Tugas PTIK
Posted by : Wardanakun.blogspot.com
Selasa, 29 Juli 2014
Ini hari2 awal aku
menginjak-injakkan kedua kakiku sebagai anak kelas XII di sekolah tercintaku.
Aku dikenal sebagai cowok yang, ya... diatas rata2 lah. Meskipun ada anak lain
yg lebih tampan di kelasku. Namun aku dikenal anak yang senang bergaul dengan siapapun,
sehingga aku dekat dengan anak2 cewek yang eksis kelas XII maupun XI.
Sekolahku punya ekstrakulikuler non-akademik, salah satunya cheerleader atau
yang biasa kita sebut cheers. Aku juga kenal banyak anak2 cheers meskipun tidak
dekat dengan semua anggotanya.
Sekarang sudah hari jumat, dan waktu menunjukkan pukul 3, jam dimana jadwal
ekstrakulikuler non-akademis biasanya sudah berjalan 1 jam. Aku berjalan dari
tempat nongkrong depan sekolah sambil membawa gitar menuju kantin belakang.
Melewati gedung induk aku melihat anak-anak kelas X memakai kaos warna-warni
dan legging hitam di dalam aula sekolah berlatih cheers. Sempat berpikiran
ingin mampir tapi menghilangkan rasa hausku lebih penting tampaknya. Sampai di
kantin, ternyata ada anak kelasku yg juga senior cheers berjalan ke kantin dari
arah lain.
"Jam istirahat
cheers, Dep?" tanyaku.
"Iya nih, padahal
baru pemanasan hahaha", jawabnya sambil mengambil 2 botol air mineral dan
melemparkan 1 nya kepadaku.
"Eits! Ya nggak
dilempar juga kaleeee", kataku sambil menangkap botol mineral. "Eh
anak baru banyak yang cakep2 lho. Gebet 1 gih mblo, kasian hati lo masuk angin
kalo nggak ada isinya", canda Depi padaku.
"Bisa aja lu,
Dep. Ya ntar kalo ada yang sreg deh...."
*DUENG!*
Belum selesai ku berbicara, ada suara tong sampah entah tertendang atau apa.
"SIAPA TADI YANG
NENDANG?" hentak Depi pada anak2 cheers juniornya. Tampak 5 anak kelas X
dan yang 1 anak sedang mengelus kakinya yang tampaknya tak sengaja terbentur
tempat sampah. Mereka tampak tertunduk mendengar Depi yg membentak. Depi memang
orang yang sedikit keras karena memang dia Captain cheers, dan merasa kegiatan
ini adalah tanggung jawabnya.
"Dep, Dep, udah
Dep, itu juga pasti nggak sengajaaa" kataku sambil memegang pundak Depi
yang tampak sedikit marah.
"Tapi kan itu
properti sekolah kalo ada yang rusak lagi, aku juga yang kena" jawabnya.
"Maaf kaaak, tapi Yuvi nggak sengaja, aku yang salah, tadi kita lagi
bercandaan" kata 1 temannya yg membantunya berdiri.
"Yaudah nggak
papa, sekarang kalian boleh istirahat dulu. Nanti Shania anterin Yuvi ke UKS
ambil counterpain terus kamu push-up 20x di aula ya?" kata Depi dengan
tenang.
"Oh namanya
Shania yaaa, manis banget ya matanya" gumamku dalam hati.
"Udah nggak papa,
aku nggak marah kok, cuman besok lagi ati2 ya.." nasehat Depi pada mereka
sambil membayar botol mineral dan berlalu.
"Iya
kaaaak", kata mereka berlima sambil memasuki area kantin dengan
menundukkan kepala.
Tampaknya aku sedikit menaruh hati pada Shania, gadis tinggi yang manis itu.
"Shania?" panggilku walaupun sebenarnya aku deg2an setengah mati.
"i-iya kak?" jawabnya manis sambil bingung.
"Kamu hebat juga
ya, berani ngakuin kesalahan" kataku sambil kupetik2 gitarku di kunci Dm7
mencairkan suasana. "iya siiih, tapi abis ini disuruh push-up deeh",
katanya sambil memanyunkan bibirnya.
"Udah nggak papa,
lain kali ati2 laaah... Kalian baru 2 minggu disini kan? sini deh duduk meja
sini sambil kenalan".
Akhirnya mereka duduk
1 meja denganku sambil membawa makanan kecil dan minuman. "Yang ini
Shania, Yuvi, terus yang lain siapa namanya?" tanyaku sambil menjabat
tangan mereka satu persatu.
"Nabilah".
"Sonia, kak"
"Aku Ayana, kak”
Ternyata mereka mudah
akrab denganku.
"Lah kakak
sendiri namanya siapa belum bilang?" tanya Shania sambil memakan makanan
kecil ditangannya.
"Emm, kasih tau
nggak yaaaa? Emmm rahasia dulu deh. Ntar juga pada tau" candaku.
"Yeee
curang", celoteh Nabilah. Akhirnya kamipun mengobrol dan bercanda hingga
kantin mulai penuh oleh anak2 junior cheers lain.
"Kakak nggak
pulang? Kan anak kelas XII pulang jam 11?" tanya Yuvi.
"Tadi udah
pulang, ini balik sini lagi . Mau latihan sih tp belum pada kumpul nih
kayanya" jawabku.
"Latihan?"
Shania bertanya dengan mata manisnya yang begitu berbicara.
"Latihan
cheers?" Tambah Nabilah.
"Weeey,
enggaklah. Nabilah tukang bercanda niih. Latihan band dooong".
"HOI !". Ada
yang mengagetkanku dari belakang, rupanya Dede, Fandy, dan Contreng. Teman2
bandku yang lain.
"Kita pada
nyariin di studio, eh elu asik2an ngegebet adik kelas wuuuuu" kata Dede
sambil mengacak2 rambutku.
"Apaan siiih, ini
tu namanya menjalin hubungan yang baik dengan adik kelas meeen" kataku.
"Hasyah ngomong
ape lu, dah buruan yuk ke Studio, bulan depan udh tampil broo" kata Fandy.
Adik2 kelas tertawa
melihat kami yang memang good-looking dan bercandanya tidak se'brandal' anak2
tukang nongkrong di depan.
"Udah dulu yaa,
besok ketemu lagi" kataku. Mereka semua tersenyum namun hanya si tinggi
manis Shania yang melambaikan tangan padaku.
"Siapa mereka tadi? Adik kelas SMP? Apa tetangga apa malah saudara?",
tanya Contreng yang tampaknya tertarik karena kebetulan hanya Contreng yang
jomblo.
"KEPO LUU!"
candaku sambil meninju-ninju punggungnya.
"Itu
junior-juniornya Depi. Depi udah bangkotan, harus digantiin makanya",
tambahku.
"Depi? Depi
siapa?" tanya Fandy. "itu..." belum selesai aku berbicara.
"Kinal maksutnya,
Di. Maklum panggilan sayang jaman dulu masih keinget. Cieeee". Kata Dede.
"Cieeeee",
goda mereka.
"Apaan siiih, itu
kan emang nama aslinya dia, bukan panggilan sayang", kataku sambil membuka
pintu studio.
"Panggilan sayang
juga gapapa, serius amat lu kaya penonton Lawyer Club." canda Contreng.
Seperti biasa kami latihan. Dan kebetulan di lomba yang akan datang, ada lagu
original buatan masing2 peserta. Bukan hal yang berat bagi kami. Aku biasa
menulis lirik, Fandy membuat musiknya dan kami aransemen bersama. Pukul 4.30
sore latihan selesai dan aku menuju parkiran dekat lapangan basket. Hanya
tinggal beberapa motor saja. Melewati beberapa motor dan sekilas melihat
sticker: Hello, My Name is Shanju. "Shanju?”
"Hayooo!! Hayo
ngapain di deket motorku?" Shania mengagetkanku dari belakang.
