Tugas PTIK
Archive for Agustus 2014
Fanfiction JKT48 : Dimana Kamu Veranda
Dimana Kamu Veranda
Inspired by @VeJKT48 / Jessica Veranda
...
"Semakin dewasa Natalia tambah kawaii neh" Goda Yukiko, dia menatap ke arah Natalia yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.
Natalia adalah seorang gadis berambut hitam mengkilap, dia selalu memakai aksesoris tambahan di rambutnya baik itu bando, jepitan atau dikuncir dua.
Di perjalanan saat menuju Sekolah, Natalia bercanda kecil dan mengobrol dengan teman sekelasnya. Tahun ini sudah memasuki semester terakhir untuk kelas 3 Sekolah Menengah Pertama Sudirman.
"Ahaha.. aku tidak pernah berfikir seperti itu" Balasnya, tersenyum tipis
"Pasti Natalia udah punya pacar kan? Hemm"
"Be-belum tuh, sampai saat ini tidak ada satupun pria yang dekat denganku"
"Masa? Tapi kamu kelihatan akrab sekali dengan Ricky, hah.. *sigh* Dari penampilan sudah cocok, sekelas juga iya, setiap hari pulang bareng, apa lagi yang kurang coba?" Yukiko memutar otaknya untuk berfikir keras
"Kami berdua sebatas teman saja"
Jalan tanjakan untuk menuju sekolah perlahan membuat nafasnya tersengal-sengal ditambah pula dengan topik pembicaraan 'berat' yang membuat dadanya sesak.
"Ricky sangat populer di sekolah tapi tidak pernah ada gosip punya pacar, yang cocok dengannya hanya Natalia. Hehe"
'Aku juga berpendapat sama, hanya aku yang tahu kebiasaan Ricky, hanya aku yang selalu berada di dekatnya, hanya aku yang ada di depan matanya..'
Natalia pov
Kelas 1 SMP aku mencoba untuk bergabung dengan banyak klub di sekolah untuk memperbanyak teman karena aku tidak ingin merasa kesepian dan dikucilkan. Belajar memakai make-up dari majalah, berdandan dan modis. Aku puas nama Natalia bisa terkenal sampai ke kelas 3 ketika aku mendapatkan juara lomba kostum se-Sudirman. 'Kamu cantik sekali memakai kostum pengantin tadi' - 'Tidak kusangka ada juga adik kelas termanis sepertimu, Natalia' dan blablabla~
Aku pikir mereka tulus untuk berteman denganku namun kenyataanya adalah TIDAK.
"Hiks.. hiks.. a-aku kecewa karena dia merebut Shinichi dariku.." Suaranya terpatah-patah karena sesegukan.
"Ha? kamu bilang cowokmu digaet oleh Natalia?" Mata Yona membulat penuh.
Natalia hendak masuk ke dalam kamar mandi tapi langkahnya terhenti saat dia mendengar namanya disebut oleh seseorang. Dia mencoba mengambil suara-suara itu dengan telinganya secara seksama. Berdiri di samping tembok, menempelkan daun telinganya
"Iya, jam istirahat tadi dia meminjam buku PR Shinichi sambil pegangan tangan lama banget. Natalia munafik, dia tidak ingin menjalin hubungan dengan pria lain demi keteranan dikelilingi oleh para siswa..hiks" Ayana menceritakan jelas pada Yona, tubuhnya kini dipeluk. Air mata mengalir deras dari kedua kelereng matanya.
"Kita dekat dengan Natalia karena setiap ada kerja kelompok para murid cowok mau melihat kita. Sekarang aku tidak ingin berteman dengannya lagi bisa-bisa pacarku juga direbut"
Dalam hati aku bersyukur bisa tahu niat buruk kedua wanita itu tapi disisi lain aku marah, siapa yang ingin dipuja-puja oleh pria? Mereka sendiri yang menggodaku, kalian salah paham dan aku juga terlalu berharap menerima arti teman dari kalian.
Kakiku terasa ringan menjauh dari tempat itu, aku menangis. Perasaan wanita benar-benar rapuh, senyuman yang selalu aku berikan hanya perisai belaka, aku ingin mereka tidak pernah menemukan kekurangan sekecil apapun yang ada pada diriku.
Sampai di kelas aku duduk di bangku, sendiri. Bebas mencaci maki dan mengeluarkan semua unek-unek dalam hati.
"BODOH! kalian pikir lebih cantik dariku?Shinichi anak membosankan itu ga selevel dengan seleraku" Dicabik-cabik roti buaya yang dia beli dari Jakarta :p
Kesal, aku ingin memukul seseorang.
SREG..
Seorang pria berambut raven berpakaian baju olahraga baseball membuka pintu kelas.
"Eh.." Natalia menoleh kaget
Pria itu mematung di lawang pintu "Daijobu ka?" bertanya seraya membuka topi yang menempel di kepalanya.
"Ricky.. Haiii" Natalia menyunggingkan senyuman 'Aku malu!' "Ada keperluan apa Ricky ke kelas, bukannya sedang latihan main baseball?"
"Iya, a-aku ingin mengambil barangku yang ketinggalan" Tubuhnya kini bergerak ke arah bangku paling ujung di kelas, di sisi jendela. Tangannya mengodok kolong meja mencari sesuatu "Ahaha, ternyata benar lupa tidak dibawa tadi"
DEG. Dadaku berdegup kencang, dia sangat baik padaku meskipun make-up di wajahku luntur akibat air mata.
"Na~ aku akan kembali ke lapangan, kamu yakin baik-baik saja?" Ricky terlihat khawatir, dia memang selalu bersikap baik pada siapapun yang berada disekitarnya
"Hem" Aku mengangguk
"Hn, baiklah kalau begitu. Jaaa~"
Kini dia sudah keluar dari ruangan, aku bodoh. Kenapa tadi aku tidak bilang aku sedang dalam masalah
Suara pintu digeser terdengar untuk kedua kalinya "Natalia, kamu tidak apa-apa kan?"
Ricky menghampiriku, dia bahkan menghiraukan pertandingan baseball antar kelas yang sedang berlangsung untuk menemaniku. Mataku semakin terasa panas, aku tidak bisa menahan jeritan yang ingin aku keluarkan.
"HUAA..."
"Nat-Natalia tenanglah."
Sejak saat itu pikiranku hanya tertuju pada satu orang yaitu Ricky Levi. Haha.. aku beruntung, dia memperlakukanku berbeda dari wanita lain.
"Rick, apa tidak masalah jika kita berdua pulang sekolah bersama? A-aku ingin dibonceng dibelakang sepedamu" Permintaanku selalu dia kabulkan.
Satu tahun berlalu tidak ada perubahan yang signifikan, dia masih tetap ramah, membuatku semakin jatuh hati padanya. Cinta yang belum pernah aku utarakan sampai sekarang, aku belum berani mengatakan hal itu karena hubungan kita yang sudah sangat dekat tidak ingin hancur hanya karena perasaan terpendamku.
"Tidak, tidak mungkin.."
Apa yang sedang dia lakukan bersama wanita kampungan itu? Ricky tersenyum lebar saat di dekatnya, dia tak pernah menampakkan kegembiraan dihadapanku!
Ricky berjongkok didepan bangku teman sekelasnya saat sore hari setelah pelajaran selesai. Anak sulung keluarga Miharja yang baru saja mendaftar di kelas 2-C sebagai murid pindahan baru duduk disebelah bangku Ricky. Namanya adalah Veranda, dia belum pernah berbicara pada siapapun meskipun sudah 3 minggu berlalu belajar di Sudirman SMP
Aku sudah membulatkan tekad, tidak ada waktu lagi sampai Ricky berpindah ke lain hati.
"Ricky aku ingin berbicara sesuatu"
"Hn?" Dia menurunkan kaki dari pedal sepeda.
Hari terakhir bisa berada di sekolah SMP Sudirman aku manfaatkan untuk berterus terang. "Aku menyukaimu, Rick!" Suara lantang dan keras pasti bisa didengar oleh obyek. Kupejamkan mata karena tak ingin melihat ekspresi yang dia buat setelah mendengar pengakuan ini.
'Kenapa kamu diam? jawablah!' Dengusku dalam hati.
Tap tap tap
Kaki teguh itu berlari ke depan, GRAP. Kurasakan tubuhnya menggapaiku dan memelukku erat
"Maaf Nat. Aku tidak bermaksud membuatmu jatuh cinta padaku, aku melakukan kebaikan untukmu karena aku peduli padamu, sebagai sahabat"
Tangannya terasa bergetar, aku bisa merasakan itu dibalik punggungku.
"Nah~ buka matamu" Suruh Ricky perlahan melepaskan pelukan hangatnya
Kutarik kelopak mata, terlihat wajah bercahaya dari hadapanku
"Jangan menangis lagi, Nat.."
Bagaimana bisa aku tidak menangis karena kalimat yang kamu ucapkan membuatku semakin ingin menarikmu kedalam pelukanku lagi?
"Akankah kita tetap dekat setelah festival pelepasan murid kelas 3 nanti?"
Ricky menggaruk belakang kepalanya seraya berkata "Tentu, karena kita berteman. Sou, sudah sore mari kita pulang"
"Tidak. Aku masih ada keperluan lain, bye bye" Tersirat senyum kebohongan yang sudah beratus kali aku lakukan
"Semakin dewasa Natalia tambah kawaii neh" Goda Yukiko, dia menatap ke arah Natalia yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja.
Natalia adalah seorang gadis berambut hitam mengkilap, dia selalu memakai aksesoris tambahan di rambutnya baik itu bando, jepitan atau dikuncir dua.
Di perjalanan saat menuju Sekolah, Natalia bercanda kecil dan mengobrol dengan teman sekelasnya. Tahun ini sudah memasuki semester terakhir untuk kelas 3 Sekolah Menengah Pertama Sudirman.
"Ahaha.. aku tidak pernah berfikir seperti itu" Balasnya, tersenyum tipis
"Pasti Natalia udah punya pacar kan? Hemm"
"Be-belum tuh, sampai saat ini tidak ada satupun pria yang dekat denganku"
"Masa? Tapi kamu kelihatan akrab sekali dengan Ricky, hah.. *sigh* Dari penampilan sudah cocok, sekelas juga iya, setiap hari pulang bareng, apa lagi yang kurang coba?" Yukiko memutar otaknya untuk berfikir keras
"Kami berdua sebatas teman saja"
Jalan tanjakan untuk menuju sekolah perlahan membuat nafasnya tersengal-sengal ditambah pula dengan topik pembicaraan 'berat' yang membuat dadanya sesak.
"Ricky sangat populer di sekolah tapi tidak pernah ada gosip punya pacar, yang cocok dengannya hanya Natalia. Hehe"
'Aku juga berpendapat sama, hanya aku yang tahu kebiasaan Ricky, hanya aku yang selalu berada di dekatnya, hanya aku yang ada di depan matanya..'
Natalia pov
Kelas 1 SMP aku mencoba untuk bergabung dengan banyak klub di sekolah untuk memperbanyak teman karena aku tidak ingin merasa kesepian dan dikucilkan. Belajar memakai make-up dari majalah, berdandan dan modis. Aku puas nama Natalia bisa terkenal sampai ke kelas 3 ketika aku mendapatkan juara lomba kostum se-Sudirman. 'Kamu cantik sekali memakai kostum pengantin tadi' - 'Tidak kusangka ada juga adik kelas termanis sepertimu, Natalia' dan blablabla~
Aku pikir mereka tulus untuk berteman denganku namun kenyataanya adalah TIDAK.
