicarakan tentang dobe lagi." Tutur Ricky, wajahnya ditahan oleh telapak tangan yang ditempel diatas meja


Aku tersenyum miris 'Jangan ungkit masa laluku, tolong'
 

Ricky mengerti apa yang ada dalam pikiranku "Veranda, apa kamu ingin tahu alasan aku selalu semangat mengawali hari untuk pergi ke sekolah?"


Aku menggeleng lembut.


"Karena kamu.."


'Apa yang sedang kamu bicarakan?'
 Alisku menaik "A-aku tidak mengerti"

"Kamu akan mengetahuinya oleh dirimu sendiri, kamu anak pintar" Lengannya mengacak-acak poni rapihku


"Uh j-jangan sembarang membuat kusut rambutku" Bibirku mengerucut


Kembali ke kelas, aku menyusulnya dari belakang karena jangan sampai orang lain sadar tentang hubunganku.


"Oi, Rick. Pak Aliando memintamu untuk menjadi ketua kelas. Tadi dia menyuruh untuk membuatkan data-data anggota pengurus kelas" Kinal menyapa. Dia saat ini menjadi sahabat dekatnya, mengganti posisi Dede yang berbeda kelas


"Ah, ini sangat mendadak. Dia bahkan belum memberitahuku kalau aku yang menjadi wakil kelas"


Siswa berambut ala nanas itu menepuk bahu Ricky "Dia mengandalkanmu"


"Baiklah"


Ricky berdiri ke atas altair *memangnya di gereja* di depan papan tulis. Menggebrak pelan memberi isyarat.


"Tolong kalian duduk di bangku masing-masing, aku akan menyampaikan satu pengumuman"


"Okeei! Ricky cocok menjadi pemimpin, auranya semakin kuat" Yona menyanjung teman pacarnya. Dia dan Nina adalah pasangan paling bersahabat sepanjang sejarah


"Bagaimana menurutmu, Ve?" Tanya Della.


"I-iya"


"Hah, kamu tidak sadar sedang dekat dengan bintang sekolah?"


Aku tidak sengaja pernah membocorkan kedekatanku dengan Ricky pada Della dan Yona. Mereka adalah teman terbaikku yang menerimaku apa adanya dan tidak takut pada tampang horor parasku.


"Iie" jawabku



"Karena ini masih awal semester, kita harus menyusun sistem kelas. Kuputuskan yang menjadi wakil ketua adalah Nina. Bagi siapapun yang rela hati menjadi bagian pengurus kelas, bisa acungkan tangan" Ricky begitu mantap berbicara, sangat mengesankan.

"Aku mau jadi seksi perpustakaan" Naomi berdiri mempersembahkan diri dengan senang hati.

"Oke. Selanjutnya?"

"Yang menjadi bendahara Della saja.." Ical mengeluarkan pendapat

"Kalau Della yang mengurus uang bakal dikorupsi sama dia, Della ikut bagian eksekutif saja" Timpal Ricky

"Uh, dia sok tahu sekali tentangku" Dengus Della, kesal "Apa saja boleh, aku akan senang punya kegiatan" Teriaknya

"Ano, aku ingin menjadi seksi kebersihan bersama Veranda.." Natsu dengan sikap kekurangan pasokan percaya diri mengangkat tangan kanannya

Natsu adalah siswa feminin yang mengagumi Veranda secara diam-diam. Dibalik tampang cupunya dia memiliki hati yang baik dan sensitif.

"N-natsu, beneran"

"Sip, bisa aku atur" Ricky memotong kalimat gelagapan Veranda yang tak kunjung selesai

"Santai saja,Ve. Kamu kan mirip ibu rumah tangga, pintar memasak lagi" Bibirnya menaik, aku jadi senang. 

***
Lonceng pulang sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Aku memutuskan untuk menetap sebentar disini, memulai berkebun.

Taman-taman yang dibangun di sisi luar kelas tidak terurus, tak ada yang mau mengurus lebih tepatnya.

"Pekerjaan ini akan aku selesaikan secepat mungkin sebelum keburu sore"

"Ve, kamu yakin bisa pulang sendiri?" Della dan Nina menemaniku, mereka duduk di kursi taman. Namun aku yakin mereka masih ada urusan lain yang mesti dilakukan.

"Hmp. Tidak akan lama kok, se jam lagi paling" jawabku

"Baiklah.. Kami pulang dulu"

"Byebye, Ve" Nina melambaikan tangan

"Dadah."

Sarung tangan karet berwarna kuning, peralatan untuk mengaduk tanah sudah siap.

"Aku butuh air, tanahnya keras"

Di kelas 2-B tepat dekat taman yang sedang Ve perbaharui, sesosok pria bermata onyx mengamati geral-gerik Ve. Sesekali wajahnya memunculkan senyuman tipis entah apa yang membuatnya begitu padahal Veranda tidak sedang melawak menjadi badut.

"Hn―"

'A-aku ingin berteman baik dengan mereka..'

Belum pernah aku temui gadis lugu sepertinya. Dia tidak seperti siswi lain yang setiap kali dekat denganku selalu heboh. Ku akui, aku menyukai paras merah merona di pipinya karena malu atau nalurinya ingin bergantung padaku.

Di tepi sungai Tamaka aku menemukannya sedang meraih sesuatu. Kakiku berlabuh sesaat.

"Kamu sedang apa?"

Dia menoleh, wanita yang cinta mati pada si dobe.

"B-bisakah kamu membantuku menolong anak anjing itu yang hanyut di sungai?"

Gosip yang beredar tentang Veranda 100 persen salah, dia bukan hantu jadi-jadian, dia terlihat bagai― malaikat

"Hai!"

Kerap kali aku berpapasan dengannya tanpa disengaja, itu membuatku penasaran.