"Ealah, kamu
lagiii. Emang ini motormu? Namanya Shanju kok ituuu".
"Iyaaa, itu namaku.
Shania Junianatha".
"Wah, udah tau
nama panjangnya, tinggal kepo tanggal lahir bisa buat pelet kamu nih",
candaku.
"Heeeeh, kakaknya
serem, mainannya pelet. Jangan2 ini tadi mau jampi2 motorku yaaa?",
balasnya.
"Hahaha, becanda
kaleeee. Dasar kimchil".
"Eits, aku udah
enggak kimchil yaa. Udah SMA sekarang”.
"Nah itu tapi kan
sticker yang biasanya dipake kimchil2".
"Iya deeeh besok
aku ganti, huh!”
"Hahaha, jangan
marah atuh neng”
"Biarin, aku kalo
marah serem lho. Serem gak?", katanya sambil menggembungkan pipinya.
"Wah serem
banget, hahaha. Serem gimana coba kalo manyun gitu".
"Huuuh, aku
gembosin nih ban motor kakak".
"Hahaha, udah yuk
becandanya. Pulang dulu, besok ketemu lagi. Capek nih abis latihan".
"Iya kak, aku
juga capek, yuk pulang", katanya sambil menghidupkan stop-contact
motornya.
"Shania duluan
aja, mau ke kamar mandi bentar".
"Oke kaaak,
jangan lupa diguyur ya pipisnya hahaha", candanya sambil berlalu.
"Hahaha, iyaaa.
Dadaaah", aku melambaikan tanganku padanya.
"Asik juga nih
Shania tukang becanda ternyata", kataku dalam hati.
"Mungkin memang
dia tipe cewek yang mudah bercanda dengan siapapun", pikirku.
Tapi dijalanku pulang
aku masih membayangkannya. Wajahnya yang cantik, rambutnya yang panjang,
caranya berbicara sambil tersenyum manis, dan matanya yang begitu indah.
"Ahsudahlah"~
Akhirnya aku pulang.
*
Esok hari datang, hari sabtu dimana hari paling indah dalam sekolah, pulang jam
12 dan tidak ada Pendalaman Materi. Jam istirahat p aku iseng ke UKS, mencari
vitamin C. Daripada harus beli diluar.
"Eh, panjang umur
kakaknya" sapa Yuvi sambil mengoleskan counterpain di luka lebam yang
kemarin.
"Apa hayooo?
Habis ngomongin aku yaaa?" tanyaku sambil membuka rak vitamin.
"Enggak yee,
kakaknya ge-er, orang kita cuma mau nanya yang punya gitar siapa..” Shania
menjawab dengan wajahnya meledekku tapi gerak bibirnya menarik perhatianku.
"Pinjem 1 apa 2?
Aku ada sih di rumah tapi cuma satu".
"Bilang aja
"Lu ke rumah gue dooong" Hahaha!" terdengar suara dari ruang
istirahat di balik gorden. Aku buka dan...
"Caplang lu, De!
Negthink mulu lu sm gua”
"Haha, enggak
gitu juga kaleee. Itu td mereka nanya gua. Yang punya gitar siapa. Kalian kalo
mau minjem dua satunya punyaku nggak papa kok" kata Fandy dari dalam
ruangan berkasur itu.
"Kalo minjem satu
aja? Aku pengen belajar dari Shania tapi klo 1 doang gitarnya kan susah"
kata Yuvi sambil beranjak berdiri.
"Pinjem boleh
kak?" tanya Shania padaku sambil menggandeng Yuvi.
"Boleeeh, ntar
pulang sekolah ketemu di parkiran lapbas aja. Jangan di depan sekolah, ntar
banyak yang godain".
"Emang aku manis
ya kak sampe digodain?" kata Yuvi sambil tertawa.
"Siapa bilang
wek. Maksutku entar aku bisa-bisa digodain anak2 nongkrong yg di depan"
candaku.
Kami semua tertawa
bersama termasuk Fandy yang di ruang sebelah.
"Dasar kakak
selera para homo" kata Shania sambil mencubit lenganku keras dan berlari
keluar.
"Sakiiiit,
Shaniaaaa”
"Yuviii buruan
nanti dikejar kakaknya" teriak Shania sambil berlalu.
"Asik juga
kayanya mereka, anak kelas mana sih? X6 bukan?" tanya Fandy padaku.
"Enggak tau sih,
tapi anak2 cheers pokoknya. Kalo mau kepo tanya Depi apa Ve aja".
?
Bel jam pulang berbunyi dan semua murid berhamburan segera keluar. Tapi aku
tidak terlalu ingin segera pulang. Aku cinta suasana sekolahku.
"Meeen, liat
Fandy nggak?" Bayu menepukku dari belakang dan kami jalan beriringan
bersama dengan Dede juga.
"Tadi di UKS sih,
mgkn udah pulang duluan. Coba cek di tempat nongkrong depan".
"Oke meen, lu
ikut kagak?”
"Enggak deh,
lapeer, mau makan dirumah", sautku.
"Yaudah deh,
duluan yee" "Yoi meen"
Aku melanjutkan jalan kakiku menuju parkiran lapangan basket. Melihat banyak
anak baru di sekelilingku. Kulihat juga Nabilah dan Ayana di dekat studio
bersama junior2ku kelas XI. Di dekat motorku sudah terlihat Shania dan Yuvi
disana.
"Rajin amat neng,
kek satpam”
"Iiih tukang
ngejek" sekarang giliran Yuvi yang memukul lenganku.
"Eits, belagu.
Entar nabrak tong sampah lagi baru tau rasa" kataku membalasnya.
"Huuuuuh, awas
yaaa".
"Yuk kak, ambil
gitaaaar, mau pinjeeeeeem" kata Shania menirukan gaya anak kecil yang
manja.
Dan sekali lagi, aku
terpana melihat matanya.
"Ayok kaaaak,
malah diem . Kesambet setan loh entar" kata Shania memecah suasana dan
membuatku malu karena kepergok memperhatikan tatapannya.
"Eh, i-iya iya.
Yuk ikutin aku pulang".
Beberapa saat kemudian sampailah kami dirumahku. "Yuk yuk masuk dulu,
parkirin di dalem aja, biar agak teduh" kataku sambil menunjuk garasiku
yang tertutup atap fiber.
"Duduk dulu,
tunggu bentar yaa". Aku masuk rumah lewat pintu belakang dan membukakan
pintu utama dari dalam.
"Shania, Yuvi,
mamaku masak spaghetti banyak ternyata. Kalian doyan nggak?" Shania tampak
sedikit malu2, mungkin takut ngerasa nggak enak dengan orang tuaku. Tapi lain
dengan Yuvi....
"Ya! Aku mau
mam!", jawabnya dengan semangat sambil menarik Shania ke dalam rumahku.
Mereka masuk dengan sopan dan berusaha mengenal rumahku.
"Permisi tante...
om..." ucap Shania pelan.
"Nggak ada orang
kok. Papa mama lagi beli mesin cuci atau apa itu td nggak tau. Mau minum apa?”
"Eee... Apa aja
boleh kak" saut Shania.
"Lemon tea
ada?" kata Yuvi.
"Boleeeh. Shania
mau yang dingin apa enggak?”
"Yang anget aja
kak, lg serak nih"
Itu mah emg suara asli
kamu, Shan. Hehehe”
Nenekku pembuat kue. Mamaku jago masak. Jadi nggak heran kalo aku suka
membuatkan sesuatu entah makanan atau minuman meskipun aku tidak begitu handal.