"Hiks.. hiks.. a-aku kecewa karena dia merebut Shinichi dariku.." Suaranya terpatah-patah karena sesegukan.
"Ha? kamu bilang cowokmu digaet oleh Natalia?" Mata Yona membulat penuh.
Natalia hendak masuk ke dalam kamar mandi tapi langkahnya terhenti saat dia mendengar namanya disebut oleh seseorang. Dia mencoba mengambil suara-suara itu dengan telinganya secara seksama. Berdiri di samping tembok, menempelkan daun telinganya
"Iya, jam istirahat tadi dia meminjam buku PR Shinichi sambil pegangan tangan lama banget. Natalia munafik, dia tidak ingin menjalin hubungan dengan pria lain demi keteranan dikelilingi oleh para siswa..hiks" Ayana menceritakan jelas pada Yona, tubuhnya kini dipeluk. Air mata mengalir deras dari kedua kelereng matanya.
"Kita dekat dengan Natalia karena setiap ada kerja kelompok para murid cowok mau melihat kita. Sekarang aku tidak ingin berteman dengannya lagi bisa-bisa pacarku juga direbut"
Dalam hati aku bersyukur bisa tahu niat buruk kedua wanita itu tapi disisi lain aku marah, siapa yang ingin dipuja-puja oleh pria? Mereka sendiri yang menggodaku, kalian salah paham dan aku juga terlalu berharap menerima arti teman dari kalian.
Kakiku terasa ringan menjauh dari tempat itu, aku menangis. Perasaan wanita benar-benar rapuh, senyuman yang selalu aku berikan hanya perisai belaka, aku ingin mereka tidak pernah menemukan kekurangan sekecil apapun yang ada pada diriku.
Sampai di kelas aku duduk di bangku, sendiri. Bebas mencaci maki dan mengeluarkan semua unek-unek dalam hati.
"BODOH! kalian pikir lebih cantik dariku?Shinichi anak membosankan itu ga selevel dengan seleraku" Dicabik-cabik roti buaya yang dia beli dari Jakarta :p
Kesal, aku ingin memukul seseorang.
SREG..
Seorang pria berambut raven berpakaian baju olahraga baseball membuka pintu kelas.
"Eh.." Natalia menoleh kaget
Pria itu mematung di lawang pintu "Daijobu ka?" bertanya seraya membuka topi yang menempel di kepalanya.
"Ricky.. Haiii" Natalia menyunggingkan senyuman 'Aku malu!' "Ada keperluan apa Ricky ke kelas, bukannya sedang latihan main baseball?"
"Iya, a-aku ingin mengambil barangku yang ketinggalan" Tubuhnya kini bergerak ke arah bangku paling ujung di kelas, di sisi jendela. Tangannya mengodok kolong meja mencari sesuatu "Ahaha, ternyata benar lupa tidak dibawa tadi"
DEG. Dadaku berdegup kencang, dia sangat baik padaku meskipun make-up di wajahku luntur akibat air mata.
"Na~ aku akan kembali ke lapangan, kamu yakin baik-baik saja?" Ricky terlihat khawatir, dia memang selalu bersikap baik pada siapapun yang berada disekitarnya
"Hem" Aku mengangguk
"Hn, baiklah kalau begitu. Jaaa~"
Kini dia sudah keluar dari ruangan, aku bodoh. Kenapa tadi aku tidak bilang aku sedang dalam masalah
Suara pintu digeser terdengar untuk kedua kalinya "Natalia, kamu tidak apa-apa kan?"
Ricky menghampiriku, dia bahkan menghiraukan pertandingan baseball antar kelas yang sedang berlangsung untuk menemaniku. Mataku semakin terasa panas, aku tidak bisa menahan jeritan yang ingin aku keluarkan.
"HUAA..."
"Nat-Natalia tenanglah."
Sejak saat itu pikiranku hanya tertuju pada satu orang yaitu Ricky Levi. Haha.. aku beruntung, dia memperlakukanku berbeda dari wanita lain.
"Rick, apa tidak masalah jika kita berdua pulang sekolah bersama? A-aku ingin dibonceng dibelakang sepedamu" Permintaanku selalu dia kabulkan.
Satu tahun berlalu tidak ada perubahan yang signifikan, dia masih tetap ramah, membuatku semakin jatuh hati padanya. Cinta yang belum pernah aku utarakan sampai sekarang, aku belum berani mengatakan hal itu karena hubungan kita yang sudah sangat dekat tidak ingin hancur hanya karena perasaan terpendamku.
"Tidak, tidak mungkin.."
Apa yang sedang dia lakukan bersama wanita kampungan itu? Ricky tersenyum lebar saat di dekatnya, dia tak pernah menampakkan kegembiraan dihadapanku!
Ricky berjongkok didepan bangku teman sekelasnya saat sore hari setelah pelajaran selesai. Anak sulung keluarga Miharja yang baru saja mendaftar di kelas 2-C sebagai murid pindahan baru duduk disebelah bangku Ricky. Namanya adalah Veranda, dia belum pernah berbicara pada siapapun meskipun sudah 3 minggu berlalu belajar di Sudirman SMP
Aku sudah membulatkan tekad, tidak ada waktu lagi sampai Ricky berpindah ke lain hati.
"Ricky aku ingin berbicara sesuatu"
"Hn?" Dia menurunkan kaki dari pedal sepeda.
Hari terakhir bisa berada di sekolah SMP Sudirman aku manfaatkan untuk berterus terang. "Aku menyukaimu, Rick!" Suara lantang dan keras pasti bisa didengar oleh obyek. Kupejamkan mata karena tak ingin melihat ekspresi yang dia buat setelah mendengar pengakuan ini.
'Kenapa kamu diam? jawablah!' Dengusku dalam hati.
Tap tap tap
Kaki teguh itu berlari ke depan, GRAP. Kurasakan tubuhnya menggapaiku dan memelukku erat
"Maaf Nat. Aku tidak bermaksud membuatmu jatuh cinta padaku, aku melakukan kebaikan untukmu karena aku peduli padamu, sebagai sahabat"
Tangannya terasa bergetar, aku bisa merasakan itu dibalik punggungku.
"Nah~ buka matamu" Suruh Ricky perlahan melepaskan pelukan hangatnya
Kutarik kelopak mata, terlihat wajah bercahaya dari hadapanku
"Jangan menangis lagi, Nat.."
Bagaimana bisa aku tidak menangis karena kalimat yang kamu ucapkan membuatku semakin ingin menarikmu kedalam pelukanku lagi?
"Akankah kita tetap dekat setelah festival pelepasan murid kelas 3 nanti?"
Ricky menggaruk belakang kepalanya seraya berkata "Tentu, karena kita berteman. Sou, sudah sore mari kita pulang"
"Tidak. Aku masih ada keperluan lain, bye bye" Tersirat senyum kebohongan yang sudah beratus kali aku lakukan
***
"Le-lebih
baik aku tidak memberikannya sekarang"
DING DONG DING DONG DING DONG
Suara lonceng tanda bahwa pelajaran akan dimulai.
Fx SMA tahun 2011. Veranda melanjutkan ke sekolah umum di daerah Jakarta, dia akan lebih leluasa berbicara pada beberapa orang yang saat SMP dulu satu sekolah dengannya. Veranda bukanlah tipe orang yang mudah bergaul, dia gadis pemalu dan irit mengeluarkan kata-kata serta suara gagap adalah khasnya. setelah besar nanti Veranda cocok menjadi istri admin :p
Pagi tadi dia berdiri mematung di depan gerbang menunggu seseorang. Kegalauan muncul dari wajahnya, menengok kesana-kemari namun pria yang ditunggu tak menapakkan batang hidung.
Sepucuk surat yang dia tulis memakan waktu 6 jam untuk berpikir kini sudah diberi sampul hati, tahap terakhir adalah memberikannya pada orang itu lalu semuanya akan selesai setelah mendapatkan jawaban. Tidak peduli dia akan diterima ataupun tidak namun yang pasti dia tidak bisa hidup dalam kebimbangan di tahun baru ini.
"Hah, kamu beruntung. Setiap kali aku mengajak Natalia berkencan hanya pukulan keras yang aku dapatkan, keesokan harinya aku pasti masuk rumah sakit penuh perban" Dede berjalan menyandarkan kepalanya ke lipatan tangan yang dikalungkan dibelakang kepala, seperti kebiasaannya
"Kamu terlalu cerewet, dia akan merasa tidak nyaman berada di dekatmu jadi menyerah sajalah" Ejek Ricky.
Mereka berdua mulai berteman setelah saling mengenal di upacara MOS (Masa Orientasi Siswa) beberapa waktu lalu.
Muncul Amarah disekitar tubuh si pirang "Bukan Dede Ko namanya kalau mengambil kembali ucapan dan menyerah begitu saja"
"Jangan banyak mengeluh kalau dia menggamparmu lagi" Ucap Ricky.
"Mungkin tipe sepertinya lah yang akan menyerah" Dede mendelik, mata saphirenya memutar saat melewati pintu gerbang
"Tipe seperti.." Ricky ikut menatap ke sudut taman
Dia tahu siapa orang yang dimaksud oleh Dede
"Selamat pagi ,Veranda" Si rambut raven malah mendekat, meninggalkan Dede yang tadi sejajar disampingnya
"Hey Ricky kamu mau kemana, pelajaran pertama hari ini adalah matematika dari guru Anko yang.."
"Pergilah duluan, aku akan menyusul" Lengannya diangkat lalu bergoyang 'dadah'
"Se-se-se-lamat pagi Rick" Suara Veranda mencicit saat mendapati kepala Ricky tengah berpusat padanya
BRET
Surat yang digenggam oleh Veranda diambil paksa "Hn, sebuah surat cinta, untuk siapa nih?"
Veranda was-was rahasianya akan diketahui. "T-tolong jangan dilihat isinya"
"Apa ini? Kamu bercanda. Haha.." Selembar kertas yang ada di dalam amplop telah dibaca, Ricky tertawa lepas
"Kenapa kamu tertawa?! Ap-apa ada yang lucu?"
Ricky berhenti terbahak, dia tidak bermaksud untuk mengejek surat itu.
"Kenapa?" Tangan Veranda menarik renda-renda roknya
"Dear Dede Koo, . Kamu pikir kalimat itu cukup untuk membuat pengakuan pada seseorang?"
"Hiks..hiks.."
"Boo-doh. Kamu sungguh bodoh berbeda saat kamu menghadapi ujian sekolah"
"Aku hanya tidak tahu apa yang harus aku tulis, Rick"
Mereka berdua hening sesaat.
"A-ano tolong jangan beritahu Dede kalau aku suka padanya" Veranda memohon, tanganya mengambil kembali surat cinta itu
"Untuk apa kamu terus membuntutinya kalau kamu tidak berani mengungkapkan perasaanmu?" Ricky mengadahkan kepalanya ke daun-daun rindang pohon besar
"Aku bi-bisa mati karena gugup saat aku berada di dekatnya"
DING DONG DING DONG DING DONG
Suara lonceng tanda bahwa pelajaran akan dimulai.