"Yosh.. besok aku tinggal menanam benih tumbuhan obat dan bunga-bunga. Syukurlah.." Veranda menengok arloji di lengan kirinya "Tepat waktu hanya 1 jam" Dia bangun dari sikap jongkok, lalu berjalan menuju kelas untuk mengambil tasnya

Deg


Langkah kaki Veranda berjeda, dia terkesiap mengetahui seseorang masih ada di kelasnya.

"Ricky belum pulang?"

Dia memindahkan pandangannya dari arah jendela menuju asal suara yang memanggilnya.

"Aku menunggumu.."

Tangan Veranda gemetar, isi pikiran menjadi buyar. 'Sejak kapan aku merasa
 nervous di dekat Ricky?'

Ricky hafal bahwa Veranda kini lebih canggung untuk sekedar menyapa 'ohayou' di pagi hari atau menatapnya dari kejauhan.

"Lupakan saja jika itu membebanimu.." Ricky mengambil tas jinjingnya seketika melangkah ke luar kelas meninggalkan Veranda yang kebingungan dibuatnya

Hari berikutnya di tengah jam makan siang Pak guru memberi himbauan.

'Berita kilat. Setiap murid harus masuk ke kegiatan ekstrakulikuler sekolah. Ada 12 kategori ECA sudah aku tempel di papan pengumuman'

Suaranya terdengar dari speaker, masih tetap berlagak nyantai namun dia jenius

Veranda mengambil golongan musik, menjahit dan matematika. Orang-orang dalam kelas menjahit kini bercampur dari kelas lain juga. Merasa kesepian, tidak ada pemuda raven yang dingin.

Tapi di kelas musik dia bisa bertemu dengan Ricky lagi. Veranda mengucap syukur akhirnya ini bukan akhir dunia.

"Salam kenal, aku Saiko. Nice to meet you~" Tiba-tiba seorang pria yang agak tua duduk disamping bangku Veranda dan menyulurkan tangan perkenalan

"Oh, ya. Sama-sama" Veranda membalas salaman darinya

"Namaku Saiko, kamu?"

"Ve-Veranda. A-aku pikir kamu mirip seseorang.." Wajah Saiko mengingatkannya pada Ricky

"Siapa? Ah kamu ini baru juga bertemu denganku sekali sudah sok kenal, neh"

Tapi dia berbeda, lebih santai dan jenaka

"Maaf,maaf"

"Iiyo.. Kamu menakutkan, tidak pernah tersenyum" Saiko menempelkan tangannya di dahi Veranda, menyibakkan poni ratanya "Aku kira kamu tidak punya alis mata, haha"

"HO!" Veranda benar-benar membulat.

Ricky menggebrak meja yang tadi dia duduki.
 BRUAK

Orang-orang di kelas itu langsung mengalihkan perhatian pada sang pemuda yang terlihat marah.

***
Pelajaran olahraga diisi dengan permainan sepakbola. Siswa kelas 2-B yang lainnya ramai bersorak menendang bola dan mengoper ke sesama timnya, namun dua orang tertentu duduk diatas rumput bercakap-cakap membahas satu topik

"Aku kira aku orang yang paling dekat dengannya, ternyata tidak. Sejak naik ke kelas 2 dan terpisah oleh beberapa bangku rasanya dia semakin menjauh" Ucap Sasuke, menopang dagu di lututnya

"Seberapa dalam kamu memahami sifat dia?" Tanya Nina. Kendati sifatnya pemalas namun dia seorang pendengar yang baik

"Entahlah" Ricky mendesah

"Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik, Rick"

DAG DAG DAG

Darimana asal suara gema menggoyang tanah itu? Seorang pria berbadan besar menghampiri Nina. Dia juga tahu betul tentang perasaan Ricky

"Rick, istrimu sedang selingkuh tuh" Tutur Ical memberitahu

"Maksudnya?" Dari kepala Ricky keluar tanda tanya, lalu Nina menjotosnya

"Veranda lah, siapa lagi!" Sentak Nina

"Lagipula dia bukan istriku bahkan pacar pun belum resmi"

"Oh ya? Tadi waktu di kelas musik kenapa kamu tiba-tiba menggebrak meja saat melihat kakakmu menyentuh Veranda?"

"Aku egois, aku terlalu cemburu"

Nina menggelengkan kepalanya "Itu karena kamu benar-benar menyukainya!"

"Cerewet kau, Nina" Ricky bangun dari tempatnya "Tak perlu kau suruhpun aku tidak sudi memberikan Veranda pada Saiko"

"Menurutku kalian sungguh berlawanan"

Mendengar curhatan Veranda tentang Ricky, Saiko memberi pendapat. Dia yang notabene hidup serumah, seatap dan sekamar dengan adiknya -Ricky- tidak aneh jika tahu beribu hal tentang bungsu itu.

"Be-begitukah?" Tanya Veranda, rasa panik membuncah dalam hatinya

"Dia kan tenar banget, belasan gadis cantik ditolak, aku yakin dia memiliki gadis yang dia sukai sehingga dia tidak menjalin hubungan dengan wanita lain"

'Saiko benar, aku tidak pantas menjadi seseorang spesial bagi Ricky'

"Hora hora, masih banyak pria lain yang menyukaimu" Saiko mencoba menghibur Veranda yang sekarang sudah bersimbah air mata

"Tidak ada yang ingin dekat denganku ataupun suka padaku"

"A-aku mau kok jadi pacar Ve" Saiko tidak berniat mempermainkan perasaan rapuh milik Veranda. Dengan pengalaman yang sudah dilewati bersama beberapa mantan pacarnya, dia bisa membedakan yang mana wanita nakal dan yang mana gadis baik-baik

Tap tap tap

"Veranda.. hosh hosh" Irama udara yang keluar dari mulut Ricky tak beraturan, dia berlari mengelilingi bangunan sekolah untuk mencari.