Kamipun memakan bersama-sama spaghetti buatan mamaku. Bercanda dengan riang
hingga kamipun makin akrab. Tapi Shania tidak tau, setiap dia berbicara dan
tersenyum, aku selalu memperhatikan matanya yang indah. Dan sebenarnya itu
membuatku deg2an. Yuvi juga manis dan juga lucu. Tapi sepertinya aku harus
mengakui rasaku terhadap Shania. Aku menaruh hati padanya. Aku yakin, aku telah
menaruh hati padanya. Dan aku berjanji pada diriku sendiri, nanti ketika Shania
memberiku lampu hijau, aku harus mendapatkannya dan membuatnya bahagia.
Aku memang bukan anak orang kaya raya. Namun aku anak tunggal. Papaku pintar
mendesign letak isi dalam rumah, serta mamaku rajin membersihkannya. Sehingga
rumah ini terlihat rapi dan bersih, jadi setiap tamu dirumah ini pasti merasa
nyaman.
1 jam berlalu, minumpun hampir habis dan rahang2 kami mulai pegal karena
tertawa sedari tadi. Kemudian aku ambilkan gitar yang akan dipinjam Yuvi tadi.
"Yuvi, ini emg bukan gitar pertamaku. Tapi gitar akustikku cuma ini,
jangan rusak lho yaa".
"Iyaaa, gini gini
aku awas kok kalo sama barang pinjeman" jawab Yuvi.
"Aku minta ID
Line kalian ya, biar entar kalo hubungin gampang", kataku pada mereka.
"Okee,
CindviaDealove, kak".
"Bentar
bentar..", kataku sambil mengeluarkan handphone dan mengetiknya.
"Kalo punya
Shania?", tanyaku.
"Shanju. Shanju
doang. Nomer hp sekalian deh nih kak, siapa tau pas penting Line nya pas error.
0856xxxxx48".
"YES!",
kataku dalam hati.
"Ini nomerku
sekalian, biar ntar kamu tau kalo itu aku. 08564348xxxx", kataku menjawab
Shania. Shania mencatat nomerku dan kemudian mereka berpamitan pulang.
*
Hari-hari sekolah mulai berlalu begitu cepat. Akupun menjadi semakin semangat
berangkat sekolah berharap bertemu Shania....walaupun terkadang hanya sempat
curi-curi pandang karena Shania tidak melihatku dari jauh. Iya, Shania
seharusnya selalu membawa kacamatanya ketika istirahat sekolah.
Aku makan siomay di kantin belakang karena disini lumayan sepi. Dan di tengah
makan tiba2.?
"Eh Shania",
sapaku.
"Eh kakaknya
lagi", Jawab Shania sambil memesan makanan.
"Nyapa sih nyapa,
tapi nggak blepotan juga kaleee", kata Shania sambil mengambil tissue dari
sakunya dan membersihkannya dr pipiku.
DAG DIG DUG DUER!
"....."
Beberapa detik aku terpana dengan wajahnya yg cantik dan selalu tersenyum itu.
"Heeeeh malah
ngelamun", kata Shania sambil menyentuh bibirku dengan tissuenya.
"E-e-eh i-iya,
habis kamu cantik",
SIALAN! AKU
KECEPLOSAN!
"Yak selamat.
Anda orang kedua yang bilang saya cantik hari ini", jawab Shania sambil
membetulkan tempat duduk, duduk disampingku dan menaruh bungkus tissue nya di
meja makan.
"Nah yang pertama
siapa?".
"Mamaku, tadi
pagi. Bilang gini. Cantik, sekolah yang bener ya. Uang sakunya jangan diabisin.
Blablabla", kata Shania sambil menirukan gaya bicara mamanya dan
memanyunkan bibirnya.
"Hahaha.
Shaniaaaa Shaniaa, durhaka loh kamu. Eh blm pesen minum ya? Mau diambilin minum
apa?”
"Teh aja
kak".
"Dingin nggak?”
"Enggak kak, yang
anget aja".
"Airnya air biasa
apa air kobokan? Haha" candaku.
"Iiiih nyebelin
kakaknya tuuuh" Shania mencubitku sambil tertawa.
Makanan Shania datang
dan kamipun melanjutkan makan sambil bercanda dan aku pun merasa Shania nyaman
dengan caraku bercanda.
"Ketawa sih
ketawa, tapi jangan blepotan juga kaleee" kataku sambil mengambil tissue
dan gantian berusaha membersihkan pipinya tapi.... Shania menghentikan
tanganku.
"Eits. Kaya
sinetron aja pake lap lap pipi segala" kata Shania.
"Hee? Tadi Shania
kan juga gitu" jawabku.
"Kalo aku boleh,
kalo kakak gak boleh. Yang boleh megang pipiku cuma pacarku tauuu." kata
Shania sambil membersihkan pipinya.
Tiba2 aku menyentuhkan
ujung jariku ke pipinya dengan cepat.
"Yeeee!!! Aku
pacarnya Shania!!!" Candaku sambil mengangkat-ngangkat tanganku.
"Ihhhh apaaan
siiiiih. Curaaaang" Shania tertawa terbahak-bahak sambil memukuli lenganku
berkali-kali.
"Uuuuuh. Dasar
nyebelin" kata Shania sambil masih mencubiti tanganku.
"Orang aku aja
udah punya pacar", tambah Shania.
JLEEEBBB!!!!!!
DUEERRR!!! Mati aku!
Ternyata Shania udah
punya pacar. Aku sedikit panik, sedih, bingung dan langsung lemes. Campur aduk
rasanya. Jadi gadis yang tiap hari aku pikirin ini udah punya pacar?
"Eh malah
ngelamun lagi" Shania membangunkanku dari pikiran kacauku dan wajahku yang
sudah berubah raut.
"Aku bercanda
kaliii. Orang aku gak punya pacar. Hehehe", tambahnya.
"Wuuuu Shania
bohongin aku. Eh bentar, ini kode bukan?”
"E-e-eh enggak
tauuk. Kan cuma cerita". Wajahnya tampak sedikit tegang. Mungkin dia juga
keceplosan. Mungkin.?
"Emang kenapa
kalo aku punya pacar?" Tanya Shania mencairkan suasana yang sedikit tegang
ini.
"Ya kan nggak
enak sama pacar kamu kalo dia ngliatin kita duduk berdua sambil ngobrol dan
bercanda kaya gini.”
"Enggak aku nggak
punya pacar koook." Shania memperjelas statusnya sambil membalik sendok
dan garpunya membentuk huruf X.
"Berarti boleh
dong kita sering2 duduk berdua gini?" tanyaku melempar kode.
"Boleeeeh",
jawab Shania sambil membayar di pedagang kantin.
"Duluan ya kak,
nanti ketemu lagi. Dadaaaah".
"Iyaaa.
Dadaaah", jawabku sambil membalas senyum padanya.
Waaaaaaaaw! Pecah banget hari ini! Aku menghabiskan sisa makananku yang tinggal
sedikit sambil senyum-senyum sendiri.
"Eh, ada yang
lagi kasmaran nih kayanya ketawa-ketawa sendiri", kata bapak penjual
siomay sambil membersihkan piring Shania dan mengelap meja.
"Eits! Nguping ya
tadi pak?".
"Eh, enggak mas.
Orang kalian ngobrol ketawanya kenceng banget, ya pada denger lah”.
"Iya juga sih ya.
Hehehe... Berapa nih bang siomay sm es teh nya?”
"Udah mas, td
udah dibayar sm mbak Shania td.”
"Laaah? Shania..
Shania..ckckck"
Sekarang pukul 9
malam. Dan aku masih memikirkan kejadian bersama Shania td siang. Aku
senyum-senyum sendiri sampai beberapa kali papa dan mamaku menegurku.
"Kamu ngapain sih
ketawa2 sendiri? Pasti pacarnya baru nih?"
"AMIIIIN YA
TUHAN, AMIIIIN!!! HAHAHA" jawabku sambil berlari dan lompat ke kasur.
"Kayanya anak kita agak kelainan, ma", kata papaku pada mamaku.