Fx SMA tahun 2011. Veranda melanjutkan ke sekolah umum di daerah Jakarta, dia akan lebih leluasa berbicara pada beberapa orang yang saat SMP dulu satu sekolah dengannya. Veranda bukanlah tipe orang yang mudah bergaul, dia gadis pemalu dan irit mengeluarkan kata-kata serta suara gagap adalah khasnya. setelah besar nanti Veranda cocok menjadi istri admin :p
Pagi tadi dia berdiri mematung di depan gerbang menunggu seseorang. Kegalauan muncul dari wajahnya, menengok kesana-kemari namun pria yang ditunggu tak menapakkan batang hidung.
Sepucuk surat yang dia tulis memakan waktu 6 jam untuk berpikir kini sudah diberi sampul hati, tahap terakhir adalah memberikannya pada orang itu lalu semuanya akan selesai setelah mendapatkan jawaban. Tidak peduli dia akan diterima ataupun tidak namun yang pasti dia tidak bisa hidup dalam kebimbangan di tahun baru ini.
"Hah, kamu beruntung. Setiap kali aku mengajak Natalia berkencan hanya pukulan keras yang aku dapatkan, keesokan harinya aku pasti masuk rumah sakit penuh perban" Dede berjalan menyandarkan kepalanya ke lipatan tangan yang dikalungkan dibelakang kepala, seperti kebiasaannya
"Kamu terlalu cerewet, dia akan merasa tidak nyaman berada di dekatmu jadi menyerah sajalah" Ejek Ricky.
Mereka berdua mulai berteman setelah saling mengenal di upacara MOS (Masa Orientasi Siswa) beberapa waktu lalu.
Muncul Amarah disekitar tubuh si pirang "Bukan Dede Ko namanya kalau mengambil kembali ucapan dan menyerah begitu saja"
"Jangan banyak mengeluh kalau dia menggamparmu lagi" Ucap Ricky.
"Mungkin tipe sepertinya lah yang akan menyerah" Dede mendelik, mata saphirenya memutar saat melewati pintu gerbang
"Tipe seperti.." Ricky ikut menatap ke sudut taman
Dia tahu siapa orang yang dimaksud oleh Dede
"Selamat pagi ,Veranda" Si rambut raven malah mendekat, meninggalkan Dede yang tadi sejajar disampingnya
"Hey Ricky kamu mau kemana, pelajaran pertama hari ini adalah matematika dari guru Anko yang.."
"Pergilah duluan, aku akan menyusul" Lengannya diangkat lalu bergoyang 'dadah'
"Se-se-se-lamat pagi Rick" Suara Veranda mencicit saat mendapati kepala Ricky tengah berpusat padanya
BRET
Surat yang digenggam oleh Veranda diambil paksa "Hn, sebuah surat cinta, untuk siapa nih?"
Veranda was-was rahasianya akan diketahui. "T-tolong jangan dilihat isinya"
"Apa ini? Kamu bercanda. Haha.." Selembar kertas yang ada di dalam amplop telah dibaca, Ricky tertawa lepas
"Kenapa kamu tertawa?! Ap-apa ada yang lucu?"
Ricky berhenti terbahak, dia tidak bermaksud untuk mengejek surat itu.
"Kenapa?" Tangan Veranda menarik renda-renda roknya
"Dear Dede Koo, . Kamu pikir kalimat itu cukup untuk membuat pengakuan pada seseorang?"
"Hiks..hiks.."
"Boo-doh. Kamu sungguh bodoh berbeda saat kamu menghadapi ujian sekolah"
"Aku hanya tidak tahu apa yang harus aku tulis, Rick"
Mereka berdua hening sesaat.
"A-ano tolong jangan beritahu Dede kalau aku suka padanya" Veranda memohon, tanganya mengambil kembali surat cinta itu
"Untuk apa kamu terus membuntutinya kalau kamu tidak berani mengungkapkan perasaanmu?" Ricky mengadahkan kepalanya ke daun-daun rindang pohon besar
"Aku bi-bisa mati karena gugup saat aku berada di dekatnya"
***
Veranda
pov
Tidak ada yang tahu kalau aku sering mengobrol dengan Ricky di belakang sekolah. Dia masih tetap populer meskipun sudah memasuki kelas 2 SMA. 2 Tahun di Fx High School aku bisa sekelas dengannya. Dia adalah orang pertama yang memperlakukanku dengan baik, membimbingku menjadi satu kepribadian berani walaupun tetap pemalu.
Suatu hari aku merasa perasaanku pada Dede semakin memudar, aku tidak dekat dengannya dan dia pun berbalas menjauh. Yang aku dengar dia sekarang berpacaran dengan Natalia, primadona sekolah. Hah, aku tidak akan bisa bersaing dengan tampang pas-pasan yang dianugrahkan oleh Tuhan padaku .
"Ma-maaf aku boleh duduk makan siang disini?"
"KYAAAA~~"
Apa hal yang sudah aku lakukan, mengapa mereka ketakutan saat melihat wajahku?
"Jangan dekat-dekat, hantu!"
Begitulah sentak teman sekelasku.
"Maaf.." Kutundukkan tubuh serendah-rendahnya lalu berlari.
"Ihh, ternyata memang benar mata si Ve putih merah, menyeramkan" dino bergidik ngeri
"Tidak, kalau dilihat dari dekat matanya sangat bercahaya dan ada segaris warna lavender tanpa pupil" Ucap seseorang dari belakang
"Ricky.."
"Dia orang yang baik" Ricky membela Veranda, dia kembali pergi ke meja makannya di kantin
"Lho kok Ricky bisa melindungi hantu sekolah itu?" Berbisik ke telinga Dino
"Iya ya padahal mereka tak pernah saling berbicara di depan umum"
"Veranda, apa kamu nyaman dengan keadaan kita yang seperti ini?"
Ricky mengajakku bertemu di perpustakaan. Tempat yang paling kita sukai karena tidak ada suara berisik yang menggangu. Aku tahu berteman dengannya secara sembunyi-sembunyi pasti membuatnya merasa aneh, ini tidak wajar. Apalagi aku bisa sedekat ini dengannya karena perasaan cinta ku yang tak terbalaskan pada Dede.
"Bagaimanapun cara kita bisa saling berbicara belum pernah aku pikirkan terlalu serius, bukan masalah juga jika mengobrol hanya berdua saja dengan Ricky"
Dulu aku memanggilnya -kak karena dia tidak familier dalam lingkunganku. Seiring berjalannya waktu aku tak bisa membedakan panggilan untuknya karena dia tak berpaut jauh umur dariku, hanya 5 bulan.
Sambil membuka lembaran buku, dia membalas "Hn"
Dua huruf konsonan yang berhubungan erat dengan individual Ricky. Aku selalu tersenyum saat dia mulai tak bisa memilih kalimat lagi.
[Dalam kehidupan sehari hari Ricky belum pernah bertemu Veranda, cumin sekali itupun udah lama ^_^]
Tidak ada yang tahu kalau aku sering mengobrol dengan Ricky di belakang sekolah. Dia masih tetap populer meskipun sudah memasuki kelas 2 SMA. 2 Tahun di Fx High School aku bisa sekelas dengannya. Dia adalah orang pertama yang memperlakukanku dengan baik, membimbingku menjadi satu kepribadian berani walaupun tetap pemalu.
Suatu hari aku merasa perasaanku pada Dede semakin memudar, aku tidak dekat dengannya dan dia pun berbalas menjauh. Yang aku dengar dia sekarang berpacaran dengan Natalia, primadona sekolah. Hah, aku tidak akan bisa bersaing dengan tampang pas-pasan yang dianugrahkan oleh Tuhan padaku .
"Ma-maaf aku boleh duduk makan siang disini?"
"KYAAAA~~"
Apa hal yang sudah aku lakukan, mengapa mereka ketakutan saat melihat wajahku?
"Jangan dekat-dekat, hantu!"
Begitulah sentak teman sekelasku.
"Maaf.." Kutundukkan tubuh serendah-rendahnya lalu berlari.
"Ihh, ternyata memang benar mata si Ve putih merah, menyeramkan" dino bergidik ngeri
"Tidak, kalau dilihat dari dekat matanya sangat bercahaya dan ada segaris warna lavender tanpa pupil" Ucap seseorang dari belakang
"Ricky.."
"Dia orang yang baik" Ricky membela Veranda, dia kembali pergi ke meja makannya di kantin
"Lho kok Ricky bisa melindungi hantu sekolah itu?" Berbisik ke telinga Dino
"Iya ya padahal mereka tak pernah saling berbicara di depan umum"
"Veranda, apa kamu nyaman dengan keadaan kita yang seperti ini?"
Ricky mengajakku bertemu di perpustakaan. Tempat yang paling kita sukai karena tidak ada suara berisik yang menggangu. Aku tahu berteman dengannya secara sembunyi-sembunyi pasti membuatnya merasa aneh, ini tidak wajar. Apalagi aku bisa sedekat ini dengannya karena perasaan cinta ku yang tak terbalaskan pada Dede.
"Bagaimanapun cara kita bisa saling berbicara belum pernah aku pikirkan terlalu serius, bukan masalah juga jika mengobrol hanya berdua saja dengan Ricky"
Dulu aku memanggilnya -kak karena dia tidak familier dalam lingkunganku. Seiring berjalannya waktu aku tak bisa membedakan panggilan untuknya karena dia tak berpaut jauh umur dariku, hanya 5 bulan.
Sambil membuka lembaran buku, dia membalas "Hn"
Dua huruf konsonan yang berhubungan erat dengan individual Ricky. Aku selalu tersenyum saat dia mulai tak bisa memilih kalimat lagi.
[Dalam kehidupan sehari hari Ricky belum pernah bertemu Veranda, cumin sekali itupun udah lama ^_^]
Rasa nyaman berada di dekatnya dan terlindungi dari sosok-sosok jahat yang memandangku sebelah mata, entah bagaimana ceritanya kita berdua bisa bersama sampai sekarang karena terlalu banyakhistory diantara aku dan dia.
"Kamu tidak pernah membicarakan tentang dobe lagi." Tutur Ricky, wajahnya ditahan oleh telapak tangan yang ditempel diatas meja
Aku tersenyum miris 'Jangan ungkit masa laluku, tolong'
Ricky mengerti apa yang ada dalam pikiranku "Veranda, apa kamu ingin tahu alasan aku selalu semangat mengawali hari untuk pergi ke sekolah?"
Aku menggeleng lembut.
"Karena kamu.."
'Apa yang sedang kamu bicarakan?' Alisku menaik "A-aku tidak mengerti"
"Kamu akan mengetahuinya oleh dirimu sendiri, kamu anak pintar" Lengannya mengacak-acak poni rapihku
"Uh j-jangan sembarang membuat kusut rambutku" Bibirku mengerucut
Kembali ke kelas, aku menyusulnya dari belakang karena jangan sampai orang lain sadar tentang hubunganku.
"Oi, Rick. Pak Aliando memintamu untuk menjadi ketua kelas. Tadi dia menyuruh untuk membuatkan data-data anggota pengurus kelas" Kinal menyapa. Dia saat ini menjadi sahabat dekatnya, mengganti posisi Dede yang berbeda kelas
"Ah, ini sangat mendadak. Dia bahkan belum memberitahuku kalau aku yang menjadi wakil kelas"
Siswa berambut ala nanas itu menepuk bahu Ricky "Dia mengandalkanmu"
"Baiklah"
Ricky berdiri ke atas altair *memangnya di gereja* di depan papan tulis. Menggebrak pelan memberi isyarat.