"Rick-Ricky"

Saiko teringat pada 2 malam yang lalu

~~~
Dalam kamar kedua Levi brother, Saiko masih mengaji buku Geografi.

"Nii-san, aku merasa demam"

Saiko membalikkan tubuh dari kursi berodanya dan mengecek kening milik Ricky "Tapi kamu tidak panas sama sekali"

"Aku juga beberapa hari ini tidak bisa tidur, sebenarnya aku sedang sakit apa?" Ricky menyandar di tumpukan bantal yang tersusun di atas ranjangnya

"Mungkin kamu sedang jatuh cinta"

Ricky blushing, darah mimisan keluar dari hidungnya

~~~

"Apa yang kamu lakukan sampai membuat Ve menangis?!" Ricky menarik lengan Veranda menjauh dari Saiko

"Tenanglah adikku, tadi aku hanya.."

"Brisik!"

'Adik? Jadi Saiko adalah kakaknya Ricky.'
 Veranda mengusap air mata di pipinya

"Ve, orang yang kemarin kamu bilang mirip denganku pasti baka aniki ini kan?"

Veranda memberi anggukan iya

"Ayo kita pergi saja" Ricky menyeret tangan kecil gadis itu ke arah yang tak tentu tujuannya.

Mereka berhenti di belakang ruangan Gymnasium, akhirnya lengan Veranda bebas dari cengkraman.

"Maaf Ve.." Ricky membelakanginya, Veranda tidak bisa melihat ekspresi wajah Ricky. Apakah dia sedang tersenyum, menangis, kecewa?

"Ricky"

Ricky memutar badannya "Kamu menangis karena pria itu?"

Veranda menepisnya "Bukan, bukan karena kakakmu.."

"Lalu itu berarti karena aku?"

Veranda menutup wajahnya dengan telapak tangan

"Aku tidak seperti yang kamu pikir. Jadi jangan mengira aku ini adalah orang yang baik atau ramah, aku punya sisi buruk yang hanya memikirkan diriku sendiri" Ricky memijat dahinya

Hiks..

"VERANDA AKU MENYUKAIMU! Aku suka padamu, aku tidak bisa memperlakukanmu sama seperti orang lain, aku tidak ingin membuatmu menangis.."

"Cukup.." Dalam tangisnya Veranda berkata "Aku juga me-nyu-kai kamu" Suaranya menghilang, tidak terdengar jelas

"Jangan membuatku semakin sakit lagi, Veranda.." Ricky pergi menjauh

Apa yang harus dilakukan oleh Veranda. Dirinya ingin mengejar sosok itu namun dia tak berani

'Jangan membuatku semakin sakit lagi, Ve..'
 Suaranya mendengung dikepala

"Dada ku sangat sakit, apa yang terjadi padaku? melihat wajah Ricky merunduk seperti tadi, tidak biasanya dia berbicara tanpa menatap mataku. Apa aku sungguh tidak pantas untuknya?"

Veranda mencoba menenangkan diri, melamun di tempat yang sedari tadi dia injak.

"Aku tidak mau ada kesalah pahaman antara aku dan Ricky" Veranda berlari menyusul Ricky yang pergi entah kemana

"Ve, aku ada keperluan denganmu.." Della melintas di tengah pencarian

"Ma-maaf Dell, aku sedang terburu-buru" Balas Ve

"E-eh!"

Menaiki anak tangga menuju lantai atas, dia pasti ada di ruangan itu.

"Dia selalu ada saat aku membutuhkan teman.. Dia pernah menungguku berjam-jam dalam hujan salju tanpa memperdulikan dirinya sendiri. Dia yang membantuku membangun kepercayaan diri untuk lebih terbuka pada banyak orang, Aku ingin melihat wajahnya yang sekarang..
 Aitai"

SREG
 

Pintu kelas yang tak dikunci dari dalam sekarang dipegang oleh Veranda, setengahnya dia geser memberi celah untuk memudahkannya mengobrol dengan pria yang tadi dia cari.

"Nina? Kamu kan baru saja keluar dari kelas, apa masih ada yang ingin kamu sampaikan?" Tanya Ricky.

Pintu besi berjendela kecil itu tidak menampakkan wajah Ve

"Nina-"

"Ve-Veranda, bukan kak nina"

Ricky kaget, dia skakmat sekarang.

"A-aku mohon biarkan aku yang berbicara dulu"

Ricky tetap di tempatnya, disisi jendela

"Ricky tetaplah orang yang baik dimataku karena banyak hal-hal baik yang aku dapatkan setelah mengenal Ricky. A-aku aku juga bisa melupakan Dede berkat dukungan darimu, dulu aku sempat putus asa dan merasa tidak berguna lagi"

"Vee.. aku"

"Kita berdua memang berbeda, sifat dan takdir kita berlawanan. Aku ingin menghancurkan dinding yang menghalangi pandangan kita, aku ingin selalu melihat Ricky yang tersenyum ramah dan lucu" Veranda terus bersembunyi di balik pintu

"Keluarkan saja, apapun yang ingin kamu katakan, Ve.."

"Bodohh-booo-dohh.. hiks.."

Tidak seperti Ve yang dulu, kini dia semakin berani karena dia telah jatuh pada Ricky Levi yang tak pernah diduga akan muncul sebagai pahlawan.

Ricky berjalan dengan tempo lebih cepat.

"Buka Ve! Buka pintunya"

"Tidak, aku ti-tidak mau Ricky melihat wajahku yang sedang menangis" Ve menahan lengannya untuk mengunci pintu namun tenaga Ricky lebih kuat darinya

Grap

Veranda ditarik ke dalam kelas, rambut indigo yang sepinggul itu melayang oleh udara
'Aku juga mencintaimu, Ve..'

Ricky mendekapnya sangat erat. Lengannya mengadahkan dagu Veranda seraya berkata "Tatap wajahku.."

"Ti-tidak, aku malu" Ve menolaknya

"Kita sudah lama tidak saling bertatapan langsung dalam jarak dekat seperti ini, aku suka bagaimana dirimu yang lugu dan pemalu dengan wajah memerah seperti tomat"

"Ah.."