"Shania lagi apa
ya?" pikirku. "Pengen nge-Line tapi.... Oh iya ya? Kenapa selama ini
aku nggak pernah iseng nge-Line Shania?"
Akhir2 ini aku memang jarang membuka hp karena hp ku terkadang error. Tiap
pulang sekolah, kesibukanku hanya dua, mengaransemen lagu original bandku di
komputer dan.... memikirkan Shania.
*Ting Tung* ringtone
Lineku berbunyi.
"Tumben nih
bunyi".
Ternyata Yuvi:
"Kak, ini Yuvi...”
"iyaaa, taulah,
kan ada display name-nya”
"Iya sih hehe.
Cuma mau ngasih tau gitarnya di tempat Shania." "Wah udah belajar
tadi?" "Udah dikit, Baru Em C D sama G. Hehe”
"Yeee pinter.
Belajar emang pelan2, nggak papa. Shania jago nggak mainnya?”
"Ya lumayan sih
kak kayanya. Yang penting bisa ngajarin aku. Kenapa sih emangnya? Kok nanyain
Shania terus? Hayo... pasti ada rasa sm Shania ya?”
"Kayanya sih
hehehe... Sssstt diem”.
"Yakin nih suruh
diem? Yaudaaah, pdhl td Shania ngmgin kakak lho”.
"Hah? Emang iya?
Dia ngmgin aku gimana?”
"Emm emm emm
gimana yaaaa, katanya tadi suruh diem? Hahaha”
"Ceritain
pliiiss. Ntar aku bolehin mam disini lagi deh klo mamaku masak”.
"Oke deeeeh.
Hahaha... Sebenernya enggak ngomongin banyak sih. Tadi pulang sekolah terus ada
kumpul cheers gitu trs Shania ngobrol sm kak Kinal tanya2 kakak tu orangnya
kaya gimana, gitu doang.”
"TANYA
KINAL?" Aku langsung deg2an. Takut Kinal cerita yang enggak2.
"Iya.. emang
kenapa kak?" "Dia ceritanya gimana? Bilang yang jelek2 nggak?”
"Enggak sih, cm
bilang kalo kakak baik bgt orangnya, nggak kurang ajar sm cewek, pinter main
musik. Gitu katanya. Emang kenapa sih kak? Kok takut bgt kayanya kalo kak Kinal
yg cerita?"
"Tahun lalu aku
pacaran sm Kinal ._.a”
"Lah? Kok kak
Kinal gak bilang yaa? . Shania tau nggak kalian dulu pernah pacaran?”
"Enggak tau
deh... Ya pokoknya asal Kinal nggak fitnah yg jelek2 aja udah tenang aku".
"Hahaha. Yaudah
deh positive thinking aja . Tadi dia juga tanya aku klo kakak tu keliatannya
gimana”.
"Wah Shania kepo
ttg aku :3”
"Gebet sana kak,
mumpung belum keduluan yg lain".
"Hehehe. udah ah,
anak kecil tidur sana, udah malem".
Kamipun mengakhiri
percakapan dan aku masih sibuk membayangkan Shania sampai tertidur.
?
Aku terbangun pukul 1 dini hari dengan kepala yang sedikit pusing. Kelihatannya
aku terlalu lama di depan layar komputer tadi sore. Iseng aku cek hapeku,
berharap ada Shania di inboxku atau di Line.
Hahaha, NGIMPI!
Aku harus sadar aku
belum sedekat itu dengan Shania. Aku harus sadar aku hanya sekedar akrab.
Aku buka timeline di Line dan melihat Shania baru saja posting. Aku beranikan
diri memulai pembicaraan.
"Shania?”
"Ya?”
Tampak balasannya dari
notification hp ku, tp sengaja ak biarkan sebentar. Berharap ada balasan yang
lebih panjang, yg mengartikan bahwa dia tertarik dengan percakapan ini.
"Shania belum
tidur?”
"Belum nih. Aku
lagi kacau, lagi badmood. Bisa nggak usah chat dulu? Maaf".
JLEB! Jawaban yang
lumayan membuatku down. Baru pertama kalinya chat, eh diginiin.
"Emm.. Maaf kak,
boleh minta tolong?”
"Minta tolong
apa?" Jawabku dengan sedikit malas.
"Besok pagi
berangkat bareng yuk.”
Aku langsung terhentak
dari kasurku dan menjawabnya dengan buru buru. "Boleeeeh . Rumah Shania
dimana?”
"3 blok
dibelakang sekolah kak. Jalan Srikandi no. 24. Perum XXX. Kejauhan nggak? Kalo
kejauhan aku minta tolong yang lain aja.”
"Enggaak, rumahku
cuma ke selatan 200an meter pinggir jalan dari situ. Besok pagi aku jemput ya.
Mau jam berapa?”
"Jam 6.15an aja,
nggak papa?”
"Iyaa",
jawabku sambil mengirimkan sticker angguk-angguk.
"Makasih banyak
ya kak. Janji deh besok pagi aku ceritain malam ini aku kenapa. Sampai ketemu
besok, aku mau istirahat dulu".
"Iyaaa sama2.
Yang nyenyak yaa".
"Goodnite
kak" Shania mengirim sticker gambar peluk.
"Goodnite,
Shania" Aku mengirim balik sticker malu.
Aku gembira kegirangan. Yeeee berangkat bareng Shania. Kemudian aku set alarmku
agar tak kesiangan.
*
Jam stgh 6 aku sudah bangun dan langsung aku cek hp ku. Aku chat Shania.
"Pagi
duniaaaaa".
"Lah? Selamat
pagi dunia kok chat nya ke aku?”
"Soalnya kamu
duniaku kali?”
"Hahaha apa
banget sih kak. Siap2 yuk. Nanti jangan telat ya, mau sarapan di kantin
dulu."
"Okeee. Wah
kayanya bete nya udah ilang nih.”
":D hehehe. Mandi
dulu yaa"
Jam berjalan, akupun berangkat mencari rumah Shania utk menjemputnya. Shania
berjalan keluar rumahnya. Aku melihatnya begitu anggun. Tampak rambut lurusnya
berkibas tertiup angin. Tangannya yang sesekali membenarkan gelangnya.
"Yuk kak?”
"Helm nya mana?”
"Oh iya lupa.
Hehehe".
Cara dia tertawa benar2 membuatku jatuh hati.Bibirnya yang manis susah untuk
diceritakan. Tapi tampaknya ada yang aneh dengan matanya.
"Eh bentar, kamu
abis nangis ya semalem?”
"Sssttt.. Aku
malu, ntar aja ya ceritanya." Shania mengambil helm nya dan kamipun
berangkat.
Sampai sekolah tampaknya gosip2 mulai menyebar. Dan semakin menjadi ketika
mereka melihatku berboncengan dengan Shania.
"Ay ay , kayanya
ada gosip baru nih" nabilah berbicara dengan keras pada Ayana dengan
maksut menggodaku dan Shania.
"Siapa sih
bil?" Ayana membalas Nabilah dengan keras pula.
"Temen kita
kooook. Lagi deket sama anak band kakak kelas XII gituuu" Mereka berdua
tiba2 menghadap kami
"CIEEEEEE!!!
SHANIAAAA !! Hahaha" Kemudian mereka tertawa sambil berlarian ke arah
kelas. Pipi Shania tampak memerah dan aku pun juga.
"Iiih mereka
apaan sih", kata Shania sambil tertawa.
"Jomblo sih, udah
diemin aja, Shan. Hahaha".
"Emang kita nggak
jomblo?”
"Ya sama aja
siiih. Hahaha".
Kami menuju kantin tengah dan ternyata Contreng dan Dede duduk disana.
"Oooh, ini meen.
Pantes akhir2 ini jarang keliatan. Sama anak baru ternyata meen. Haha"
canda Contreng.