"Tolong kalian duduk di bangku masing-masing, aku akan menyampaikan satu pengumuman"
"Okeei! Ricky cocok menjadi pemimpin, auranya semakin kuat" Yona menyanjung teman pacarnya. Dia dan Nina adalah pasangan paling bersahabat sepanjang sejarah
"Bagaimana menurutmu, Ve?" Tanya Della.
"I-iya"
"Hah, kamu tidak sadar sedang dekat dengan bintang sekolah?"
Aku tidak sengaja pernah membocorkan kedekatanku dengan Ricky pada Della dan Yona. Mereka adalah teman terbaikku yang menerimaku apa adanya dan tidak takut pada tampang horor parasku.
"Iie" jawabku
"Karena ini masih
awal semester, kita harus menyusun sistem kelas. Kuputuskan yang menjadi wakil
ketua adalah Nina. Bagi siapapun yang rela hati menjadi bagian pengurus kelas,
bisa acungkan tangan" Ricky begitu mantap berbicara, sangat mengesankan.
"Aku mau jadi
seksi perpustakaan" Naomi berdiri mempersembahkan diri dengan senang hati.
"Oke. Selanjutnya?"
"Yang menjadi
bendahara Della saja.." Ical mengeluarkan pendapat
"Kalau Della yang
mengurus uang bakal dikorupsi sama dia, Della ikut bagian eksekutif saja"
Timpal Ricky
"Uh, dia sok tahu
sekali tentangku" Dengus Della, kesal "Apa saja boleh, aku akan
senang punya kegiatan" Teriaknya
"Ano, aku ingin
menjadi seksi kebersihan bersama Veranda.." Natsu dengan sikap kekurangan
pasokan percaya diri mengangkat tangan kanannya
Natsu adalah siswa
feminin yang mengagumi Veranda secara diam-diam. Dibalik tampang cupunya dia
memiliki hati yang baik dan sensitif.
"N-natsu, beneran"
"Sip, bisa aku
atur" Ricky memotong kalimat gelagapan Veranda yang tak kunjung selesai
"Santai saja,Ve.
Kamu kan mirip ibu rumah tangga, pintar memasak lagi" Bibirnya menaik, aku
jadi senang.
***
Lonceng pulang sudah
berbunyi 10 menit yang lalu. Aku memutuskan untuk menetap sebentar disini,
memulai berkebun.
Taman-taman yang
dibangun di sisi luar kelas tidak terurus, tak ada yang mau mengurus lebih
tepatnya.
"Pekerjaan ini
akan aku selesaikan secepat mungkin sebelum keburu sore"
"Ve, kamu yakin
bisa pulang sendiri?" Della dan Nina menemaniku, mereka duduk di kursi
taman. Namun aku yakin mereka masih ada urusan lain yang mesti dilakukan.
"Hmp. Tidak akan
lama kok, se jam lagi paling" jawabku
"Baiklah.. Kami
pulang dulu"
"Byebye, Ve"
Nina melambaikan tangan
"Dadah."
Sarung tangan karet
berwarna kuning, peralatan untuk mengaduk tanah sudah siap.
"Aku butuh air,
tanahnya keras"
Di kelas 2-B tepat
dekat taman yang sedang Ve perbaharui, sesosok pria bermata onyx mengamati
geral-gerik Ve. Sesekali wajahnya memunculkan senyuman tipis entah apa yang membuatnya
begitu padahal Veranda tidak sedang melawak menjadi badut.
"Hn―"
'A-aku ingin berteman
baik dengan mereka..'
Belum pernah aku temui
gadis lugu sepertinya. Dia tidak seperti siswi lain yang setiap kali dekat
denganku selalu heboh. Ku akui, aku menyukai paras merah merona di pipinya
karena malu atau nalurinya ingin bergantung padaku.
Di tepi sungai Tamaka
aku menemukannya sedang meraih sesuatu. Kakiku berlabuh sesaat.
"Kamu sedang
apa?"
Dia menoleh, wanita
yang cinta mati pada si dobe.
"B-bisakah kamu
membantuku menolong anak anjing itu yang hanyut di sungai?"
Gosip yang beredar
tentang Veranda 100 persen salah, dia bukan hantu jadi-jadian, dia terlihat
bagai― malaikat
"Hai!"
Kerap kali aku
berpapasan dengannya tanpa disengaja, itu membuatku penasaran.
"Yosh.. besok aku
tinggal menanam benih tumbuhan obat dan bunga-bunga. Syukurlah.." Veranda
menengok arloji di lengan kirinya "Tepat waktu hanya 1 jam" Dia
bangun dari sikap jongkok, lalu berjalan menuju kelas untuk mengambil tasnya
Deg
Langkah kaki Veranda berjeda, dia terkesiap mengetahui seseorang masih ada di kelasnya.
"Ricky belum pulang?"
Dia memindahkan pandangannya dari arah jendela menuju asal suara yang memanggilnya.
"Aku menunggumu.."
Tangan Veranda gemetar, isi pikiran menjadi buyar. 'Sejak kapan aku merasa nervous di dekat Ricky?'
Ricky hafal bahwa Veranda kini lebih canggung untuk sekedar menyapa 'ohayou' di pagi hari atau menatapnya dari kejauhan.
"Lupakan saja jika itu membebanimu.." Ricky mengambil tas jinjingnya seketika melangkah ke luar kelas meninggalkan Veranda yang kebingungan dibuatnya
Hari berikutnya di tengah jam makan siang Pak guru memberi himbauan.
'Berita kilat. Setiap murid harus masuk ke kegiatan ekstrakulikuler sekolah. Ada 12 kategori ECA sudah aku tempel di papan pengumuman'
Suaranya terdengar dari speaker, masih tetap berlagak nyantai namun dia jenius
Veranda mengambil golongan musik, menjahit dan matematika. Orang-orang dalam kelas menjahit kini bercampur dari kelas lain juga. Merasa kesepian, tidak ada pemuda raven yang dingin.
Tapi di kelas musik dia bisa bertemu dengan Ricky lagi. Veranda mengucap syukur akhirnya ini bukan akhir dunia.
"Salam kenal, aku Saiko. Nice to meet you~" Tiba-tiba seorang pria yang agak tua duduk disamping bangku Veranda dan menyulurkan tangan perkenalan
"Oh, ya. Sama-sama" Veranda membalas salaman darinya
"Namaku Saiko, kamu?"
"Ve-Veranda. A-aku pikir kamu mirip seseorang.." Wajah Saiko mengingatkannya pada Ricky
"Siapa? Ah kamu ini baru juga bertemu denganku sekali sudah sok kenal, neh"
Tapi dia berbeda, lebih santai dan jenaka
"Maaf,maaf"
"Iiyo.. Kamu menakutkan, tidak pernah tersenyum" Saiko menempelkan tangannya di dahi Veranda, menyibakkan poni ratanya "Aku kira kamu tidak punya alis mata, haha"
"HO!" Veranda benar-benar membulat.
Ricky menggebrak meja yang tadi dia duduki. BRUAK
Orang-orang di kelas itu langsung mengalihkan perhatian pada sang pemuda yang terlihat marah.
Deg
Langkah kaki Veranda berjeda, dia terkesiap mengetahui seseorang masih ada di kelasnya.
"Ricky belum pulang?"
Dia memindahkan pandangannya dari arah jendela menuju asal suara yang memanggilnya.
"Aku menunggumu.."
Tangan Veranda gemetar, isi pikiran menjadi buyar. 'Sejak kapan aku merasa nervous di dekat Ricky?'
Ricky hafal bahwa Veranda kini lebih canggung untuk sekedar menyapa 'ohayou' di pagi hari atau menatapnya dari kejauhan.
"Lupakan saja jika itu membebanimu.." Ricky mengambil tas jinjingnya seketika melangkah ke luar kelas meninggalkan Veranda yang kebingungan dibuatnya
Hari berikutnya di tengah jam makan siang Pak guru memberi himbauan.
'Berita kilat. Setiap murid harus masuk ke kegiatan ekstrakulikuler sekolah. Ada 12 kategori ECA sudah aku tempel di papan pengumuman'
Suaranya terdengar dari speaker, masih tetap berlagak nyantai namun dia jenius
Veranda mengambil golongan musik, menjahit dan matematika. Orang-orang dalam kelas menjahit kini bercampur dari kelas lain juga. Merasa kesepian, tidak ada pemuda raven yang dingin.
Tapi di kelas musik dia bisa bertemu dengan Ricky lagi. Veranda mengucap syukur akhirnya ini bukan akhir dunia.
"Salam kenal, aku Saiko. Nice to meet you~" Tiba-tiba seorang pria yang agak tua duduk disamping bangku Veranda dan menyulurkan tangan perkenalan
"Oh, ya. Sama-sama" Veranda membalas salaman darinya
"Namaku Saiko, kamu?"
"Ve-Veranda. A-aku pikir kamu mirip seseorang.." Wajah Saiko mengingatkannya pada Ricky
"Siapa? Ah kamu ini baru juga bertemu denganku sekali sudah sok kenal, neh"
Tapi dia berbeda, lebih santai dan jenaka
"Maaf,maaf"
"Iiyo.. Kamu menakutkan, tidak pernah tersenyum" Saiko menempelkan tangannya di dahi Veranda, menyibakkan poni ratanya "Aku kira kamu tidak punya alis mata, haha"
"HO!" Veranda benar-benar membulat.
Ricky menggebrak meja yang tadi dia duduki. BRUAK
Orang-orang di kelas itu langsung mengalihkan perhatian pada sang pemuda yang terlihat marah.
***
Pelajaran olahraga
diisi dengan permainan sepakbola. Siswa kelas 2-B yang lainnya ramai bersorak
menendang bola dan mengoper ke sesama timnya, namun dua orang tertentu duduk diatas
rumput bercakap-cakap membahas satu topik
"Aku kira aku orang yang paling dekat dengannya, ternyata tidak. Sejak naik ke kelas 2 dan terpisah oleh beberapa bangku rasanya dia semakin menjauh" Ucap Sasuke, menopang dagu di lututnya
"Seberapa dalam kamu memahami sifat dia?" Tanya Nina. Kendati sifatnya pemalas namun dia seorang pendengar yang baik
"Entahlah" Ricky mendesah
"Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik, Rick"
DAG DAG DAG
Darimana asal suara gema menggoyang tanah itu? Seorang pria berbadan besar menghampiri Nina. Dia juga tahu betul tentang perasaan Ricky
"Rick, istrimu sedang selingkuh tuh" Tutur Ical memberitahu
"Maksudnya?" Dari kepala Ricky keluar tanda tanya, lalu Nina menjotosnya
"Veranda lah, siapa lagi!" Sentak Nina
"Lagipula dia bukan istriku bahkan pacar pun belum resmi"
"Oh ya? Tadi waktu di kelas musik kenapa kamu tiba-tiba menggebrak meja saat melihat kakakmu menyentuh Veranda?"
"Aku egois, aku terlalu cemburu"
Nina menggelengkan kepalanya "Itu karena kamu benar-benar menyukainya!"
"Cerewet kau, Nina" Ricky bangun dari tempatnya "Tak perlu kau suruhpun aku tidak sudi memberikan Veranda pada Saiko"
"Menurutku kalian sungguh berlawanan"
Mendengar curhatan Veranda tentang Ricky, Saiko memberi pendapat. Dia yang notabene hidup serumah, seatap dan sekamar dengan adiknya -Ricky- tidak aneh jika tahu beribu hal tentang bungsu itu.