Mata onyx berwarna hitam kelam masuk ke dalam mata lavender bercahaya milik Veranda. Keduanya tersenyum bahagia dan kembali memberi kehangatan dalam pelukan..

THE END
 Ditunggu Krutik dan Sarannya J Thanks for read

By: Admin Natalia INA FAns

Fanfiction JKT48 : Kamu Spesial Ay

Kamu Spesial Ay
Inspired by : @achanJKT48 / Ayana Shahab


“Kamu harus banyak minum susu mulai dari sekarang” Suara perintah yang halus terdengar di sebelah kanan telingaku.

“Ngomongin apa sih kamu ini?”

Aku tidak tahu apa maksudnya dia berkata seperti itu. Dia masih memelukku erat, dekapannya hangat, mengelus punggungku dengan tatapan yang sayu.

Riki, pacar pertamaku yang setahun setelahnya dia meninggal.

~~~
Ini adalah cerita tentang seorang gadis yang belum lama melewati kehidupan sehingga hanya memiliki segelintir pengalaman.

Nama lengkapku Ayana Shahab, hidup di lingkungan keluarga kecil yang sederhana. Aku punya seorang kakak yang sangat mandiri namun memiliki karakter bertolak belakang denganku, Sakina adalah sosok gadis kecil yang berani dan tangguh.

“Hoshh..hoshh.. Tadi pertandingan bola volleynya menyenangkan ya. Lawan kita sangat kuat, hampir saja kita kalah” Ucapku sambil membuka baju olahraga

“Permainanmu selalu bagus, Ayana. Ketua tim yang sangat peduli pada anggotanya. Seandainya tadi kamu tidak memberi smash keras di akhir, beuh kita pasti akan draw dan kembali bermain lagi sampai 4 kali” Yona memperagakan gerak pukulan tangan ke bawah

“Haha.. bukan hanya aku tapi semuanya, kita bekerja sama dan berusaha semampu kita, benar kan?”

“Tapi tadi aku lihat kamu mengerak-gerakan tanganmu secara aneh, apa ada yang terjadi?” Tanya Sendy, dia sudah lebih dulu selesai mengganti pakaian

“Kerasa sakit di lengan kanan. Mungkin aku terlalu keras melempar bola, tidak usah dipusingkan” Jawabku, tersenyum

“Oh. Kalau ada masalah aku akan bantu mengobatinya”

“Tidak apa-apa Sen”

“Oke oke. Babak final kita yang menang, aku tidak bisa percaya bisa mengalahkan kakak kelas yang badannya gede-gede itu” Sendy membuka loker, mengambil sepatu

“Hadiah perlombaan katanya mesti diambil oleh pihak dari kelas pemenang” Tambah Yona

“Kita aja yang datang ke panitia, kasihan Ayana kecapekan”

“A-aku sungguh tidak kenapa-kenapa, Sendy―”

“Stt.. udah kamu mendingan pergi ke kelas, istirahat sebentar sebelum kita pulang. Setelah aku dan Yona menerima bingkisan hadiahnya, kita akan ke kelas untuk menjemputmu”

“Ya udah kalau gitu”

Yona dan Sendy  keluar dari ruang ganti

Aku masih duduk di lantai. Memutar-mutar tulang lengan atasku “Hah― besok juga pasti tidak akan sakit lagi”

***
Semakin hari rasanya tubuhku semakin berubah, beban yang seharusnya ditumpu oleh dua sisi lebih mendominasi ke kanan. Aku mencoba untuk berfikir positif. Sampai suatu hari Sakina melihatku aneh, bertanya “Nee, Ayana punggungnya besar sebelah?”

Aku tidur sekamar dengannya, dia melihatku keluar dari kamar mandi masih menggunakan handuk putih. Kalimat darinya selalu terngiang di kepalaku, aku melihat diriku sendiri di depan cermin.

“Hm, dibagian depan tidak masalah” Aku memeriksa seluruh bagian tubuhku dari ujung rambut sampai ujung kaki, kubalikkan tubuhku membelakangi kaca. “Eh―” Benar apa yang dikatakan Sakina, punggungku yang sebelah kanan membesar. Apa ini memar? Tidak mungkin seperti ini bentuknya, memar pasti warna ungu karena darah membeku. Saat membungkukkan badan tonjolan itu jadi sangat jelas, gerakan ini cukup sulit aku lakukan dari sejak kecil padahal sangat mudah bagi orang lain.

Di meja makan keluargaku berkumpul untuk makan malam. Faisal juga ada di rumahku sekarang, dia bersekolah di SMK48 tempatku belajar, sementara waktu dia meninggalkan paman Hizashi yang tinggal di kampung.

“Ayah, aku merasa tubuhku tidak seimbang saat duduk dan berjalan” Beberapa minggu menepis pertanyaan yang muncul dalam benakku, aku memutuskan untuk bercerita pada ayah.

“Kamu sedang sakit, Ayana?” Tanya Faisal. Dia sedang melahap sayuran dan kacang kedelai buatanku

“Aku merasa sehat, tidak pusing ataupun flu”

“Mungkin kamu kurang tidur. Ayah sudah bilang untuk tidak terlalu larut malam kalau belajar” Ayahku memang sering berceramah jika aku masih membaca buku pelajaran sampai puluhan bab di jam malam.

“Punggungku tidak rata..” Aku ragu mengucapkannya

“Apa maksudmu?” Faisal berhenti sejenak, menghentikan aktifitasnya yang sedang makan

“Besok kita akan cek ke dokter supaya tahu apa yang salah dengan tubuhmu” Ayahku menatap intens padaku, terlihat satu wajah kekhawatiran

“Iya ayah”

Sehari setelahnya aku pergi ke sebuah klinik terdekat dengan rumah. Disana ada salah satu guruku yang sempat mengajar di SMK48.

“Oh, Ayana Kamu sudah besar ya sekarang.” Sambutan pertemuan diucapkan oleh Melody

“Bu Melo bekerja disini?”

“Iya. Aku dipindah-tugaskan ke klinik karena kekurangan dokter. Oya kamu sakit apa?”

Kutatap wajah Ayahku sebentar, dia hanya berkata “Ceritakan saja, jangan malu”

“Begini Bu. Aku merasa tulang punggungku tidak beres, punggung bagian kanan lebih menonjol”

“Coba sini aku lihat” Melody berpindah tempat “Berdirilah dan buka pakaian atasmu”

Aku menuruti perkataannya. Ayahku pergi ke luar ruangan sebentar atas pintaku, karena aku tidak mau dilihatnya tanpa pakaian.

“Ayana, apa dulu kamu pernah jatuh?” Suara yang keluar terdengar kaget

“Sering sih, aku pernah jatuh dari pohon mangga dan ayunan. Kenapa bu?”

“Pakai lagi bajumu” Dia mengambil buku-buku dari rak yang tersusun di dekat jendela ruangan

“Ini adalah skoliosis, kelainan pada tulang belakang sehingga membuatnya bengkok ke salah satu arah, kanan atau kiri. Pembengkokan ini bisa disebabkan karena genetik, kecelakaan yang membuat trauma pada tulang, kebiasaan duduk yang tidak benar dan otot yang lemah. Beberapa dari penderita tidak diketahui penyebabnya apa.”

Aku pernah mendengar kelainan itu saat belajar ipa. Tapi aku tidak bisa membayangkan ternyata benar-benar ada bahkan itu terjadi pada diriku sendiri.

“Apakah ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit ini, dok?” Tanya Ayahku

“Ini bukan penyakit tapi sebuah kelainan, tidak ada obat atau cara apapun yang dapat menyembuhkannya. Derajat kelengkungan akan semakin bertambah sejalan dengan pertumbuhan tulang dan bertambahnya usia” Melody memberi satu buku bersampul merah padaku “Bacalah, disana ada banyak penelitian dan pengetahuan tentang skoliosis”

“Lalu bagaimana cara untuk menghentikan derajatnya? Bukankah jika derajat itu semakin besar maka tulang Ayana akan semakin membengkok?”

“Benar. Jika derajatnya belum sampai 40 dia bisa menjalani chiropatic atau exorcise khusus penderita skoliosis untuk menguatkan otot punggung supaya lambat bertambah derajat, pilihan lainnya adalah memakai brace besi untuk menyanggah punggung supaya tetap tegak. Tapi jika sudah lebih dari 40 derajat jalan satu-satunya adalah operasi tulang belakang, memasukkan besi spin dan baut supaya tulangnya tidak kembali membengkok. Derajat dari skoliosisnya bisa dikoreksi bahkan berkurang beberapa puluh derajat namun tidak lurus sempurna seperti manusia normal karena jika dipaksakan akan menyebabkan kematian” Jelas Melody

‘Mati?’ Aku tidak mau berkata apapun, cukup hanya mendengarkan kalimat dokter yang sudah menyesakkan dada

Ayah merangkul bahuku, menguatkan.

“Operasi tulang belakang termasuk operasi bedah besar yang pastinya memiliki beberapa resiko, tapi hasilnya tidak diragukan lagi akan memberi perbedaan jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku lihat Ayana belum terlalu parah sekarang, saranku lakukan renang beberapa kali seminggu supaya otot dan tulangmu kuat, semangat Ayana” Dia tersenyum memberi dukungan padaku

“Kamu dengar Ay, kamu pasti bisa melewati semua ini”