"Aaah, apaan sih
kalian. Kenalan dulu deh mending", kataku. Mereka saling berkenalan dengan
Shania. Shania tampak sedikit malu.
"Eh ntar latian
ntar sore jangan lupa. Jam 3 di studio sekolah aja." kata Dede padaku.
"Okeee, santai.
Ini gua udh bikin kok aransemennya. Kmrn iseng bkin d komputer. Ini mp3nya d hp
ada. Fandy jangan lupa dikabarin" jawabku.
"Yaudah entar
bawa ya. Kita mau ngrokok dulu diluar. Biar kalian berduaan dulu hahaha"
kata contreng.
"Husssh, udah
udah sono lu. Jangan lupa bayar." Dede dan Contreng pun berlalu.
"Shania mau
sarapan apa?”
"Mereka tukang
becanda juga ya sama kaya kamu kak".
"Eeh, nih anak
tanyanya apa dijawab apa".
"Hehehe. Maklum
masih pagi masih lemot. Roti coklat sm stroberi aja”.
"Nggak nasi aja?”
"Nggaak, jarang
makan nasi klo sarapan kak.”
Kamipun sarapan
bersama untuk pertama kalinya. Namun percakapan pagi ini tampak sedikit serius.
Ternyata semalam orang tua Shania bertengkar karena kakaknya pulang malam.
Katanya dia benci melihat orang tuanya bertengkar. Itu menyakitinya, dan ia
selalu menangis ketika orang tua nya saling berteriak.
"Ooo gitu
ceritanya. Yang penting sekarang jangan nangis lagi ya kan udah
ditemenin". Aku dengan deg2an menggenggam tangannya. Tanpa diduga ternyata
dia membalas genggamanku lebih erat dan tersenyum.
"Makasih ya
kak".
"Iyaaa" Ak
membalas senyumnya.
"Eh nanti latian
cheers kan? Mau berangkat bareng lagi?”
"Mau kak. Aku
males pulang tp tetep hrs pulang ambil baju sm mandi".
"Ya entar pulang
ke rumahmu dulu, kamu mandi sama ambil baju. Terus nanti makan siang di
tempatku aja?".
"Nggak papa nih
sering numpang makan di tempat kakak?”
"Sering apaan, baru
juga sekali. Udah nggak papa. Jangan kaya orang lain. Anggep aja
aku......" Kusentuh pipinya seperti kemarin.
"Iiiiiih
nggaboleh" Shania tertawa sambil mencubiti lenganku. Selesai sarapan
kamipun mulai masuk kelas.
Jam hari ini terasa lambat sekali. Aku tak sabar bertemu Shania lagi".
Akhirnya bel pulang sekolahpun akhirnya berbunyi. Aku sengaja menjemput Shania
dikelasnya. Aku tidak takut dengan gosip2 yang beredar. Aku justru merasa lebih
aman karena akan mengurangi saingan2ku yg berusaha mendekati Shania.
"WEI!"
Shania kaget melihatku tiba2 di depan pintu kelasnya.
"Haha. Apaan sih,
malah jadi ikut kaget akunya. Mau pulang kapan Shan?”
"Beli minum dulu
boleh?”
"Boleeeeh"
Tampak cowok2 yang keluar dari kelasnya memandangku dan Shania. Aku yakin
paling tidak ada salah satu dari mereka yang suka dengan Shania.
"Pesenin es jeruk
sekalian ya". Shania kembali ke meja dengan dua gelas minuman.
"Shan, abis ini
beli makan yuk. Dibawa pulang aja tapi, panas di luar".
"Boleeeh. Masih
kenyang juga sih kalo makan jam segini". Selang sebentar kami menghabiskan
minum kami, Kami menuju jalan pulang.
"Mau beli makan
apa kak?”
"Kesukaan
kamu".
"Emang kakak tau
kesukaanku?”
"Bakso kan?”
"Hehe iya kok
tau? Habis kepo ya?”
"Taulaaaah.
Rahasia deh pokoknya".
Akhirnya kami mampir beli bakso dan sekalian aku belikan untuk keluarga Shania
dan keluargaku dirumah.
Sampai dirumah Shania ak bertemu dan berkenalan dengan mama nya. Sambil ku
menjabat tangan mamanya.?
"Saya kakak
kelasnya Shania, tante".
"Oalaaah ini
kakak kelasmu yang kamu ceritain terus dr kmrn yaa?" Shania yang sedang
menaruh tas dan menuju kamarnya tampak kaget dan malu.
"Mama iiiiih”.
"Udah nggak
jamannya malu2 ah. Kaya di sinetron aja".
"Hehehe".
Aku hanya bisa tertawa dan tetap bertingkah sopan agar mamanya bisa menerimaku.
Mama Shania ternyata baik dan ramah. Beliau juga memberi tahuku kesukaan dan
apa yang tidak disukai Shania.
Shania telah selesai mandi dengan memakai celana pendek biasa dan kaos yang
santai.
"Abis ini kalian
mau kemana kok udah mau pergi lagi?”
"Ini mau kerumah
bentar tante, ngasih bakso buat yg dirumah . Oh iya bakso yang buat tante malah
ketinggalan di motor. Sebentar ya tante". Aku ambilkan tas plastik berisi
beberapa porsi bakso.
"Oh iyaaaa.
Makasih ya nak. Nanti salam buat papa mama kamu ya. Perginya ati2 yaa".
"Iya tante pergi
dulu yaaa". Aku pun berpamitan sambil mencium tangan mamanya.
"Kak, gitar kakak
dibawa sekalian nggak?”
"Besok aja, biar
ada alesan kesini lagi besok. Hehehe".
Akupun melihat ke arah
mamanya dan mamanya tertawa. Aku merasa cukup diterima dirumah ini. Selanjutkan
kami ke rumahku dan kali ini giliran Shania yang berkenalan dengan mamaku.
"Shania,
tante" Shania mencium tangan mamaku.
"Oooh, ini ya yang
bikin kamu akhir2 ini ketawa2 sendiri?"
Oh shit! Ternyata
gantian mamaku yang mengerjaiku. Aku hanya tersipu sambil tertawa.
"Pantes aja,
cantik gini". Mamaku memuji Shania.
"Kalo nggak
cantik nggak aku ajak kerumah lah maaah" Teriakku dari dalam kamar mandi.
"Dasar anak muda jaman sekarang... Shania mari duduk. Duduk di ruang tv
juga nggak papa. Tante mau pergi ke rumah temen dulu". "Iya tante,
ati-ati ya tante".
Aku selesai mandi dan kamipun makan bersama di meja makan.
"Mamamu baik ya
kak, enggak kaya mamaku rewel".
"Heeeh nggak
boleh gitu. Semua mama sama aja ah".
Kamipun bercanda di meja makan. Berhubung sekarangg masih jam 11.45, kami
memutuskan untuk menonton dvd dan duduk di sofaku yang super nyaman ini. Sofaku
berbentuk sofa tanpa kaki dan berada dibawah sehingga kita bisa duduk maupun
tiduran di sofa ini.
"Shan, berhubung
nanti kamu latihan fisik, mending km dulu istirahat deh. Aku ambilin bantal
yaa".
"Tapi nggak enak
sama mama kamu dong. Masa numpang tidur dirumah orang? Mending kalo pacar.”
"Yaudaaah apa mau
dibikin statusnya biar jadi pacar dulu?”
"Cieeee nggodain
aku, cieeee" Kamipun tertawa bersama.
"Udah gini aja.
Tidur dulu aja ntar klo mama dateng ak bangunin deh. Mobilnya kan
kedengeran".
"Iya deeeh".
"Sini..."
Aku menaruh bantal d sampingku agar Shania rebahan disampingku. Tapi tiba2
Shania memindahkan bantalnya ke pahaku.
"Kalo aku tiduran
disini boleh?”
"Boleeeeh"
jawabku sambil tersenyum.