"Be-begitukah?" Tanya Veranda, rasa panik membuncah dalam hatinya
"Dia kan tenar banget, belasan gadis cantik ditolak, aku yakin dia memiliki gadis yang dia sukai sehingga dia tidak menjalin hubungan dengan wanita lain"
'Saiko benar, aku tidak pantas menjadi seseorang spesial bagi Ricky'
"Hora hora, masih banyak pria lain yang menyukaimu" Saiko mencoba menghibur Veranda yang sekarang sudah bersimbah air mata
"Tidak ada yang ingin dekat denganku ataupun suka padaku"
"A-aku mau kok jadi pacar Ve" Saiko tidak berniat mempermainkan perasaan rapuh milik Veranda. Dengan pengalaman yang sudah dilewati bersama beberapa mantan pacarnya, dia bisa membedakan yang mana wanita nakal dan yang mana gadis baik-baik
Tap tap tap
"Veranda.. hosh hosh" Irama udara yang keluar dari mulut Ricky tak beraturan, dia berlari mengelilingi bangunan sekolah untuk mencari.
"Rick-Ricky"
Saiko teringat pada 2 malam yang lalu
~~~
Dalam kamar kedua Levi brother, Saiko masih mengaji buku Geografi.
"Nii-san, aku merasa demam"
Saiko membalikkan tubuh dari kursi berodanya dan mengecek kening milik Ricky "Tapi kamu tidak panas sama sekali"
"Aku juga beberapa hari ini tidak bisa tidur, sebenarnya aku sedang sakit apa?" Ricky menyandar di tumpukan bantal yang tersusun di atas ranjangnya
"Mungkin kamu sedang jatuh cinta"
Ricky blushing, darah mimisan keluar dari hidungnya
~~~
"Apa yang kamu lakukan sampai membuat Ve menangis?!" Ricky menarik lengan Veranda menjauh dari Saiko
"Tenanglah adikku, tadi aku hanya.."
"Brisik!"
'Adik? Jadi Saiko adalah kakaknya Ricky.' Veranda mengusap air mata di pipinya
"Ve, orang yang kemarin kamu bilang mirip denganku pasti baka aniki ini kan?"
Veranda memberi anggukan iya
"Ayo kita pergi saja" Ricky menyeret tangan kecil gadis itu ke arah yang tak tentu tujuannya.
Mereka berhenti di belakang ruangan Gymnasium, akhirnya lengan Veranda bebas dari cengkraman.
"Maaf Ve.." Ricky membelakanginya, Veranda tidak bisa melihat ekspresi wajah Ricky. Apakah dia sedang tersenyum, menangis, kecewa?
"Ricky"
Ricky memutar badannya "Kamu menangis karena pria itu?"
Veranda menepisnya "Bukan, bukan karena kakakmu.."
"Lalu itu berarti karena aku?"
Veranda menutup wajahnya dengan telapak tangan
"Aku tidak seperti yang kamu pikir. Jadi jangan mengira aku ini adalah orang yang baik atau ramah, aku punya sisi buruk yang hanya memikirkan diriku sendiri" Ricky memijat dahinya
Hiks..
"VERANDA AKU MENYUKAIMU! Aku suka padamu, aku tidak bisa memperlakukanmu sama seperti orang lain, aku tidak ingin membuatmu menangis.."
"Cukup.." Dalam tangisnya Veranda berkata "Aku juga me-nyu-kai kamu" Suaranya menghilang, tidak terdengar jelas
"Jangan membuatku semakin sakit lagi, Veranda.." Ricky pergi menjauh
Apa yang harus dilakukan oleh Veranda. Dirinya ingin mengejar sosok itu namun dia tak berani
'Jangan membuatku semakin sakit lagi, Ve..' Suaranya mendengung dikepala
"Dada ku sangat sakit, apa yang terjadi padaku? melihat wajah Ricky merunduk seperti tadi, tidak biasanya dia berbicara tanpa menatap mataku. Apa aku sungguh tidak pantas untuknya?"
Veranda mencoba menenangkan diri, melamun di tempat yang sedari tadi dia injak.
"Aku tidak mau ada kesalah pahaman antara aku dan Ricky" Veranda berlari menyusul Ricky yang pergi entah kemana
"Ve, aku ada keperluan denganmu.." Della melintas di tengah pencarian
"Ma-maaf Dell, aku sedang terburu-buru" Balas Ve
"E-eh!"
Menaiki anak tangga menuju lantai atas, dia pasti ada di ruangan itu.
"Dia selalu ada saat aku membutuhkan teman.. Dia pernah menungguku berjam-jam dalam hujan salju tanpa memperdulikan dirinya sendiri. Dia yang membantuku membangun kepercayaan diri untuk lebih terbuka pada banyak orang, Aku ingin melihat wajahnya yang sekarang.. Aitai"
SREG
Pintu kelas yang tak dikunci dari dalam sekarang dipegang oleh Veranda, setengahnya dia geser memberi celah untuk memudahkannya mengobrol dengan pria yang tadi dia cari.
"Nina? Kamu kan baru saja keluar dari kelas, apa masih ada yang ingin kamu sampaikan?" Tanya Ricky.
Pintu besi berjendela kecil itu tidak menampakkan wajah Ve
"Nina-"
"Ve-Veranda, bukan kak nina"
Ricky kaget, dia skakmat sekarang.
"A-aku mohon biarkan aku yang berbicara dulu"
Ricky tetap di tempatnya, disisi jendela
"Ricky tetaplah orang yang baik dimataku karena banyak hal-hal baik yang aku dapatkan setelah mengenal Ricky. A-aku aku juga bisa melupakan Dede berkat dukungan darimu, dulu aku sempat putus asa dan merasa tidak berguna lagi"
"Vee.. aku"
"Aku kira aku orang yang paling dekat dengannya, ternyata tidak. Sejak naik ke kelas 2 dan terpisah oleh beberapa bangku rasanya dia semakin menjauh" Ucap Sasuke, menopang dagu di lututnya
"Seberapa dalam kamu memahami sifat dia?" Tanya Nina. Kendati sifatnya pemalas namun dia seorang pendengar yang baik
"Entahlah" Ricky mendesah
"Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik, Rick"
DAG DAG DAG
Darimana asal suara gema menggoyang tanah itu? Seorang pria berbadan besar menghampiri Nina. Dia juga tahu betul tentang perasaan Ricky
"Rick, istrimu sedang selingkuh tuh" Tutur Ical memberitahu
"Maksudnya?" Dari kepala Ricky keluar tanda tanya, lalu Nina menjotosnya
"Veranda lah, siapa lagi!" Sentak Nina
"Lagipula dia bukan istriku bahkan pacar pun belum resmi"
"Oh ya? Tadi waktu di kelas musik kenapa kamu tiba-tiba menggebrak meja saat melihat kakakmu menyentuh Veranda?"
"Aku egois, aku terlalu cemburu"
Nina menggelengkan kepalanya "Itu karena kamu benar-benar menyukainya!"
"Cerewet kau, Nina" Ricky bangun dari tempatnya "Tak perlu kau suruhpun aku tidak sudi memberikan Veranda pada Saiko"
"Menurutku kalian sungguh berlawanan"
Mendengar curhatan Veranda tentang Ricky, Saiko memberi pendapat. Dia yang notabene hidup serumah, seatap dan sekamar dengan adiknya -Ricky- tidak aneh jika tahu beribu hal tentang bungsu itu.
"Be-begitukah?" Tanya Veranda, rasa panik membuncah dalam hatinya
"Dia kan tenar banget, belasan gadis cantik ditolak, aku yakin dia memiliki gadis yang dia sukai sehingga dia tidak menjalin hubungan dengan wanita lain"
'Saiko benar, aku tidak pantas menjadi seseorang spesial bagi Ricky'
"Hora hora, masih banyak pria lain yang menyukaimu" Saiko mencoba menghibur Veranda yang sekarang sudah bersimbah air mata
"Tidak ada yang ingin dekat denganku ataupun suka padaku"
"A-aku mau kok jadi pacar Ve" Saiko tidak berniat mempermainkan perasaan rapuh milik Veranda. Dengan pengalaman yang sudah dilewati bersama beberapa mantan pacarnya, dia bisa membedakan yang mana wanita nakal dan yang mana gadis baik-baik
Tap tap tap
"Veranda.. hosh hosh" Irama udara yang keluar dari mulut Ricky tak beraturan, dia berlari mengelilingi bangunan sekolah untuk mencari.
"Rick-Ricky"
Saiko teringat pada 2 malam yang lalu
~~~
Dalam kamar kedua Levi brother, Saiko masih mengaji buku Geografi.
"Nii-san, aku merasa demam"
Saiko membalikkan tubuh dari kursi berodanya dan mengecek kening milik Ricky "Tapi kamu tidak panas sama sekali"
"Aku juga beberapa hari ini tidak bisa tidur, sebenarnya aku sedang sakit apa?" Ricky menyandar di tumpukan bantal yang tersusun di atas ranjangnya
"Mungkin kamu sedang jatuh cinta"
Ricky blushing, darah mimisan keluar dari hidungnya
~~~
"Apa yang kamu lakukan sampai membuat Ve menangis?!" Ricky menarik lengan Veranda menjauh dari Saiko
"Tenanglah adikku, tadi aku hanya.."
"Brisik!"
'Adik? Jadi Saiko adalah kakaknya Ricky.' Veranda mengusap air mata di pipinya
"Ve, orang yang kemarin kamu bilang mirip denganku pasti baka aniki ini kan?"
Veranda memberi anggukan iya
"Ayo kita pergi saja" Ricky menyeret tangan kecil gadis itu ke arah yang tak tentu tujuannya.
Mereka berhenti di belakang ruangan Gymnasium, akhirnya lengan Veranda bebas dari cengkraman.
"Maaf Ve.." Ricky membelakanginya, Veranda tidak bisa melihat ekspresi wajah Ricky. Apakah dia sedang tersenyum, menangis, kecewa?
"Ricky"
Ricky memutar badannya "Kamu menangis karena pria itu?"
Veranda menepisnya "Bukan, bukan karena kakakmu.."
"Lalu itu berarti karena aku?"
Veranda menutup wajahnya dengan telapak tangan
"Aku tidak seperti yang kamu pikir. Jadi jangan mengira aku ini adalah orang yang baik atau ramah, aku punya sisi buruk yang hanya memikirkan diriku sendiri" Ricky memijat dahinya
Hiks..
"VERANDA AKU MENYUKAIMU! Aku suka padamu, aku tidak bisa memperlakukanmu sama seperti orang lain, aku tidak ingin membuatmu menangis.."
"Cukup.." Dalam tangisnya Veranda berkata "Aku juga me-nyu-kai kamu" Suaranya menghilang, tidak terdengar jelas
"Jangan membuatku semakin sakit lagi, Veranda.." Ricky pergi menjauh
Apa yang harus dilakukan oleh Veranda. Dirinya ingin mengejar sosok itu namun dia tak berani
'Jangan membuatku semakin sakit lagi, Ve..' Suaranya mendengung dikepala
"Dada ku sangat sakit, apa yang terjadi padaku? melihat wajah Ricky merunduk seperti tadi, tidak biasanya dia berbicara tanpa menatap mataku. Apa aku sungguh tidak pantas untuknya?"
Veranda mencoba menenangkan diri, melamun di tempat yang sedari tadi dia injak.
"Aku tidak mau ada kesalah pahaman antara aku dan Ricky" Veranda berlari menyusul Ricky yang pergi entah kemana
"Ve, aku ada keperluan denganmu.." Della melintas di tengah pencarian
"Ma-maaf Dell, aku sedang terburu-buru" Balas Ve
"E-eh!"