~~~
Aku memutuskan untuk memakai brace besi yang sangat pengap dan berat dipakai selama 23 jam sehari. Awalnya terasa ripuh, tidak nyaman dan memalukkan, tubuhku seperti sebuah robot yang berkulit daging. Hari-hari di sekolah yang dulu normal sekarang berubah drastis.

“Hey lihat dia pakai jaket panas-panas gini”

“Tubuhnya kok gede banget, dari dulu Ayana kan kerempeng”

Mata setiap orang berpusat padaku, koridor yang tehubung dengan kelasku terasa sangat jauh padahal dulu aku bisa melewatinya hanya beberapa menit saja.

“Ayana… kamu sudah masuk sekolah lagi nee. Udah baikan?” Tanya Wardana, sahabatku. Pria yang selalu tersenyum riang dan patah semangat

“I-iya, War. Aku ketinggalan beberapa materi, nanti bisa minta tolong pinjam bukumu?” Kusimpan tas ranselku ke kolong meja

“Ah, catatanku tidak lengkap, tulisanku juga jelek seperti cacing kepanasan” Dia menolak permintaanku karena malu. Wardana memang nakal dan sering membolos saat jam pelajaran

“Makannya udah kelas tiga yang serius belajar jangan main game terus” PLAKK. Sendy menampar kepala belakang Wardana “Aku punya catatan beberapa materi kemarin, kamu mau pinjam?” Tawar Sendy

“Hai! Terima kasih banyak, Sen..”

“Dengan senang hati, temanku yang baik” Ujung bibirnya menaik

Tidak kusangka mereka masih mau berteman dengan orang ‘cacat’ sepertiku.

Di sekolahku tersedia satu kolam renang di dalam ruangan dekat gymnasium. Aku menyempatkan diri untuk berenang sendiri disana karena murid-murid bebas menggunakannya kapan saja.

“Sudah sore, tapi tanggung kalau aku pulang setelah masuk ke kolam renang” Cetusku. Aku memang selalu pergi sendiri karena tidak mau punggung cacatku ini dilihat oleh banyak orang apalagi oleh temanku

Air biru pantulan keramik tumpah ke sisi kolam. Aku masuk ke dalam air, menggerakkan tubuhku yang cukup lihai di cabang olahraga satu ini, berharap tulangku bisa lurus setelah beberapa bulan melakukan terapi renang.