"Kak, kamu inget
wktu aku bilang yg boleh megang pipiku itu cuma pacar?”
"Gini kan?"
Aku menyentuh pipinya cepat dengan ujung jariku lagi sambil tertawa. Tapi
kemudian Shania memegangi tanganku dan menuntun telapak tanganku ke pipinya.
Sambil memejamkan mata Shania berkata "Sekarang kamu bukan pacar kak, tapi
kamu orang yang cukup spesial buat boleh memegang pipiku". Tampaknya
Shania nyaman dengan usapan2ku di pipinya. Sementara dalam hati aku justru
bingung dengan kalimatnya. "Aku bukan pacar tp aku orang yang spesial.
Bisa2 di brotherzone nih" kataku dalam hati.
Tampak Shania mulai tertidur diantara bantal dan tanganku. Aku begitu bersyukur
bisa sedekat ini dengan orang yang begitu aku sayangi. Shania tertidur dengan
begitu cantiknya. Sesekali aku sentuh bibirnya yang manis. Tapi Shania tetap
tertidur lelap. "I love you, Shania Junianatha", kataku dalam hati
sambil mengelus-elus pipinya.
?
Beberapa saat kemudian
Shania terbangun dan sedikit kebingungan sambil mengigau, "Aku dimana? Aku
dimana?”
"Eeeh, tuan putri
udah bangun", sapaku sambil membawakan teh hangat.
"Hah? Aku tidur
berapa jam? Udah telat belum?”
"Ini baru jam 1,
cantik".
Dia tampak bingung
sambil berusaha membenarkan rambutnya. "Berarti boleh tiduran lagi?"
tanyanya sambil merebahkan tubuhnya lagi.
"Boleeeh. Shania
kalo mau minum teh nya dimeja ya".
"Makasih banyak
ya kak aku malah jadi ngrepotin gini”.
"Nggak, nggak
ngrepotin kok" Kemudian ak duduk d sampingnya dan mengelus-elus rambutnya.
"Setengah jam lagi berangkat ya?”
"Iyaaa. Emm kak,
boleh nanya sesuatu?”
"Dulu kak Kinal
diperhatiin kaya gini juga?", tanyanya sambil menatapku tajam.
Aku sedikit tersentak.
Ternyata Shania mengetahuinya.
"Aku jawab apa
adanya ya, Shan... Nggak, Kinal nggak pernah tiduran dipahaku kaya kamu tadi...
Paling dia klo disini cm nntn dvd sama masak dibelakang". Shania duduk dan
menundukkan kepalanya.
"Aku takut gak
bisa lebih dari kak Kinal..." Aku merasa salah bicara. Shania terlihat tak
tersenyum sedikitpun seperti biasanya. "Tapi kamu udah seperhatian ini
sama aku kak. Aku janji suatu saat aku bakal jadi yang terbaik buat
kakak." Aku memeluknya dengan tiba2 dan tak ingin melepaskannya.
"Shania... Asal
kamu tahu... Kamu nggak perlu nunggu besok2. Dari sekarangpun kamu udah jadi
yang terbaik buat aku... Kamu lebih dari siapapun." Aku merasakan air
matanya menetes di pundakku. Aku ingin melihat wajahnya tapi Shania tetap
memelukku. Dia tak ingin aku tau bahwa dia menangis.
"Shania kok
nangis?”
"Enggak papa kok
kaaak, aku cuma bersyukur aja bisa kenal sama kakak", katanya sambil
tersenyum padahal air matanya mengalir.
"Eeeh udah ya
jangan nangis, nanti dikira anak2 kamu aku bikin nangis lho”.
"Ya emang kok,
tapi kan nangis karena seneng." Akupun menghapus air matanya.
"Aku sebenarnya
dari tadi malem aku juga mikirin ini kak", kata Shania.
"Mikirin apa?”
"Sejak tau kalo ternyata
kakak mantannya kak Kinal, aku ngerasa bukan apa2. Kak kinal captain dan aku
bukan apa2. Kak kinal dewasa, aku masih kekanakan gini. Kak kinal..." Aku
menyentuhkan jariku ke bibirnya "Ssssttt.... Apa kamu gak percaya kalo
kamu yang terbaik buat aku?" "A-a-aku..." Belum selesai ia
berbicara, aku mencium pipinya tiba2. Jantung ini rasanya akan meledak. Aku
takut Shania menamparku. 2-3 detik aku berhenti di pipinya. Pipi Shaniapun
memerah dan tersenyum. "A-a-ku per-c-caya koook" jawab Shania
terbata-bata sambil menahan malu.
"Shania cuci muka
terus siap2 ya".
"Yaaa kakak
ganteng" dia mencubit pipiku.
Ketika Shania berada di kamar mandi, aku melompat-lompat kegirangan. INI HARI
TERINDAH DALAM HIDUPKU !!!! Walaupun sebenarnya aku bingung memberi tahunya
bahwa minggu depan aku harus menjalani operasi. Tapi aku tidak mau mengganggu
latihannya. Seminggu kedepan dia juga latihan intensif untuk debutnya di cheers
tepat di hari minggu, hari dimana aku akan operasi.
?
Sesampainya di sekolah dia memintaku untuk menggandeng tangannya. "Biar
nggak ilang ya?" tanyaku.
"Biar pada tau
kalo kakak punyaku".
"Emang iya?"
Aku menggodanya.
"Iiiih kok
gituuu." Shania mencubitiku. Sesampainya di aula ternyata sudah cukup
ramai.
"Aku sapa temen2
dulu ya?" aku membisikan Shania. Didepan kami sudah ada teman2 dekat
Shania, dan seperti biasa Nabilah yang paling cerewet mencibir kami.
"CIEEEE nempel
terus kaya perangko".
"Sssttt anak
kecil diem aja" balasku.
"Emang Shania
udah gede? Dia cuma menang tinggi aja kaleeee" balas Nabilah.
Akupun duduk diantara
Ve dan Kinal. "Selamat sore ibu2 senior". "Sialan lu, masa
ibu2" jawab Kinal.
"Ooo sama Shania
nih sekarang? Peje2nya mana?" tambah Kinal.
"Jadian aja
beluum yeeee" jawabku.
Kamipun beberapa menit
bercanda sampai cheers akan dimulai. Aku menyemangati Shania dan berjalan
menuju studio untuk latihan.
Sampai akhirnya teman2 band datang. Rupanya Fandy sakit tifus dan tidak dapat
mengikuti latihan. Minggu depan tepat di malam minggu kami tampilpun, tampaknya
Ardi tidak dapat berpartisipasi. Kamipun merombak aransemen dan membuat
sedemikian rupa menariknya.
?
Waktu berjalan hingga akupun mengantarkan Shania pulang. Akupun berpamitan
dengan mamanya "Makasih ya tante udah diijinin anter jemput Shania”.
"Lhoo.. harusnya
tante yang makasih nak. Udah jagain anak tante. Maaf ya kalo dia ngrepotin. Dia
agak manja." Kata mamanya sambil mengelus rambut Shania.
"Enggak koook
tante, saya juga seneng ketemu Shania terus hehe.”
Aku pulang dengan hati
gembira. Malampun aku memikirkannya. Shania juga semakin tak bisa lepas dariku.
*
Seminggu ini aku semakin dekat dengan Shania hingga hariku tampilpun datang.
Sebenarnya sampai hari ini Shania belum pernah mendengarkanku bernyanyi. Hanya
sesekali mendengarku bermain gitar. Pagi hari inipun aku meminta Shania untuk
menemaniku tampil di acara lomba band antar sekolah nanti malam.
"Nanti malem ajak
temen2 yg lain aja sekalian”.
"Okeeeii, nanti
yaaa. Aku berangkat sama kakak apa sama temen2?”
"Sama aku aja
nggak papa. Entar bisa bantu bawa2in barang2 aku sekalian wek”
"Huuuu jadi kuli
aku".