Menaiki anak tangga menuju lantai atas, dia pasti ada di ruangan itu.
"Dia selalu ada saat aku membutuhkan teman.. Dia pernah menungguku berjam-jam dalam hujan salju tanpa memperdulikan dirinya sendiri. Dia yang membantuku membangun kepercayaan diri untuk lebih terbuka pada banyak orang, Aku ingin melihat wajahnya yang sekarang.. Aitai"
SREG
Pintu kelas yang tak dikunci dari dalam sekarang dipegang oleh Veranda, setengahnya dia geser memberi celah untuk memudahkannya mengobrol dengan pria yang tadi dia cari.
"Nina? Kamu kan baru saja keluar dari kelas, apa masih ada yang ingin kamu sampaikan?" Tanya Ricky.
Pintu besi berjendela kecil itu tidak menampakkan wajah Ve
"Nina-"
"Ve-Veranda, bukan kak nina"
Ricky kaget, dia skakmat sekarang.
"A-aku mohon biarkan aku yang berbicara dulu"
Ricky tetap di tempatnya, disisi jendela
"Ricky tetaplah orang yang baik dimataku karena banyak hal-hal baik yang aku dapatkan setelah mengenal Ricky. A-aku aku juga bisa melupakan Dede berkat dukungan darimu, dulu aku sempat putus asa dan merasa tidak berguna lagi"
"Vee.. aku"
"Kita berdua
memang berbeda, sifat dan takdir kita berlawanan. Aku ingin menghancurkan
dinding yang menghalangi pandangan kita, aku ingin selalu melihat Ricky yang tersenyum
ramah dan lucu" Veranda terus bersembunyi di balik pintu
"Keluarkan saja, apapun yang ingin kamu katakan, Ve.."
"Bodohh-booo-dohh.. hiks.."
Tidak seperti Ve yang dulu, kini dia semakin berani karena dia telah jatuh pada Ricky Levi yang tak pernah diduga akan muncul sebagai pahlawan.
Ricky berjalan dengan tempo lebih cepat.
"Buka Ve! Buka pintunya"
"Tidak, aku ti-tidak mau Ricky melihat wajahku yang sedang menangis" Ve menahan lengannya untuk mengunci pintu namun tenaga Ricky lebih kuat darinya
Grap
Veranda ditarik ke dalam kelas, rambut indigo yang sepinggul itu melayang oleh udara
"Keluarkan saja, apapun yang ingin kamu katakan, Ve.."
"Bodohh-booo-dohh.. hiks.."
Tidak seperti Ve yang dulu, kini dia semakin berani karena dia telah jatuh pada Ricky Levi yang tak pernah diduga akan muncul sebagai pahlawan.
Ricky berjalan dengan tempo lebih cepat.
"Buka Ve! Buka pintunya"
"Tidak, aku ti-tidak mau Ricky melihat wajahku yang sedang menangis" Ve menahan lengannya untuk mengunci pintu namun tenaga Ricky lebih kuat darinya
Grap
Veranda ditarik ke dalam kelas, rambut indigo yang sepinggul itu melayang oleh udara
'Aku juga mencintaimu,
Ve..'
Ricky mendekapnya sangat erat. Lengannya mengadahkan dagu Veranda seraya berkata "Tatap wajahku.."
"Ti-tidak, aku malu" Ve menolaknya
"Kita sudah lama tidak saling bertatapan langsung dalam jarak dekat seperti ini, aku suka bagaimana dirimu yang lugu dan pemalu dengan wajah memerah seperti tomat"
"Ah.."
Mata onyx berwarna hitam kelam masuk ke dalam mata lavender bercahaya milik Veranda. Keduanya tersenyum bahagia dan kembali memberi kehangatan dalam pelukan..
THE END
Ricky mendekapnya sangat erat. Lengannya mengadahkan dagu Veranda seraya berkata "Tatap wajahku.."
"Ti-tidak, aku malu" Ve menolaknya
"Kita sudah lama tidak saling bertatapan langsung dalam jarak dekat seperti ini, aku suka bagaimana dirimu yang lugu dan pemalu dengan wajah memerah seperti tomat"
"Ah.."
Mata onyx berwarna hitam kelam masuk ke dalam mata lavender bercahaya milik Veranda. Keduanya tersenyum bahagia dan kembali memberi kehangatan dalam pelukan..
THE END
Ditunggu Krutik dan Sarannya J Thanks for read
By: Admin
Natalia INA FAns
Fanfiction JKT48 : Kamu Spesial Ay
Kamu Spesial Ay
Inspired by : @achanJKT48 / Ayana Shahab
“Kamu harus banyak
minum susu mulai dari sekarang” Suara perintah yang halus terdengar di sebelah
kanan telingaku.
“Ngomongin apa sih
kamu ini?”
Aku tidak tahu apa
maksudnya dia berkata seperti itu. Dia masih memelukku erat, dekapannya hangat,
mengelus punggungku dengan tatapan yang sayu.
Riki, pacar pertamaku
yang setahun setelahnya dia meninggal.
~~~
Ini adalah cerita
tentang seorang gadis yang belum lama melewati kehidupan sehingga hanya
memiliki segelintir pengalaman.
Nama lengkapku Ayana
Shahab, hidup di lingkungan keluarga kecil yang sederhana. Aku punya seorang
kakak yang sangat mandiri namun memiliki karakter bertolak belakang denganku,
Sakina adalah sosok gadis kecil yang berani dan tangguh.
“Hoshh..hoshh.. Tadi
pertandingan bola volleynya menyenangkan ya. Lawan kita sangat kuat, hampir
saja kita kalah” Ucapku sambil membuka baju olahraga
“Permainanmu selalu
bagus, Ayana. Ketua tim yang sangat peduli pada anggotanya. Seandainya tadi
kamu tidak memberi smash keras di akhir, beuh kita pasti akan draw dan kembali
bermain lagi sampai 4 kali” Yona memperagakan gerak pukulan tangan ke bawah
“Haha.. bukan hanya
aku tapi semuanya, kita bekerja sama dan berusaha semampu kita, benar kan?”
“Tapi tadi aku lihat
kamu mengerak-gerakan tanganmu secara aneh, apa ada yang terjadi?” Tanya Sendy,
dia sudah lebih dulu selesai mengganti pakaian
“Kerasa sakit di
lengan kanan. Mungkin aku terlalu keras melempar bola, tidak usah dipusingkan”
Jawabku, tersenyum
“Oh. Kalau ada masalah
aku akan bantu mengobatinya”
“Tidak apa-apa Sen”
“Oke oke. Babak final
kita yang menang, aku tidak bisa percaya bisa mengalahkan kakak kelas yang
badannya gede-gede itu” Sendy membuka loker, mengambil sepatu
“Hadiah perlombaan
katanya mesti diambil oleh pihak dari kelas pemenang” Tambah Yona
“Kita aja yang datang
ke panitia, kasihan Ayana kecapekan”
“A-aku sungguh tidak
kenapa-kenapa, Sendy―”
“Stt.. udah kamu
mendingan pergi ke kelas, istirahat sebentar sebelum kita pulang. Setelah aku
dan Yona menerima bingkisan hadiahnya, kita akan ke kelas untuk menjemputmu”
“Ya udah kalau gitu”
Yona dan Sendy keluar dari ruang ganti
Aku masih duduk di
lantai. Memutar-mutar tulang lengan atasku “Hah― besok juga pasti tidak akan
sakit lagi”
***
Semakin hari rasanya
tubuhku semakin berubah, beban yang seharusnya ditumpu oleh dua sisi lebih
mendominasi ke kanan. Aku mencoba untuk berfikir positif. Sampai suatu hari
Sakina melihatku aneh, bertanya “Nee, Ayana punggungnya besar sebelah?”
Aku tidur sekamar
dengannya, dia melihatku keluar dari kamar mandi masih menggunakan handuk
putih. Kalimat darinya selalu terngiang di kepalaku, aku melihat diriku sendiri
di depan cermin.
“Hm, dibagian depan
tidak masalah” Aku memeriksa seluruh bagian tubuhku dari ujung rambut sampai
ujung kaki, kubalikkan tubuhku membelakangi kaca. “Eh―” Benar apa yang
dikatakan Sakina, punggungku yang sebelah kanan membesar. Apa ini memar? Tidak
mungkin seperti ini bentuknya, memar pasti warna ungu karena darah membeku.
Saat membungkukkan badan tonjolan itu jadi sangat jelas, gerakan ini cukup
sulit aku lakukan dari sejak kecil padahal sangat mudah bagi orang lain.
Di meja makan
keluargaku berkumpul untuk makan malam. Faisal juga ada di rumahku sekarang,
dia bersekolah di SMK48 tempatku belajar, sementara waktu dia meninggalkan
paman Hizashi yang tinggal di kampung.
“Ayah, aku merasa
tubuhku tidak seimbang saat duduk dan berjalan” Beberapa minggu menepis
pertanyaan yang muncul dalam benakku, aku memutuskan untuk bercerita pada ayah.
“Kamu sedang sakit,
Ayana?” Tanya Faisal. Dia sedang melahap sayuran dan kacang kedelai buatanku
“Aku merasa sehat,
tidak pusing ataupun flu”
“Mungkin kamu kurang
tidur. Ayah sudah bilang untuk tidak terlalu larut malam kalau belajar” Ayahku
memang sering berceramah jika aku masih membaca buku pelajaran sampai puluhan
bab di jam malam.
“Punggungku tidak
rata..” Aku ragu mengucapkannya
“Apa maksudmu?” Faisal
berhenti sejenak, menghentikan aktifitasnya yang sedang makan
“Besok kita akan cek
ke dokter supaya tahu apa yang salah dengan tubuhmu” Ayahku menatap intens
padaku, terlihat satu wajah kekhawatiran
“Iya ayah”
Sehari setelahnya aku
pergi ke sebuah klinik terdekat dengan rumah. Disana ada salah satu guruku yang
sempat mengajar di SMK48.
“Oh, Ayana Kamu sudah
besar ya sekarang.” Sambutan pertemuan diucapkan oleh Melody
“Bu Melo bekerja
disini?”
“Iya. Aku
dipindah-tugaskan ke klinik karena kekurangan dokter. Oya kamu sakit apa?”
Kutatap wajah Ayahku
sebentar, dia hanya berkata “Ceritakan saja, jangan malu”
“Begini Bu. Aku merasa
tulang punggungku tidak beres, punggung bagian kanan lebih menonjol”
“Coba sini aku lihat”
Melody berpindah tempat “Berdirilah dan buka pakaian atasmu”
Aku menuruti
perkataannya. Ayahku pergi ke luar ruangan sebentar atas pintaku, karena aku
tidak mau dilihatnya tanpa pakaian.
“Ayana, apa dulu kamu
pernah jatuh?” Suara yang keluar terdengar kaget
“Sering sih, aku
pernah jatuh dari pohon mangga dan ayunan. Kenapa bu?”
“Pakai lagi bajumu”
Dia mengambil buku-buku dari rak yang tersusun di dekat jendela ruangan
“Ini adalah skoliosis,
kelainan pada tulang belakang sehingga membuatnya bengkok ke salah satu arah,
kanan atau kiri. Pembengkokan ini bisa disebabkan karena genetik, kecelakaan
yang membuat trauma pada tulang, kebiasaan duduk yang tidak benar dan otot yang
lemah. Beberapa dari penderita tidak diketahui penyebabnya apa.”