1 Jam tanpa henti aku berenang dari start sampai ujung kolam, lenganku sudah tidak kuat mengayuh air, punggungku protes menimbulkan rasa pegal yang luar biasa. Pasokan oksigen dalam paru-paru menurun.

‘Celaka! Aku tenggelam’

Kolam yang luas itu memiliki kedalaman 3 meter. Tubuhku semakin menenggelamkan diri tertarik gravitasi bumi.

‘Ya Tuhan, jika aku mati disini aku tidak ingin menjadi hantu sekolah. Aku rela mati karena tidak ada gunanya juga aku hidup dengan ketidaksempurnaan yang ada pada tubuhku’

Kututup mataku, kurelakan tubuhku masuk semakin dalam ke kolam. Tidak ada yang akan menolongku disini, sendiri..

JEBURR.. Seseorang masuk ke kolam tergesa-gesa. Untuk apa dia disini? Dia bergerak sangat cepat dalam air seperti perahu yang ditambah motor super jet.

“Hey bangun, hey..” Dia menepuk-nepuk pipiku.

Seperti yang pernah diajarkan oleh guru hal yang dilakukan untuk membantu menyadarkan orang tenggelam adalah menekan perutnya supaya air yang terminum bisa keluar.

“Euh.. euh..” Dia perlahan menekkan perutku dengan telapak tangannya yang besar

“Kamu masih belum sadar juga” Dia belum menyerah untuk membantuku

“Terpaksa..” Dia mengangkat sedikit leherku, memberi udara tambahan kedalam mulutku.

Beberapa menit kemudian aku merasa mual, ingin muntah. Mimpiku yang tadi sangat gelap sekarang terlihat sangat terang.

“Uhukk― uhukk―” Aku mencoba untuk membangunkan tubuh ke posisi duduk.

“Syukurlah. Masih sakit?” Tanya pria itu

“Ka-kamu siapa? Aku tadi kenapa?” Masih linglung setengah sadar

“Aku datang kesini untuk berlatih renang tapi pas masuk aku lihat kepala orang ada di dalam air” Dia mengambil tas ranselnya dari tepi

“Hah aku tenggelam?”

“Cepat ganti baju sebelum kamu masuk angin” Dia menutupi tubuhku yang hanya memakai baju renang tipis dengan handuk berlambang kipas.