"Enggak kok,
nanti pake mobil. Aku udah bilang mama.”
?
Pagipun berganti sore. Dirumahku ak menunjukannya sesuatu.
"Kamu belum
pernah liat gitar elektrikku kan?”
"Belum pernaaah.
Ada yang diumpetin yaa?”
"Iya emang. Nih
liaaaat" Aku membalikkan body gitarku dan terlihat sticker bertuliskan
Shania Junianatha.
"Waaaa. Masa ada
namaku disitu... Kenapa disembunyiin dari aku?”
"Hehehe. Soalnya
aku bikinnya 4hari setelah kenal kamu.”
"Cieee naksir aku
dari pertama kenal cieeee".
"Hiiiih dasar
cantik" aku mencubit pipinya.
?
Tiba disana tepat pukul 7 karena kami tampil sekitar pukul setengah. Contreng
dan Dede sudah terlihat disana. "Udah daftar ulang men?" tanyaku.
"Beres brooo" jawab Contreng.
"Eh, bareng terus
nih berdua. Udah jadian beluuum?" tanya Dede.
"Hehehe.."
Aku dan Shania hanya tersipu malu sambil menggaruk2 kepala, bingung mau jawab
apa.
Teman2 Shania mulai datang. Dan junior2 peminat band kelas XI dan X juga mulai
berdatangan. "Semangat ya kak" bisik Shania sambil memberiku minum
yang ia belikan di food court.
"Deg2an
niih" jawabku sambil menggerak2kan kakiku. Aku grogi karena band2 yang
tampil juga hebat2 dan keren2. Hingga tiba waktunya hingga 2 band lagi kami tampil.
Aku, Contreng, dan Dede bersiap diri di belakang panggung. Kuhidupkan laptopku,
kusiapkan mixer dan perangkat lainnya. Karena sebenarnya kami mengaransemen
lagu kami menjadi electronic-pop semacam Owlcity. Stick drum dan cadangan serta
Headphon Contreng sudah siap. Bass Dede juga sudah siap. Laptopku siap dan
lancar.
Akhirnya kami naik ke atas panggung dan mencolokkan instrumen kami ke ampli
panggung. "Selamat malam semuanya!" Teriakku pada penonton yang
lumayan ramai karena diikuti oleh belasan sekolah sehingga mungkin ada sekitar
400an orang didepanku. Setelah sedikit sambutan aku play laptopku dan kami
mainkan lagu yang pertama.
Tanpa mereka duga kami memainkan lagu A Thousand Years, dan banyak yang
bertepuk tangan khususnya para perempuan. Aku mulai bernyanyi dengan merdu.
Shania melihatku hingga terpana. Dia tidak tau jika suaraku ketika bernyanyi
begitu berbeda dengan suaraku saat berbicara. Ditambah panggung yang megah. Lengkap
dengan lighting dan 2 layar putih yang disorot proyektor menambah kemegahan
penampilan kami. Di bagian Refrain aku dan para penonton bernyanyi bersama.
"I have died everyday waiting for you, darling don't be affraid i have
loved you for a thousand years"? Aku menunjuk dadaku kemudian menunjuk
Shania dari atas panggung. Dan kamera menyorotku tepat ketika lirik
"...I’ll love you for a thousand more" kubalik gitarku dan Tampak
begitu besar di layar proyektor nama "Shania Junianatha" di body
gitarku. Aku tersenyum dan semua penonton berteriak "Oooooowwwwwwww".
Shania terharu dan dipeluk oleh Ve teman2nya. "So sweeett, ya Shan"
kata Ayana. Shania diam saja dipelukan Ve.
"Shan..
Shan.." Sonia memanggil Shania.
Ternyata Shania
menangis terharu tapi Shania malu karena begitu banyak orang. Lagu pertama
selesai dan lagu kedua lagu original kami yg aku tulis.
Aku bernyanyi
"?Kelak kau sadar betapa aku menginginkanmu".
Selesai permainan kami, penonton bertepuk tangan dan setelah beres2 aku menuju
ke arah Shania. Dan seperti yang sudah kuduga. "Suit Suit...
CIEEEEEE" Bisa dibayangkan? sekitar 50 anak sekolahanku menyorakiku.
"CIEEEEEE".
Contreng dan Dede
justru bingung. Mungkin ketika diatas panggung mereka tdk memperhatikan layar
yang menampilkan aksiku tadi. Ve mendekatiku dan membisikanku, "Tadi
Shania sampai nangis liat kamu main". Aku lalu menggandeng Shania dan
Shania tertawa sambil tersipu malu menutupi matanya yang baru saja menangis
dipundak Ve.
"Besok giliran
aku nih yang nonton kamu cheers.”
"Aku maluuuu
tapinya".
*
Keesokan harinya aku mampir kerumah Ve untuk menitipkan sepucuk surat untuk
Shania. "Ve, ini nanti tolong dikasihin Shania ya. Tapi habis kalian
tampil ya".
"Gaya banget nih
pake surat segala, kaya jaman dulu aja. Emang ini isinya apa?”
"Jangan dibuka
loooh. Pokoknya intinya aku nanti sore mau operasi tapi aku takut ganggu mental
Shania”
"Operasi apaan?”
"Ada deh
pokoknya, makasih ya Ve . Ini aku bawain Sup. Tadi mamaku masak”.
"Eh malah repot2.
Makasih yaa".
Selanjutnya aku menuju rumah Shania untuk membawakan sup untuknya. Tampak
seseorang cowok tajir sedang berbicara dengan Shania. Tapi aku tidak berpikiran
buruk. Tiba2 Shania berteriak padanya "...Dia tunangan aku. Ngerti? Aku
dijodohin sama mamaku" Shania menunjuk ke arahku. Aku kebingungan. Cowok
itupun pergi tiba2 dengan motor ninja 250cc nya yang tampak seperti mainan di
Timez*ne.
"Siapa, sayang?”
"Mantan, dia
ngasih bunga dan mau ngobrol di dalem tp aku nggak mau. Itu bunga nya aku
lempar tempat sampah... Eh bentar kamu tadi manggil aku apa?”
"Emm... Nggak
papa nggak papa”.
"Cieee enak aja
panggil2 aku sayang”.
"Yaudah nih aku
kasih ini" Aku memberikannya Sup yang ada bakso nya. Shania tampak senang.
"Udah boleh manggil sayang belum?”
"ENG-GAK-BO-LEH,
ganteeeng" jawab Shania.
"Yaaaaah. Eh iya
ntar jam brpa cheers nya?”
"Aku dateng jam
2an tp tampilnya jam 3an kayanya. Tp kalo siap2nya dr jam 11an di aula
sekolah".
"Berarti bareng
anak2 ya nanti berangkatnya?”
"Iyaaa. Ketemu
disana nggak papa kan?”
"Iya nggak papa
lah cantiiiik . Tenggorokanku mulai sakit nih gara2 tadi malem. Aku mau pulang
minum obat dulu ya".
"Iyaaa. Jangan
lupa istirahat ya . Nanti kalo nggak nonton juga nggak papa kok . Kasian si
ganteng kecapekan".
"Aku usahain
nonton kok, sarapan dulu sana di dalem. Dadah tuan putri".
Akupun pulang untuk
minum obat dan persiapan operasi nanti sore.
Aku bangun pukul 2 siang. "What? Udah jam segini?" Akupun berlari
untuk bergegas mandi. Untungnya persiapanku untuk operasi nanti sudah ak
siapkan. Tinggal doa aja semoga lancar dan aman. Kulempar tas ku k dalam mobil
dan segera aku pergi ke tempat Shania cheers.
Jam 3 tepat Aku mencari Shania dan tampaknya Shania sudah ada di belakang
panggung. Team cheerleader sekolahku pun tampil. Sementara aku melihat dari
bawah. Lagu yang ngebeat dan gerakan energik membuat Shania tampak keren.