Aku pernah mendengar
kelainan itu saat belajar ipa. Tapi aku tidak bisa membayangkan ternyata
benar-benar ada bahkan itu terjadi pada diriku sendiri.
“Apakah ada obat yang
bisa menyembuhkan penyakit ini, dok?” Tanya Ayahku
“Ini bukan penyakit
tapi sebuah kelainan, tidak ada obat atau cara apapun yang dapat
menyembuhkannya. Derajat kelengkungan akan semakin bertambah sejalan dengan
pertumbuhan tulang dan bertambahnya usia” Melody memberi satu buku bersampul
merah padaku “Bacalah, disana ada banyak penelitian dan pengetahuan tentang
skoliosis”
“Lalu bagaimana cara
untuk menghentikan derajatnya? Bukankah jika derajat itu semakin besar maka
tulang Ayana akan semakin membengkok?”
“Benar. Jika
derajatnya belum sampai 40 dia bisa menjalani chiropatic atau exorcise khusus
penderita skoliosis untuk menguatkan otot punggung supaya lambat bertambah
derajat, pilihan lainnya adalah memakai brace besi untuk menyanggah punggung
supaya tetap tegak. Tapi jika sudah lebih dari 40 derajat jalan satu-satunya
adalah operasi tulang belakang, memasukkan besi spin dan baut supaya tulangnya
tidak kembali membengkok. Derajat dari skoliosisnya bisa dikoreksi bahkan
berkurang beberapa puluh derajat namun tidak lurus sempurna seperti manusia
normal karena jika dipaksakan akan menyebabkan kematian” Jelas Melody
‘Mati?’ Aku tidak mau
berkata apapun, cukup hanya mendengarkan kalimat dokter yang sudah menyesakkan
dada
Ayah merangkul bahuku,
menguatkan.
“Operasi tulang
belakang termasuk operasi bedah besar yang pastinya memiliki beberapa resiko,
tapi hasilnya tidak diragukan lagi akan memberi perbedaan jauh lebih baik dari
sebelumnya. Aku lihat Ayana belum terlalu parah sekarang, saranku lakukan
renang beberapa kali seminggu supaya otot dan tulangmu kuat, semangat Ayana”
Dia tersenyum memberi dukungan padaku
“Kamu dengar Ay, kamu
pasti bisa melewati semua ini”
~~~
Aku memutuskan untuk
memakai brace besi yang sangat pengap dan berat dipakai selama 23 jam sehari.
Awalnya terasa ripuh, tidak nyaman dan memalukkan, tubuhku seperti sebuah robot
yang berkulit daging. Hari-hari di sekolah yang dulu normal sekarang berubah
drastis.
“Hey lihat dia pakai
jaket panas-panas gini”
“Tubuhnya kok gede
banget, dari dulu Ayana kan kerempeng”
Mata setiap orang
berpusat padaku, koridor yang tehubung dengan kelasku terasa sangat jauh
padahal dulu aku bisa melewatinya hanya beberapa menit saja.
“Ayana… kamu sudah
masuk sekolah lagi nee. Udah baikan?” Tanya Wardana, sahabatku. Pria yang
selalu tersenyum riang dan patah semangat
“I-iya, War. Aku
ketinggalan beberapa materi, nanti bisa minta tolong pinjam bukumu?” Kusimpan
tas ranselku ke kolong meja
“Ah, catatanku tidak
lengkap, tulisanku juga jelek seperti cacing kepanasan” Dia menolak permintaanku
karena malu. Wardana memang nakal dan sering membolos saat jam pelajaran
“Makannya udah kelas
tiga yang serius belajar jangan main game terus” PLAKK. Sendy menampar kepala
belakang Wardana “Aku punya catatan beberapa materi kemarin, kamu mau pinjam?”
Tawar Sendy
“Hai! Terima kasih
banyak, Sen..”
“Dengan senang hati,
temanku yang baik” Ujung bibirnya menaik
Tidak kusangka mereka
masih mau berteman dengan orang ‘cacat’ sepertiku.
Di sekolahku tersedia
satu kolam renang di dalam ruangan dekat gymnasium. Aku menyempatkan diri untuk
berenang sendiri disana karena murid-murid bebas menggunakannya kapan saja.
“Sudah sore, tapi
tanggung kalau aku pulang setelah masuk ke kolam renang” Cetusku. Aku memang
selalu pergi sendiri karena tidak mau punggung cacatku ini dilihat oleh banyak
orang apalagi oleh temanku
Air biru pantulan
keramik tumpah ke sisi kolam. Aku masuk ke dalam air, menggerakkan tubuhku yang
cukup lihai di cabang olahraga satu ini, berharap tulangku bisa lurus setelah
beberapa bulan melakukan terapi renang.
1 Jam tanpa henti aku
berenang dari start sampai ujung kolam, lenganku sudah tidak kuat mengayuh air,
punggungku protes menimbulkan rasa pegal yang luar biasa. Pasokan oksigen dalam
paru-paru menurun.
‘Celaka! Aku
tenggelam’
Kolam yang luas itu
memiliki kedalaman 3 meter. Tubuhku semakin menenggelamkan diri tertarik
gravitasi bumi.
‘Ya Tuhan, jika aku
mati disini aku tidak ingin menjadi hantu sekolah. Aku rela mati karena tidak
ada gunanya juga aku hidup dengan ketidaksempurnaan yang ada pada tubuhku’
Kututup mataku,
kurelakan tubuhku masuk semakin dalam ke kolam. Tidak ada yang akan menolongku
disini, sendiri..
JEBURR.. Seseorang
masuk ke kolam tergesa-gesa. Untuk apa dia disini? Dia bergerak sangat cepat
dalam air seperti perahu yang ditambah motor super jet.
“Hey bangun, hey..”
Dia menepuk-nepuk pipiku.
Seperti yang pernah
diajarkan oleh guru hal yang dilakukan untuk membantu menyadarkan orang tenggelam
adalah menekan perutnya supaya air yang terminum bisa keluar.
“Euh.. euh..” Dia
perlahan menekkan perutku dengan telapak tangannya yang besar
“Kamu masih belum
sadar juga” Dia belum menyerah untuk membantuku
“Terpaksa..” Dia
mengangkat sedikit leherku, memberi udara tambahan kedalam mulutku.
Beberapa menit
kemudian aku merasa mual, ingin muntah. Mimpiku yang tadi sangat gelap sekarang
terlihat sangat terang.
“Uhukk― uhukk―” Aku
mencoba untuk membangunkan tubuh ke posisi duduk.
“Syukurlah. Masih sakit?”
Tanya pria itu
“Ka-kamu siapa? Aku
tadi kenapa?” Masih linglung setengah sadar
“Aku datang kesini
untuk berlatih renang tapi pas masuk aku lihat kepala orang ada di dalam air”
Dia mengambil tas ranselnya dari tepi
“Hah aku tenggelam?”
“Cepat ganti baju
sebelum kamu masuk angin” Dia menutupi tubuhku yang hanya memakai baju renang
tipis dengan handuk berlambang kipas.
“I-iya. Makasih~” Aku
segera berlari ke ruang ganti
~~~
“Ayana, kamu tidak
ikut pelajaran olahraga?” Tanya Sendy yang akan meninggalkan kelas
“Tidak, mulai sekarang
dokter melarangku melakukan olahraga berat” Jawabku lemas
“Kenapa? Padahal dulu
kamu paling jago di semua cabang olahraga mulai dari basket, volley, lari
marathon, lompat jauh..”
“Yang bisa aku lakukan
hanya berjalan” Kupotong kalimatnya yang terlalu melebih-lebihkan
“Ayana.. apa separah
itukah penyakitmu?”
“A-ah, hanya tidak
boleh olahraga saja kok. Ini tidak separah penyakit AIDS atau kanker, kamu
tidak perlu khawatir. Sudah pergi sana, nanti guru Bambang marah” Aku
menyuruhnya untuk pergi meninggalkanku sendiri
“Bener nih?”
“Iya, kamu seperti
yang tidak hafal sifatku saja Sen”
“Baiklah. Istirahat
saja Ayana sampai pelajaran selanjutnya” Sendy melambaikan tangan perpisahan
Membosankan, aku tidak
bisa loncat-loncat seperti saat masih kecil. Tiba-tiba wajah pria kemarin
terlewat dalam pikiranku. ‘Aku lupa menanyakan siapa namanya, dia pasti murid
di sekolah ini juga’
Karena sangat jenuh
tinggal sendiri di kelas kosong, akhirnya aku berjalan-jalan menghirup udara
segar pagi hari melewati beberapa koridor. Sesekali menengok ke dalam kelas
lain, melihat aktifitas belajar mereka dari balik jendela.
“Dia..” Aku ingat
rambut yang mencuat-cuat ke atas membentuk potongan rambut raven. Aku
mendekatinya yang sedang duduk di kursi taman
“Permisi.. kamu yang
kemarin menolongku, kan?” Aku langsung bertanya padanya yang membelakangi
wajahku
Dia menoleh “Oh kamu.
Iya itu aku” Dia bergeser “Duduklah”
“Iya.” Jawabku pendek.
Aku duduk disamping kirinya
“Bukannya sekarang
jadwal olahraga untuk kelas 3-A?”
‘Darimana dia tahu
kelasku?’ Tanyaku dalam hati “A-aku tidak boleh
mengikuti pelajaran olahraga karena punggunggku―” Berhenti, aku tidak mau
mengucapkannya ke orang asing yang baru saja aku kenal
“Punggungmu kenapa?”
Saiko menengok ke belakang tubuhku
“Ngga kenapa-kenapa..
hehe”
“Itu pakai brace,
pasti ada kelainan” Ucapnya ringan
“Hey, aku jadi
ta-takut sama kamu” Aku berdiri menjauh
“Kenapa takut? Aku
bukan alien atau hantu”
“Ka-karena kamu selalu
tahu tanpa diberitahu. Kamu tahu aku kelas 3-A dari siapa dan tentang
punggunggku..”
“Haha.. aku ketua OSIS
di sekolah ini tahun kemarin jadi pasti tahu wajah-wajah murid kelas lain
meskipun tidak saling mengenal. Duduklah, kita bisa mengobrol sebentar”
‘Tampangnya sih baik’ Aku masih tetap menapaki rumput “Namamu siapa? sejak
kemarin kita kenal tapi tidak saling memberitahu nama”
“Saiko Syujin, salam
kenal. Kamu Ayana, ka?”
“Tuh kan belum juga
dikasih tahu” Bibirku mengerucut
“Kamu lucu sekali sih,
pipimu makin mengembang kalau manyun seperti itu” Saiko tertawa lepas
“Jangan tertawa, ngga
lucu” Aku berjalan pergi meninggalkannya karena marah
“Tunggu, Ayana” Saiko
berlari kearahku “Sore ini bisakah kita pulang bareng?”
‘Apa-apaan sih dia?
Pasti seorang paparazzi nyasar dari amerika’
“Gimana? Boleh atau
tidak?” Saiko mengambil tanganku sambil memohon
“Terserahlah..”
Kulepas genggaman itu
“..”
***
“Ayana ajarin aku
matematika bab 11 ya, ada yang masih tidak aku mengerti”Yona menahan
balpoinnya diatas kepala, wajahnya terlihat kebingungan
“Boleh. Tapi nanti
besok saja, aku harus pulang dulu. Sampai jumpa besok, Yona! Bye bye..”