“I-iya. Makasih~” Aku segera berlari ke ruang ganti

~~~
“Ayana, kamu tidak ikut pelajaran olahraga?” Tanya Sendy yang akan meninggalkan kelas

“Tidak, mulai sekarang dokter melarangku melakukan olahraga berat” Jawabku lemas

“Kenapa? Padahal dulu kamu paling jago di semua cabang olahraga mulai dari basket, volley, lari marathon, lompat jauh..”

“Yang bisa aku lakukan hanya berjalan” Kupotong kalimatnya yang terlalu melebih-lebihkan

“Ayana.. apa separah itukah penyakitmu?”

“A-ah, hanya tidak boleh olahraga saja kok. Ini tidak separah penyakit AIDS atau kanker, kamu tidak perlu khawatir. Sudah pergi sana, nanti guru Bambang marah” Aku menyuruhnya untuk pergi meninggalkanku sendiri

“Bener nih?”

“Iya, kamu seperti yang tidak hafal sifatku saja Sen”

“Baiklah. Istirahat saja Ayana sampai pelajaran selanjutnya” Sendy melambaikan tangan perpisahan

Membosankan, aku tidak bisa loncat-loncat seperti saat masih kecil. Tiba-tiba wajah pria kemarin terlewat dalam pikiranku. ‘Aku lupa menanyakan siapa namanya, dia pasti murid di sekolah ini juga’

Karena sangat jenuh tinggal sendiri di kelas kosong, akhirnya aku berjalan-jalan menghirup udara segar pagi hari melewati beberapa koridor. Sesekali menengok ke dalam kelas lain, melihat aktifitas belajar mereka dari balik jendela.

“Dia..” Aku ingat rambut yang mencuat-cuat ke atas membentuk potongan rambut raven. Aku mendekatinya yang sedang duduk di kursi taman

“Permisi.. kamu yang kemarin menolongku, kan?” Aku langsung bertanya padanya yang membelakangi wajahku

Dia menoleh “Oh kamu. Iya itu aku” Dia bergeser “Duduklah”

“Iya.” Jawabku pendek. Aku duduk disamping kirinya

“Bukannya sekarang jadwal olahraga untuk kelas 3-A?”

‘Darimana dia tahu kelasku?’ Tanyaku dalam hati “A-aku tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga karena punggunggku―” Berhenti, aku tidak mau mengucapkannya ke orang asing yang baru saja aku kenal

“Punggungmu kenapa?” Saiko menengok ke belakang tubuhku

“Ngga kenapa-kenapa.. hehe”

“Itu pakai brace, pasti ada kelainan” Ucapnya ringan

“Hey, aku jadi ta-takut sama kamu” Aku berdiri menjauh

“Kenapa takut? Aku bukan alien atau hantu”

“Ka-karena kamu selalu tahu tanpa diberitahu. Kamu tahu aku kelas 3-A dari siapa dan tentang punggunggku..”

“Haha.. aku ketua OSIS di sekolah ini tahun kemarin jadi pasti tahu wajah-wajah murid kelas lain meskipun tidak saling mengenal. Duduklah, kita bisa mengobrol sebentar”

‘Tampangnya sih baik’ Aku masih tetap menapaki rumput “Namamu siapa? sejak kemarin kita kenal tapi tidak saling memberitahu nama”

“Saiko Syujin, salam kenal. Kamu Ayana, ka?”

“Tuh kan belum juga dikasih tahu” Bibirku mengerucut

“Kamu lucu sekali sih, pipimu makin mengembang kalau manyun seperti itu” Saiko tertawa lepas

“Jangan tertawa, ngga lucu” Aku berjalan pergi meninggalkannya karena marah

“Tunggu, Ayana” Saiko berlari kearahku “Sore ini bisakah kita pulang bareng?”

‘Apa-apaan sih dia? Pasti seorang paparazzi nyasar dari amerika’

“Gimana? Boleh atau tidak?” Saiko mengambil tanganku sambil memohon

“Terserahlah..” Kulepas genggaman itu

“..”

***
“Ayana ajarin aku matematika  bab 11 ya, ada yang masih tidak aku mengerti”Yona menahan balpoinnya diatas kepala, wajahnya terlihat kebingungan

“Boleh. Tapi nanti besok saja, aku harus pulang dulu. Sampai jumpa besok, Yona! Bye bye..”

“OKE..”

Sambil berjalan aku membaca buku tebal materi pembelajaran yang baru saja dijelaskan oleh Pak Hatori.

“Rumusnya yang ini berarti―”

“KEJUTAN!!!” Seseorang mengagetkan tubuhku dari belakang

“Jangan menyentuh punggungku!” Aku membalikkan wajah, tambah kaget melihat sosok dibelakangku

“Eh, maaf. Aku tidak sengaja”

“Kamu lagi, hadeuh..” Mengambil nafas panjang

“Ada yang ingin aku beritahu padamu” Dia mengekorku dari belakang

“Tentang apa?”

“Waktu kamu tenggelam kemarin, aku terpaksa harus menciummu untuk memberi nafas buatan, sepertinya kamu tidak akan sadar tentang itu”

“WHAT?!” Kuhentikan langkah kakiku “Kamu bilang menciumku?”

“Iya”

BUKKK.. Pipi kanannya aku tinju dengan kepalan tanganku “Berani-beraninya kamu mencuri bibirku, aku belum pernah kissu dengan orang lain bahkan dengan almarhum pacarku!”

“Aww.. seharusnya kamu berterima kasih karena sekarang masih bisa hidup karenaku. Kamu malah menonjok seenaknya” Bentak Saiko

“Kamu tidak perlu menolongku kemarin, aku ingin mati saat itu”

“Jadi kamu mau bunuh diri di kolam renang?” Tanya Saiko, mengelus pipinya yang sekarang memerah

“Tanganku keram tidak bisa mengayuh di tengah kolam. Lebih baik aku mati karena hidup pun percuma saja, buang-buang waktu dengan tubuh abnormal seperti ini” Aku menunjukkan jariku ke brace yang aku pakai

“Kamu penderita skoliosis kan? Jangan menyerah pada keadaan”

“Aku tidak suka menyerah, aku hanya tidak mau menyusahkan ayahku..” mataku terasa panas ingin sekali mengeluarkan air mata

Saiko menarik tubuhku ke dalam dekapannya “Banyak yang sedang sekarat ingin hidup tapi kamu yang masih bisa hidup ingin mati. Manusia yang paling malang adalah mereka yang tidak mau mensyukuri pemberian Tuhan”

Sejenak perkataannya masuk akal “Lepaskan” Aku mendorong tubuhnya sampai menjauh “Aku bilang jangan menyentuh punggungku”

“Kamu sensitive sekali diraba dibagian punggung saja udah marah apalagi dibagian tubuhmu yang lain”

“Stt.. brisik!! Dasar otak cabul!”

“Kamu nenek lampir, marah-marah aja”

Saking gemasnya aku menggigit bibirku sendiri. ‘Tenang Ayana, anggap saja dia seorang bayi berumur 6 bulan’ Mengusap dada

“Kamu malu dengan skoliosismu?” Tanya Saiko, sangat tebal

“Ya, aku malu. Aku wanita cacat, siapa yang mau dekat denganku”

“Hn, jadi kamu tidak percaya diri dengan tubuhmu?”

“Kenapa sih kamu banyak tanya, cerewet”

“Aku mau jadi pacarmu” Tegas Saiko, mata onyxnya mengisyaratkan isi hati sebenarnya

“Haha.. lelucon mu ga lucu, garing”

“Aku menyukaimu, Ay. Sejak aku mencium bibirmu”

“Arrgggh… aku jijik mendengarnya” Kututup kedua telingaku, aku masih keras kepala tidak akan percaya pada pria berkepala pantat ayam ini

“Kamu berkata begitu karena tidak tahu rasanya berciuman, mau kita praktekkan?”

“Saiko Syujin! Berhenti ga, atau aku teriak maling”

“Aku akan berhenti ngomong sampai kamu jawab YA”

“Ya!”

CUPH.

‘Saiko.. saiko.. jangan membawaku lebih jauh lagi’ Tanpa sadar aku menutup mataku

“Hem, Ayana kamu belum mahir berciuman” Ucap Saiko setelah beberapa kali melumat bibir kecilku

Aku menutup mulut dan berjalan cepat ke depan, wajahku memerah seketika

“Aku tahu kamu tidak akan menolak ciumanku” Saiko menarik tas gendong yang mengait di lenganku

Mencuri kembali satu ciuman singkat namun padat dan jelas dilihat oleh orang sekampung yang sedang berlalu lalang dijalan

“Gimana rasanya, manis kan?” Wajah Saiko menyeringai “I love you, Ayana. Do you love me?”

Aku berlari, tidak sadar bahwa brace menempel dibadanku, aku punya skoliosis yang jangan sampai semakin parah karena berlari.

Di rumah..
“Sial!” Aku menggerutu sepanjang jalan menuju kamar

“Ayana, kamu kok baru pulang? Faisal udah dari sejam yang lalu sampai di rumah” Ayahku sedang menonton berita di ruang keluarga, melihat wajah kusutku seperti baju yang belum disetrika

“Ada badai di jalan”

“Badai?” Matanya mengecek ke luar jendela. NGIK NGIK.. “Cuaca cerah kok dibilang berbadai”

~~~
Berangkat sekolah di pagi buta supaya tidak bertemu dengan pria jadi-jadian ayam itu. Kelasnya berbeda dua ruangan dengan kelas 3-A yang pastinya membuatku harus melewatinya sebelum menuju ke ruanganku

“Ah, gerbangnya masih dikunci?” Jam 6 pagi, jalanan masih sepi. Matahari belum sepenuhnya muncul dari arah Timur.