Sesekali iya menunjukan raut wajah (sok) galak, tapi bagiku ia justru terlihat
semakin manis. Selesai perform ak mengucapkan selamat pada Shania dan yang
lain.
"Kak, tadi ada
yang galau nyariin pujaan hatinya gitu Kak. Katanya kok ngga dateng2" Kata
Yuvi yang menggoda Shania.
"Cieeeeee"
seru anak2 yang lain.
"Ah udah bosen
tauk di cie cie in mulu. Dasar jomblo jomblo" ejek Shania sambil
menggandeng tanganku.
"Ini pada
langsung pulang apa gimana captain?" tanyaku pada Kinal.
"Ini baru bapak
penyisihan nanti masih ada final suruh tampil lagi jam 5an kayanya", jawab
Kinal dengan santai. Dia juga tidak canggung seolah kami tidak pernah punya
hubungan khusus.
Kemudian aku mengajak Shania membeli burger dan minum. "Shania tadi
tampilnya keren lho. Coba aku liat tampang sok galaknya lagi mana"
"Nggak mauuuu aku malu" kata Shania. Kami mengobrol sebentar sambil
memakan burger dan akhirnya aku harus pamit. "Habis ini aku pamit ke
dokter nggak papa ya? Aku disuruh kontrol, kayanya badanku mulai drop".
"Loh loh? Ini
beneran tapi kakak nggak papa?" Benar dugaanku, dia pasti khawatir.
Sebaiknya dia tidak aku beri tahu.
"Nggak papa cuma
check up doang kok. Semangat yaa cantik".
"Hiiih gemes deh.
Ati-ati ya perginya" Shania mencubit pipiku.
Aku pun pergi langsung kerumah sakit dan sudah dipersiapkan kamar serta angket
berisi persetujuan tindakan medis. Aku berganti pakaian pasien dan 1 jam an
kemudian aku masuk ruang operasi. Dokterku yang bernama dokter Willy siap
mengoperasiku dan terlebih dahulu memintaku dan semua asistennya untuk berdoa
supaya operasi ini lancar. Operasipun segera dimulai.?
Sementara Shania dan teamnya masuk final sehingga harus tampil lagi. Selesai
tampil Ve memberikan Shania kertas yang aku titipkan. "Shania, ini ada
titipan. Tadi emang disuruh ngasih kamunya habis tampil supaya kamu
tenang". Rupanya perasaan Shania sudah tidak enak sejak aku pergi tadi.
Shania panik melihat isi suratku yang ada bercak darahnya.
"Shania.. Kamu
jangan panik dulu ya waktu baca surat ini. Tenang.... Waktu kamu baca surat ini
mungkin aku sedang diruang operasi. Aku operasi di rumah sakit XX. Maaf
sebelumnya aku nggak bilang kalo aku sakit... Aku nggamau performance mu
terganggu gara2 aku... I love you Shania....." Shania lemas tiba2, tapi Ve
yang kebetulan berada dibelakangnya memeganginya.
"Kenapa,
Shan?" "Shan, Shania kenapa?" Semua anak2 cheers ribut.
"Kak tolong
anterin aku kak toloooong." kata Shania kepada Ve. Ve pun mengiyakannya.
Kebetulan anak2 cheers
lain banyak yg membawa mobil, sehingga Ve dan Shania bisa pergi duluan.
"Suratnya isinya
apa, Shan?" tanya Ve di dalam mobil.
"Dia... mau
operasi kak. Selama ini dia nggak bilang kalo dia ada sakit", jawab Shania
sambil sesenggukan. Perasaan Shania semakin tidak karuan.
"Mampir pom
bensin dulu ya. Ganti baju di toilet. Kalo make up bisa diilangin di
mobil", kata Ve.
“Iya kaaak".
"Udah ah jangan
nangis. Nanti kita kesana kok nungguin dia operasi yaa", kata Ve sambil
mengelus2 rambut Shania, berusaha menenangkannya.
Sesampainya di Rumah Sakit, Shania langsung berlari ke bagian informasi untuk
mencari nama orang yang benar2 ia sayangi itu. "Rawat inap nya di ruang
208 mbak". Langsung Shania berlarian mencari kamar tersebut yang ternyata
di lantai 2. Ia membuka pintu kamar itu dan tidak menemukan orang yang ia
sayangi disana. Ia melihat nama dokter Willy di pintu kamar rawat inap itu.
Shania berlarian menuju ruang operasi sambil berusaha menghapus air matanya.
Belum sampai di depan pintu ruang operasi, pintu itu pun terbuka dan Shania
melihat dokter Willy keluar dengan pasien dibelakangnya yang sudah ditutupi
kain putih disekujur tubuh.
"Dokter benar ini
pasien dokter?”
"Iya... Maaf kami
sudah berupaya sebisa mungkin". Dokter Willy berlalu dan tangis Shania
semakin menjadi melihat orang yang disayanginya sudah tidak bernyawa. Ve yang
memegangi Shania dari belakangpun tampak pucat. Shania kembali berjalan ke
ruang rawat inap 208 berharap untuk bisa melihat sosok sesorang yang sudah
benar2 menaklukan hatinya. Shania tampak semakin pucat sambil mengelus2 kasur
yang tadi sempat digunakan untuk istirahat pujaan hatinya itu. Ve pun hanya bisa
diam dan memeluknya melihat Shania yang terpuruk.
"Shania..."
Suara yang ia kenal terdengar dari belakangnya.
"Loh kok? Loh
kok?" Shania justru menangis semakin menjadi. Shania memegang tanganku
begitu erat dan menaruh kepalanya di dadaku.
"Tadi kata dokter
willy kamu udah meninggaaaaal" Air mata Shania langsung membasahi
selimutku.
"Tadi aku emang
sama dokter Willy kok. Tapi kan tadi pasiennya dokter Willy ada yang kritis
terus tadi selesai operasi dokter Willy langsung kesana. Yang ngerawat aku
asisten-asistennya ini".Aku justru kebingungan melihat Shania yang
menangis seperti ini. Aku juga melihat Ve menghapus air matanya sambil
tersenyum menahan tawa.
"Ve? . Ini pada
ngira aku mati ya? Kurang ajar deh bener2...", Aku mencubiti Shania.
"Iyaaa."
jawab Shania dan Ve bersamaan.
"Bentar ya
Shania, ini ak dipindahin ke kasur dulu" Kemudian para perawat membantuku
pindah ke kasur. Sementara aku melihat Shania yang tampak menangis dan tertawa
namun terlihat kesal. Shania memelukku dengan erat.
"Kamu nakal kaaak
bohongin aku".
"Emang aku bohong
gimana?”
"Ini suratnya ada
darahnya...”
"Darah apaan,
orang itu spidol tumpah2 di tas yeee. Tapi emang sengaja sih tadi biar dramatis
gitu ceritanya. Tapi kan aku nggak ngira kalo ada yang meninggal beneran
tadi".
"Aaaaa kakaknya
tu", Shania menaruh kepalanya di dadaku dan memukul-mukul perutku.
"Maaf ya Ve jadi
ngrepotin gini. Aku gak maksut lho bikin kalian kawatir gini. Padahal aku cuma
operasi amandel".
"Enggak papa kok,
santai aja. Bentar aku nahan ketawa, kasian Shania udah nangis2, malu tuuuh
pasti." jawab Ve.
"Tapi nggak papa.
Klo gini berarti keliatan dong kamu sayang sama aku?" Aku mengelus Shania.
"Menurutmu selama
ini aku nggak keliatan sayang kamu kak?”
"Ssstt diem.
Sekarang aku pacar kamu. Kamu pacar aku ya" kataku pada Shania. Aku
mengakhirinya kesedihannya dengan kecupan lembut di pipinya.
Kemudian kuberi hadiah
untuknya,
-END-