“OKE..”
Sambil berjalan aku
membaca buku tebal materi pembelajaran yang baru saja dijelaskan oleh Pak
Hatori.
“Rumusnya yang ini
berarti―”
“KEJUTAN!!!” Seseorang
mengagetkan tubuhku dari belakang
“Jangan menyentuh
punggungku!” Aku membalikkan wajah, tambah kaget melihat sosok dibelakangku
“Eh, maaf. Aku tidak
sengaja”
“Kamu lagi, hadeuh..”
Mengambil nafas panjang
“Ada yang ingin aku
beritahu padamu” Dia mengekorku dari belakang
“Tentang apa?”
“Waktu kamu tenggelam
kemarin, aku terpaksa harus menciummu untuk memberi nafas buatan, sepertinya
kamu tidak akan sadar tentang itu”
“WHAT?!” Kuhentikan
langkah kakiku “Kamu bilang menciumku?”
“Iya”
BUKKK.. Pipi kanannya
aku tinju dengan kepalan tanganku “Berani-beraninya kamu mencuri bibirku, aku
belum pernah kissu dengan orang lain bahkan dengan almarhum pacarku!”
“Aww.. seharusnya kamu
berterima kasih karena sekarang masih bisa hidup karenaku. Kamu malah menonjok
seenaknya” Bentak Saiko
“Kamu tidak perlu
menolongku kemarin, aku ingin mati saat itu”
“Jadi kamu mau bunuh
diri di kolam renang?” Tanya Saiko, mengelus pipinya yang sekarang memerah
“Tanganku keram tidak
bisa mengayuh di tengah kolam. Lebih baik aku mati karena hidup pun percuma
saja, buang-buang waktu dengan tubuh abnormal seperti ini” Aku menunjukkan
jariku ke brace yang aku pakai
“Kamu penderita
skoliosis kan? Jangan menyerah pada keadaan”
“Aku tidak suka
menyerah, aku hanya tidak mau menyusahkan ayahku..” mataku terasa panas ingin
sekali mengeluarkan air mata
Saiko menarik tubuhku
ke dalam dekapannya “Banyak yang sedang sekarat ingin hidup tapi kamu yang
masih bisa hidup ingin mati. Manusia yang paling malang adalah mereka yang
tidak mau mensyukuri pemberian Tuhan”
Sejenak perkataannya
masuk akal “Lepaskan” Aku mendorong tubuhnya sampai menjauh “Aku bilang jangan
menyentuh punggungku”
“Kamu sensitive sekali
diraba dibagian punggung saja udah marah apalagi dibagian tubuhmu yang lain”
“Stt.. brisik!! Dasar
otak cabul!”
“Kamu nenek lampir,
marah-marah aja”
Saking gemasnya aku
menggigit bibirku sendiri. ‘Tenang Ayana, anggap saja dia seorang bayi
berumur 6 bulan’ Mengusap dada
“Kamu malu dengan
skoliosismu?” Tanya Saiko, sangat tebal
“Ya, aku malu. Aku
wanita cacat, siapa yang mau dekat denganku”
“Hn, jadi kamu tidak
percaya diri dengan tubuhmu?”
“Kenapa sih kamu
banyak tanya, cerewet”
“Aku mau jadi pacarmu”
Tegas Saiko, mata onyxnya mengisyaratkan isi hati sebenarnya
“Haha.. lelucon mu ga
lucu, garing”
“Aku menyukaimu, Ay.
Sejak aku mencium bibirmu”
“Arrgggh… aku jijik
mendengarnya” Kututup kedua telingaku, aku masih keras kepala tidak akan
percaya pada pria berkepala pantat ayam ini
“Kamu berkata begitu
karena tidak tahu rasanya berciuman, mau kita praktekkan?”
“Saiko Syujin!
Berhenti ga, atau aku teriak maling”
“Aku akan berhenti
ngomong sampai kamu jawab YA”
“Ya!”
CUPH.
‘Saiko.. saiko..
jangan membawaku lebih jauh lagi’ Tanpa sadar aku
menutup mataku
“Hem, Ayana kamu belum
mahir berciuman” Ucap Saiko setelah beberapa kali melumat bibir kecilku
Aku menutup mulut dan
berjalan cepat ke depan, wajahku memerah seketika
“Aku tahu kamu tidak
akan menolak ciumanku” Saiko menarik tas gendong yang mengait di lenganku
Mencuri kembali satu
ciuman singkat namun padat dan jelas dilihat oleh orang sekampung yang sedang
berlalu lalang dijalan
“Gimana rasanya, manis
kan?” Wajah Saiko menyeringai “I love you, Ayana. Do you love me?”
Aku berlari, tidak
sadar bahwa brace menempel dibadanku, aku punya skoliosis yang jangan sampai
semakin parah karena berlari.
Di rumah..
“Sial!” Aku menggerutu
sepanjang jalan menuju kamar
“Ayana, kamu kok baru
pulang? Faisal udah dari sejam yang lalu sampai di rumah” Ayahku sedang
menonton berita di ruang keluarga, melihat wajah kusutku seperti baju yang
belum disetrika
“Ada badai di jalan”
“Badai?” Matanya
mengecek ke luar jendela. NGIK NGIK.. “Cuaca cerah kok dibilang berbadai”
~~~
Berangkat sekolah di
pagi buta supaya tidak bertemu dengan pria jadi-jadian ayam itu. Kelasnya
berbeda dua ruangan dengan kelas 3-A yang pastinya membuatku harus melewatinya
sebelum menuju ke ruanganku
“Ah, gerbangnya masih
dikunci?” Jam 6 pagi, jalanan masih sepi. Matahari belum sepenuhnya muncul dari
arah Timur.
“Penjaga sekolahnya
gimana ini, ga rajin banget”
Aku duduk di trotoar
tepi jalan, membuka buku pelajaran sambil menunggu gerbang dibuka.
“Hari ini katanya guru
Hatori akan membahas kisi-kisi soal ujian sekolah..”
“Tidak seperti
biasanya ada murid yang datang jam segini” Terdengar suara yang sudah beberapa
hari ini mengisi telingaku
“He-hey, kamu kok
a-ada disini?”
“Aku yang pegang kunci
sekolah, jadi harus datang lebih awal dari murid lain. Tapi kamu mengalahkanku
hari ini, darling” Saiko mengambil kunci dari saku celananya
“Darling?! Dadar
guling kali, haha..”
“Kita kan sudah resmi
pacaran kemarin, panggil aku ‘honey’ ya Ay” Dia membuka pintu gerbang dan
mempersilahkanku masuk duluan “Doozo..”
“Hih, lebay” Aku pergi
jauh darinya
“Darling sudah
sarapan?” Tanya Saiko, berteriak dari luar teras
‘Tuh dia tahu juga
kalau aku belum sarapan, makhluk apa sih dia?’
“Kita makan dulu
di taman, aku bawa banyak tomat di tasku”
Aku berhenti, kembali
berjalan mundur kearahnya “Makan tomat di pagi hari bukan adat Indo bodoh!”
“Kalau kamu tidak mau
memakannya, aku minta suapin aja” Matanya mengedip beberapa kali
Terlintas satu ide
“Ah― oke oke. Kamu duduk”
Saiko segera duduk
ditempatnya, muncul ekor bergoyang-goyang di belakang tubuh.
‘Aku akan mengerjaimu
di depan banyak orang supaya tidak ada lagi yang menerimamu sebagai ketua OSIS’ Ucapku dalam hati
“Nih,, ambil” Kulempar
satu buah tomat ke udara
Saiko menangkapnya
dengan mulut.
“Hebat. Sekali lagi..”
“Eh Saiko kok jadi
kayak orang bodoh seperti itu” Naomi dan kawan-kawan se geng baru sampai di
gerbang sekolah
“Dia diperlakukan
seperti seekor anjing”
‘Haha.. rasain tuh,
Saiko!’
Saiko sekarang
bersikap cool lagi, kembali ke keadaan semula. Membuka kerah kemejanya,
merancung-rancungkan rambut hitamnya
“Wah, Saiko
kakkoiii!!!” Penilaian Naomi kini berubah
‘Sebentar, kalian tadi
bilang kalau saiko aneh sekarang malah―”
“Ohayou Naomi, Kinal,
Rona” Saiko memasang wajah so cute di depan mereka
“Ohayou Saiko..
Ganteng banget sih hari ini”
“Dia memang setiap
hari selalu tampan, benar kan?”
“He-em” Kinal
mengangguk
Aku benci melihatnya
yang digilai para wanita.
Di jam istirahat para
siswa berkumpul di sisi lapangan basket. Anak-anak yang masih di kelas melihat
satu pertunjukkan dari jendela, berteriak sorak sorai.
“Ayana, kesini! Kamu
harus lihat..” Sendy menyeret tanganku untuk ikut bergabung bersama mereka
“Ngga mau, kalau ada
piring terbang UFO turun ke sekolah kita, baru aku akan lihat” Bantahanku yang
sangat kekanak-kanakan
“Ini lebih dari
gemparnya melihat UFO. Ayo cepat” Sendy masih memaksaku
Sampai akhirnya aku
kalah
“Geser sedikit,
permisi” Sendy membantu memberi jalan dikerumunan banyak orang
Terlihat disana Saiko
membawa kertas bertuliskan ‘私は日向が大好き’ (Watashi wa Hinata ga Daisuki)
“SAIKO BodoHHH!” Aku
mengambil kertas itu dari tangannya
“Jangan dirobek, aku
sungguh menyukaimu sejak pandangan pertama” Saiko kembali merebut canvas besar
dari tanganku
“Cie cie―” Sorak para
murid yang melihat
“Kamu membuatku malu!”
“Biar orang lain tahu bahwa
Ayana adalah milik Saiko”
“Tapi ngga gini juga
caranya.. kamu tahu, aku cacat, aku tidak cantik dan tidak sempurna” Air mataku
mengalir mengingat kelainanku
“Kata siapa kamu
cacat? Kamu spesial, Ayana. Aku melihat kekuranganmu, tapi kamu yang paling
sempurna bagiku”
Aku diam, apakah yang
dia ucapkan bukan sebuah omong kosong atau hanya rayuan pria playboy saja
“Terima cintanya Ayana..”
Sorak Yona dan Sendy
“Terima.. Terima..
Terima..”
“Aku cinta pada Ayana
seutuhnya bersama kekurangannya” Saiko memelukku di depan umum
“KYAAAA~~” Para fans
Saiko jingkrak-jingkrak ingin dipeluk juga
“Aku tidak bisa jatuh
cinta se-ekspres yang kamu rasakan”
“Kita bisa lebih dekat,
hanya menunggu waktu” Saiko meniup lubang telingaku
“Hihi, geli―” Tawaku,
cekikikan
“Kamu spesial
bagiku..”
Dear diary
Ricky, akhirnya aku
tahu kenapa kamu memintaku untuk selalu minum susu. Karena tulangku, ya kan?
Aku pasti akan menepati janjiku untuk menjaga tulang belakang ini meskipun tak
sempurna seperti yang lain, tapi sekarang ada Saiko yang menopang setengah
bebanku sehingga tulangku tidak rewel lagi pada takdir, dia yang mengalihkan
semua kegelisahanku menjadi sempurna.
I miss you my first
love, and thanks for the miracle
THE END
Ditunggu
Kritik dan Sarannya J
Thanks for read
By : Admin
Natalia Fans