“Penjaga sekolahnya gimana ini, ga rajin banget”

Aku duduk di trotoar tepi jalan, membuka buku pelajaran sambil menunggu gerbang dibuka.

“Hari ini katanya guru Hatori akan membahas kisi-kisi soal ujian sekolah..”

“Tidak seperti biasanya ada murid yang datang jam segini” Terdengar suara yang sudah beberapa hari ini mengisi telingaku

“He-hey, kamu kok a-ada disini?”

“Aku yang pegang kunci sekolah, jadi harus datang lebih awal dari murid lain. Tapi kamu mengalahkanku hari ini, darling” Saiko mengambil kunci dari saku celananya

“Darling?! Dadar guling kali, haha..”

“Kita kan sudah resmi pacaran kemarin, panggil aku ‘honey’ ya Ay” Dia membuka pintu gerbang dan mempersilahkanku masuk duluan “Doozo..”

“Hih, lebay” Aku pergi jauh darinya

“Darling sudah sarapan?” Tanya Saiko, berteriak dari luar teras

‘Tuh dia tahu juga kalau aku belum sarapan, makhluk apa sih dia?

 “Kita makan dulu di taman, aku bawa banyak tomat di tasku”

Aku berhenti, kembali berjalan mundur kearahnya “Makan tomat di pagi hari bukan adat Indo bodoh!”

“Kalau kamu tidak mau memakannya, aku minta suapin aja” Matanya mengedip beberapa kali

Terlintas satu ide “Ah― oke oke. Kamu duduk”

Saiko segera duduk ditempatnya, muncul ekor bergoyang-goyang di belakang tubuh.

‘Aku akan mengerjaimu di depan banyak orang supaya tidak ada lagi yang menerimamu sebagai ketua OSIS’ Ucapku dalam hati

“Nih,, ambil” Kulempar satu buah tomat ke udara

Saiko menangkapnya dengan mulut.

“Hebat. Sekali lagi..”

“Eh Saiko kok jadi kayak orang bodoh seperti itu” Naomi dan kawan-kawan se geng baru sampai di gerbang sekolah

“Dia diperlakukan seperti seekor anjing”

‘Haha.. rasain tuh, Saiko!’

Saiko sekarang bersikap cool lagi, kembali ke keadaan semula. Membuka kerah kemejanya, merancung-rancungkan rambut hitamnya

“Wah, Saiko kakkoiii!!!” Penilaian Naomi kini berubah

‘Sebentar, kalian tadi bilang kalau saiko aneh sekarang malah―”

“Ohayou Naomi, Kinal, Rona” Saiko memasang wajah so cute di depan mereka

“Ohayou Saiko.. Ganteng banget sih hari ini”

“Dia memang setiap hari selalu tampan, benar kan?”

“He-em” Kinal mengangguk

Aku benci melihatnya yang digilai para wanita.

Di jam istirahat para siswa berkumpul di sisi lapangan basket. Anak-anak yang masih di kelas melihat satu pertunjukkan dari jendela, berteriak sorak sorai.

“Ayana, kesini! Kamu harus lihat..” Sendy menyeret tanganku untuk ikut bergabung bersama mereka

“Ngga mau, kalau ada piring terbang UFO turun ke sekolah kita, baru aku akan lihat” Bantahanku yang sangat kekanak-kanakan

“Ini lebih dari gemparnya melihat UFO. Ayo cepat” Sendy masih memaksaku

Sampai akhirnya aku kalah

“Geser sedikit, permisi” Sendy membantu memberi jalan dikerumunan banyak orang

Terlihat disana Saiko membawa kertas bertuliskan ‘私は日向が大好き’ (Watashi wa Hinata ga Daisuki)

“SAIKO BodoHHH!” Aku mengambil kertas itu dari tangannya

“Jangan dirobek, aku sungguh menyukaimu sejak pandangan pertama” Saiko kembali merebut canvas besar dari tanganku

“Cie cie―” Sorak para murid yang melihat

“Kamu membuatku malu!”

“Biar orang lain tahu bahwa Ayana adalah milik Saiko”

“Tapi ngga gini juga caranya.. kamu tahu, aku cacat, aku tidak cantik dan tidak sempurna” Air mataku mengalir mengingat kelainanku

“Kata siapa kamu cacat? Kamu spesial, Ayana. Aku melihat kekuranganmu, tapi kamu yang paling sempurna bagiku”

Aku diam, apakah yang dia ucapkan bukan sebuah omong kosong atau hanya rayuan pria playboy saja

“Terima cintanya Ayana..” Sorak Yona dan Sendy

“Terima.. Terima.. Terima..”

“Aku cinta pada Ayana seutuhnya bersama kekurangannya” Saiko memelukku di depan umum

“KYAAAA~~” Para fans Saiko jingkrak-jingkrak ingin dipeluk juga

“Aku tidak bisa jatuh cinta se-ekspres yang kamu rasakan”

“Kita bisa lebih dekat, hanya menunggu waktu” Saiko meniup lubang telingaku

“Hihi, geli―” Tawaku, cekikikan

“Kamu spesial bagiku..”

Dear diary
Ricky, akhirnya aku tahu kenapa kamu memintaku untuk selalu minum susu. Karena tulangku, ya kan? Aku pasti akan menepati janjiku untuk menjaga tulang belakang ini meskipun tak sempurna seperti yang lain, tapi sekarang ada Saiko yang menopang setengah bebanku sehingga tulangku tidak rewel lagi pada takdir, dia yang mengalihkan semua kegelisahanku menjadi sempurna.
I miss you my first love, and thanks for the miracle


THE END

Ditunggu Kritik dan Sarannya J Thanks for read

By : Admin Natalia Fans

- Copyright © Wardana Kaneki - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -